Total Tayangan Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

penjelasan wasiat Al-Habib Abdulloh Alhaddad: tentang membersihkan hati dan diri dari noda dan aib serta menghindari tempat-tempat fitnah

Adapun perkataan penggubah nazhom ini – semoga Allah meridhoinya dan memberi kita manfaat dengannya - :
 وَنَقِّ جَيْبَكَ مِنْ كُلِّ الْعُيُوْبِ وَلاَ * تَدْخُلْ مَدَاخِلَ أَهْلِ الْفِسْقِ وَالرِّيَبِ 
Artinya: Dan bersihkanlah hatimu dari segala aib dan janganlah * kalian masuk ke tempat-tempat orang-orang fasik dan penuh keraguan. 
Yakni murnikanlah dan sucikanlah hatmu, dadamu, niatmu, dan segala sisimu dari segala hal yang dapat mengurangi derajatmu (di sisi Allah) dan melemahkan agamamu, dan dari segala hal yang menyebabkan kekurangan pada dirimu, baik itu berupa syahwat, kelalaian dan ibadah yang buruk. Keluarlah engkau dari jalannya orang-orang yang keluar dari jalan kebenaran, daripada olongan hali maksiat, perbuatan keji, dan buruk dan orang yang melekat pada hal-hal yang demikian, dan janganlah seklai-kali engkau masuk dalam urusan mereka. Yang dimaksud dengan pembersihan adalah mengeluarkan segala yang kotor, sedangkan yang dimaksud aib adalah segala kekurangan dalam hal agama dan akhlak. Sedangkan pokok pangkal dari semua itu adalah buruknya tujuan dan niat, yang mana tandanya adalah ridho terhadap hawa nafsu dan memperturutkannya. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘masuk ke tempat-tempat orang fasik’ ialah menjalani jalan / tingkah laku mereka. Sedangkan yang dimaksud denggan ‘ keraguan’ adalah tuduhan yakni membawa sesuatu bukan kepada tujuan semestinya. Sungguh telah dikatakan kepada Amiirul Mukminiin Ali RA: “Siapakan orang yang paling selamat dari cela?” Ia berkata: “Orang yang menjadikan akalnya pemimpinnya, dan kekhawatiran adalah wakil pemimpinnya, dan nasehat sebagai kendalinya, dan kesabaran sebagai panglimanya, dan berpegang teguh dengan taqwa sebagai penolongnya, dan takut kepada Allah sebagai temannya, dan mengingat kematian dan bala bencana sebagai penghiburnya.” Syari’at sungguh telah melarang tentang tuduhan, maka wahjiblah ia menjaga diri dari pandangan mata yang berniat buruk, dan dari tuduhan orang-orang buruk. Sebab orang-orang yang buruk tidak mungkin berprasangka kecuali yang buruk juga. 
Sungguh Rasululloh SAW bersabda:
اتَّقُوْا مَوَاضِعَ التُّهَمِ 
Artinya: “Hati-hatilah terhadap tempat-tempat fitnah / tuduhan.” Sehingga Rasul SAW menjaga diri dari hal seperti itu, ketika lewat di depan beliau dua orang sahabat Anshor sedang beliau sedang berdampingan dengan seorang wanita yang tidak lain ialah Shoofiyyah binti Chuyayy, salah satu isteri beliau – semoga Allah meridhoinya – maka Rasulpun bersabda kepada mereka berdua: “Ini adalah isteriku Shofiyyah.” Lalu kedua orang itu berkata: “Bukankah kami hanya akan bersangka baik kepadamu.” Rasululloh SAW lalu bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِيْ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّيْ خَشِيْتُ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْكُمَا 
Artinya: “Sesungguhnya setan mengalir di tubuh Bani Adam seperti mengalirnya darah, dan sesungguhnya aku khawatir dia akan masuk kepada tubuh kalian berdua.” 
Al-Imam Al-Ghozzali berkata: “Perhatikanlah bagaimana Rasululloh amat khawatir akan keselamatan agama kedua orrang itu dan bagaimana beliau amat saying kepada ummatnya. Sehingga beliau mengajarkan untuk menghindari temapt-tempat / kondisi yang menyebabkab fitnah / tuduhan sehingga orang yang dikenal sebagai seorang yang memegang ajaran agama / seorang salih tidak menganggap remeh segala situasi. Sehingga ia berani mengatakan: “Orang seperti aku tidak mungkin orang berprasangka buruk kepadaku.” Karena ia merasa bangga diri dengan kesalihannya. Sebab sesungguhnya seorang yang paling bertaqwa sekalipun tidak mungkin orang-orang memandangnya dengan satu pandangan (yakni pandangan baiksaja), tetapi sebagian orang memandangnya dengan pandangan yang baik sedang sebagian lagi memandangnya denga pandangan buruk. Adapun orang mukmin maka selalu mencari (yakni menerima) alasan (dari orang yang bersalah), sedangkan orang munafiq selalu mencari aib / cela (dari orang yang benar). Oleh karenanya jika engkau melihat seseorang yang berprasangka buruk dan selalu mencari aib / cela maka ketahuilah bahwa orang itu buruk batinnya.” Adapun pembersihan hati dari segala aib maka membutuhkan pengetahuan tentang kebenaran, dan pengertian yang mendalan tentang perbedaan antara kebenaran itu dengan kebatilan dalam segala keyakinan dan mengetahui perbuatan-perbuatan yang indah dan membedakan mana yang baik dan buruk dari keyakinan-keyakinan tersebut, dan juga mengetahui mana yang benar dan mana yang dusta. Kemudian dia meyakini kebenaran, lalu memeganginya dan melakukan yang baik-baik. Semua itu terkumpul dalam pengikutannya terhadap Nabi SAW dan memegang teguh sunnahnya dalam segala perkataan, perbuatan, dan akhlak, serta menolek hawa nafsu. Adapun memperinci satu persatu aib yang ada adalah sulit. Bakan aib yang di lisan saja hampir tak dapat dihitung. Sebab telah datang riwayat yang mengatakan:
 أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِيْ لِسَانِهِ 
Artinya: “Paling banyak dosa bani Adam adalah di lisannya.” 
Dan aib-aib hamba adalah banyak sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar