Total Tayangan Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

Sejarah Rasululloh SAW berdasar riwayat-riwayat yang sahih 14

Keikutsertaan Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – Dalam Pembangunan Ka’bah Bersama Quraisy [37] Diriwayatkan dari Abuth Thufail – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: “Adalah Ka’bah dalam zaman jahiliah dibangun dengan batu-batu karang yang putih ….., dan dahulu Ka’bah itu tidak beratap, hanya saja diletakkan kainnya di atasnya kemudian dibiarkan terjuntai. Dan dahulu rukun (pojok) tempat hajar aswad ditempatkan dibatas pagarnya untuk mejaga adab (kesopanan), dan Ka’bah memiliki dua rukun (sudut atau pojok) yang melingkar. Lalu datanglah kapal dari negeri Ruum sehingga ketika mereka dekat dengan Jiddah maka terpecahlah perahu itu, maka Quraisy pun keluar (ke pantai) untuk mengambil kayu-kayunya, maka ia mendapati seorang Ruum di sana lalu mereka mengambil kayu-kayu tersebut, dan orang Ruum tersebut memberikan kayu-kayu itu kepada mereka (orang-orang Quraisy). Adalah perahu itu bertujuan ke Chabasyah, dan ternyata orang Ruum yang berada di perahu itu adalah seorang tukang kayu (yakni ahli bangunan). Lalu mereka pun tiba di Makkah dan membawa orang Ruum tersebut. Quraisy berkata: “Kita akan membangun ‘rumah’ Tuhan kita dengan kayu-kayu ini yang berasal dari perahu itu. ketika mereka hendak merobohkan bangunan Ka’bah (untuk memperbaikinya) tiba-tiba mereka mendapati ular di atas pagar Baitulloh seperti potongan….., hitam punggungnya dan putih perutnya. Maka setiap kali ada seorang yang mendekat ke Baitulloh untuk merobohkannya atau mengambil batunya ular itu bergerak ke arahnya dengan membuka mulutnya. Lalu Quraisy pun berkumpul di Maqoom Ibroohim daan berteriak menyeru kepada Allah Yang Mahab Luhur, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kami ingin untuk memuliakan rumah-Mu, maka jikaa engkau ridho dengan hal itu (maka izinkanlah), dan jika tidak maka lakukanlah apa yang menurutmu pantas untuk Kau lakukan, maka mereka pun seketika itu mendengar suara dari langit, llau tiba-tiba ada seekor burung yang hitam punggungnya, putih perutnya dan kedua kakinya, lebih besar dari manusia, burung itu menancapkan kuku-kukunya di kepala ular tersebut, sehingga burung itu membawa pergi ular tersebut yang amna ekornya lebih besar dari ini dan itu terjuntai ke bawah. Burung itu pun pergi ke arah Ajyaad, maka Quraisy pun mulai merobohkan Ka’bah, dan mereka mulai membangunnya dengan batu-batu dari lembah yang mereka bawa di atas pundak mereka, maka mereka meninggikan bangunan tersebut ke arah langit (yakni atas) setinggi 20 hasta (kurang lebih 10 meter). Maka sementara Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membawa batu dari Ajyaad, dan beliau memakai sarung bergaris-garis maka beliau merasa sarung tersebut kecil, maka beliau mulai meletakkannya (mengikatkan sarung) di atas pundak beliau maka terlihatlah aurat beliau karena kecilnya (pendeknya) sarung itu. maka terdengarlah suara yang memanggil: “Ya Muhammad tutupilah aurtamu.” Maka semenjak saat itu aurat beliau tidak terlihat sama sekali. Dan jarak antara pembangunan Ka’bah dan pengutusan beliau adalah 5 (lima) tahun, dan antara keluarnya beliau (dari Makkah) dan pembangunannya adalah 15 (lima belas) tahun. Diriwayatkan oleh Ahmad secara ringkas, dan oleh Ath-Thobroniy secara panjang, yang mana para perawinya adalah orang-orang yang dapat dipercaya. [28] Diriwayatkan dari Ali – semoga salam tetap atasnya – ia berkata: “ketika mereka – yakni orang-orang Quraisy – ingin mengangkat Chajar Aswad mereka berselisih tentang hal itu, maka mereka berkata: “Yang menghukumi dalam masalah ini adalah seorang lelaki yang keluar dari jalan (pintu) ini. Dan Raasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – adalah orang yang pertama kali keluar di antara mereka. Lalu mereka menjadikan batu (Chajar Aswad) itu di sebuah kain, kemudian diangkatlah oleh seluruh kabilah sedangkan Rasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – pada saat itu masih seorang pemuda – yakni sebelum pengutusan (sebagai Nabi)” dalam riwayat lain: “Ketika mereka melihat Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – telah masuk maka mereka berkata: “Telah datang Al-Amiin.” Dalam riwayat lain ketika Rumah Allah rubuh setelah (perbaikan yang dilakukan oleh) suku Jurhum maka dibangunlah Ka’bah oleh Quraisy, lalu ketika mereka ingin meletakkan Chajar Aswad mereka saling bertengkar tentang siapa yang paling berhak meletakkannya…...dst Diriwayatkan oleh Ath-Thoyaalisiy dengan sanad yang sahih, dan An-Nuur menisbatkan hadits ini kepada riwayat Ath-Thobroniy, dan ia berkata: “Para perawinya adalah para perawi hadits sahih.” Dan hadits ini memiliki pendukung yaitu hadits yang diriwayatkan dari As-Saa-ib bin Abdulloh yang diriwayatkan oleh Ahmad, dengan sanad hasan semisal hadits di atas. Ka’bah yang mulia adalah rumah yang pertama dibangun untuk manusia di bumi yang berfungsi sebagai sarana Ibadah kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an (Surat Aalu ‘Imroon). Yang pertama kali memebangunnya adalah Al-Kholiil yaitu Sayyiduna Ibroohiim – semoga salawat dan salam tetap terlimpah atasnya – menurut pendapat yang sahih. Kemudian yang membangun kedua kali adalah kabilah (suku) Jurhum, kemudian dengan berlalunya waktu maka mulailah Ka’bah terkena hal-hal yang melemahkannya dan menyebabkan kerusakan pada dinding-dindingnya. Di antaranya adalah banjir bandang yang terjadi di Makkah lima tahun sebelum Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – diutus maka Quraisy ingin untuk memperbaruinya dan mengokohkannya, karena menreka sangat ingin menjaga kehormatan dan kesucian rumah ini. Adalah penghormatan mereka terhadap rumah itu dan pemuliaan mereka terhadapnya adalah termasuk sisa yang masih terpelihara dari syari’at Kholiilullooh (orang terdekat dengan Allah) Nabi Ibroohiim. Akan tetapi Quraisy pada awalnya takut untuk merobohkan Baitulloh itu kemudian membenarkannya. Dan yang lebih menambah ketakutan mereka lagi adalah ular tersebut yang menyerang mereka setiap mereka berusaha merobohkan Baitulloh atau membuat sesuatu padanya. Sehingga Allah Yang Maha Luhur menyelamatkan mereka darinya, lalu Allah mengutus seekor burung kepadanya lalu burung itu menjauhkan ular tersebut dari Ka’bah. Maka hal itu seolah seperti izin bagi mereka untuk merenovasinya. Lalu mereka pun mulai merobohkannya dan memperbaruinya dan bersepakat bahwasanya mereka tidak akan membelanjakan pada pembangunan Ka’bah itu harta yang didapat dari (yang haram seperti) khomr (minuman keras), judi, atau perzinaan, maka mereka pun membangunnya dan menjadikan tingginya ke arah langit (atas) 20 (dua puluh) hasta, dan mereka menjadikan bagi Ka’bah sebuah pintu yang tinggi di arah timur supaya tidak setiap orang bisa memasukinya, dan mereka ingin menjadikan Baitulloh menurut kaidah Nabi Ibroohiim akan tetapi harta (uang belanja) kurang untuk itu, sehingga mereka tidak bisa melakukannya. Maka mereka mengeluarkan Chijir Isma’il yaitu setengah lingkaran di arah utara yaitu sekitar 3 (tiga) meter. Ketika mereka selesai membangunnya terjadilah antara mereka perselisihan siapakah yang lebih berhak meletakkan Chajar Aswad di tempatnya sehingga mereka hendak berbunuh-bunuhan. Kemudian mereka bersepakat untuk mengangkat hakim (penengah) antara mereka yaitu yang pertama kali masuk dari pintu Bani Syaybah. Lalu yang pertama kali masuk pintu Bani Syaybah adalah seorang yang amat jujur dan terpercaya (yaitu Rasululloh) – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – maka mereka pun menjadikan beliau hakim dalam masalah itu. beliau menyuruh mereka untuk mendatangkan kain lalu didatangkanlah kain kemudian beliau meletakkan Chajar Aswad pada kain tersebut kemudian beliau memerintahkan orang-orang yang berselisih tadi untuk memegang ujung-ujung kain tersebut sehingga mereka dapat mengangkat (bersama-sama) Chajar Aswad sampai di rukun (pojok ataus sudut)-nya (yakni tempatnya semula). Lalu Rasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – membawa Chajar Aswad tersebut dan (mengambilnya dari kain itu serta) meletakkannya ke tempatnya semula. Maka selesailah kesulitan itu, sedangkan Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – memiliki andil dalam pembangunan yang suci lagi kekal itu. usia beliau ketika itu 35 (tiga puluh lima) tahun. Adalah beliau mengangkat batu-batu bersama para paman beliau dari Ajyaad dan pada suatu kali jatuhlah pakaiannya sehingga beliau telanjang (atau terbuka auratnya) dan terjatuh beliau ke bumi serta mengangkat kedua matanya (yakni pandangannya) ke langit. Maka beliau berkata: “Sarungku, sarungku! Maka semenjak setelah itu beliau tidak pernah lagi terlihat dalam keadaan telanjang sama sekali. Hal ini telah lalu dalam bab penjagaan Allah Yang Maha Luhur terhaadap beliau dari kehinaan-kehinaan jahiliah. [39] Diriwayatkan dari ‘A-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – ia berkata: @“Rasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – bersabda: “Wahai ‘A-isyah, seandainya bukan karena kaummu baru saja keluar dari kesyirikan, aku pasti akan merobohkan Ka’bah lalu aku akan menempelkannya di bumi dan menjadikan baginya dua pintu: satu disebelah timur dan satu disebelah baratdan aku akan tambahkan enam hasta kea rah Chijr. Sebab Quraisy memendekkannya ketika membangun Ka’bah.”# Dalam riwayat lain: @“Seandainya bukan karena kaummu baru saja keluar darai kekafiran, aku akan merobohkan Ka’bah dan aku akan menjadikannya menurut kaidah Nabi Ibroohiim. Sebab sesungguhnya Quraisy ketika membangun Baitulloh lebih memendekkannya.”# Dan dalam riwayat lain: Saya bertanya kepada Rasululloh – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – tentang Chijir apakah itu termasuk dari Baitulloh (yakni bagian Ka’bah)? Beliau bersabda: @“Ya.”# aku berkata: “Mengapa mereka (orang-orang Quraisy) tidak memasukkannya ke dalam Ka’bah?” Beliau bersabda: @“Sesungguhnya kaummu kekurangan biaya.”# Dan dalam riwayat lain: @“Seandainya bukan karena kaummu yang baru keluar dari masa jahiliah – atau beliau bersabda: kekafiran – aku pasti akan menginfakkan harta Ka’bah dalam jalan Allah dan aku akan menjadikan pintu Ka’bah melekat di bumi (tanah) dan aku akan memasukkan Chijir Ismaa’iil ke dalamnya.”# Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim keduanya dalam kitab Sahihnya dalam bab Hajji. Dalam hadits yang mulia ini ada tambahan atas apa yang terdahulu daripada pembangunan orang kafir Quraisy terhadap Baitulloh dalam masa jahiliah. Yaitu bahwasanya Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – setelah Fatchu Makkah (pembukaan kota Makkah) yang dimuliakan dan ia menjadi kota Islam beliau bercita-cita untuk merobohkan Baitulloh dan membangunnya dari mula menurut kaidah Nabi Ibroohiim – semoga salawat dan salam atasnya – dan beliau bermaksud untuk memasukkan Chijir (ke dalam Ka’bah) yang mana orang-orang kafir Quraisy telah mengeluarkannya, dan beliau hendak menjadikan baginya dua pintu yang melekta di tanah: satu pintu untuk msuk daan satu pintu untuk keluar, akan tetapi beliau meninggalkan hal itu karena khawatir akan kemungkinan reaksi yang muncul dari penduduk Makkah yang mungkin mengingkari hal itu, yang mana mereka baru saja mengalami masa kekafiran dan kejahiliahan. Maka beliau meninggalkan hal itu karena memandang kemaslahatan yang beliau lihat melebihi dari yang lainnya. Adapun para ulama – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmati mereka – telah mengambil dari hadits ini dan yang lainnya suatu kaidah yang besar yaitu: jika berlawanan dua kemaslahatan atau berlawanan kemaslahatan dan kerusakan lalu tidak mungkin untuk dikumpukan maka didahulukan yang paling penting dari kemaslahatan atau (menghindari dari) kerusakan yang besar. Maka sesungguhnya Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – mengabarkan bahwa merobohkan Ka’bah dan mengembalikannya menurut kaidah Nabi Ibroohiim adalah suatu kemaslahatan, akan tetapi terhalangi oleh sutau kerusakan yang lebih besar darinya, yaitu khawatir akan sebagian orang yang baru saja masuk Islam. Dan hal itu dikarenakan keyakinan mereka terhadap keutamaan Ka’bah dan kesuciannya sehingga mereka memandang bahwa merubahnya dari keadaan yang sebelumnya adalah suatu perkara yang sangat besar. Telah terdahulu bahwa kami telah mengatakan bahwasanya orang yang pertama membangun Baitulloh adalah Kholiilur Rochmaan (yakni Nabi Ibroohiim) – semoga salawat dan salam tetap atasnya – lalu kedua kalinya adalah kabilah Jurhum, kemudian ketiga kalinya adalah kafir Quraisy kemudian ke empat dibangun kembali oleh Abdulloh bin Az-Zubair setelah ia menguasai dua tanah haram pada masa Abdul Malik bin Marwaan, dengan memegang apa yang dikisahkan oleh bibinya (saudari ibunya) sayyidah ‘A-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – maka ia pun merobohkannya da membangunnya kembali menurut kaidah Nabi Ibroohiim dan menurut yang dicita-citakan oleh Nabi – semoga Allah Yang Maha Luhur tetap melimpahkan salawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – akan tetapi ketika ia terbunuh dan Abdul Malik menguasai tanah haram yang mulia, ia merobohkannya dan mengembalikannya kepada keadaan sebelumnya, meskipun ia mengetahui hadits yang disampaikan oleh Sayyidah ‘A-isyah – semoga Allah Yang Maha Luhur meridhoinya – maka ini adalah pembangunan yang kelima dan itulah yang bangunan yang ada sekarang. Lalu tidak ada seorang pun yang diketahui dari para raja kaum muslimin sepanjang masa (hingga sekarang) yang merobohkannya dan membangunnya dari mula setelah dibangun oleh Abdul Malik bin Marwaan. Memang terjadi pembetulan dan penguatan sebagian dindingnya beberapa kali pada masa-masa yang silih berganti. Mereka menyebutkan bahwa Abu Ja’far Al-‘Abbaasiy ingin mengembalikan Ka’bah kepada bangunan Abdulloh bin Az-Zubair. Lalu ia meminta petunjuk dari Al-Imam Malik bin Anas – semoga Allah Yang Maha Luhur merahmatinya – lalu Al-Imam Malik melarangnya dari hal itu karena khawatir Ka’bah akan menjadi permainan di tangan para raja. Hanya Allah lah tempaat meminta pertolongan dan hanya Dialah Yang Maha Kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar