Total Tayangan Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

penjelasan wasiat Al-Habib Abdulloh Alhaddad: tentang sifat terhormat dan menjauhi hal-hal yang melalaikan

Kemudian penggubah nazhom ini – semoga Allah memberi manfaat dengan berkahnya dan meridhoinya – berkata:
 وَكُنْ وَقُوْرًا خُشُوعًا غَيْرَ مُنْهَمِكٍ * فِي اللَّهْوِ وَالضَّحْكِ وَاْْلأَفْرَاحِ وَاللَّعِبِ 
artinya: Dan jadilah engkau orang yang terhormat / dermawan serta penuh ketenangan serta tidak tenggelam * dalam kelalaian, tertawa (berlebihan), kesenangan serta permainan (yang kesemuanya melalaikan dari Allah dan ibadah kepada-Nya).
Al-Imam Al-Ghozzaliy berkata: ketahuilah bahwasanya tidak mungkin seseorang memperbaiki hatinya untuk menempuh jalan menuju kedekatan dengan Allah SWT selama dia tidak mencegah nafsunya dari tenggelam dan bebas dalam syahwat dan hal-hal yang membuat lupa diri. Sebab jika nafsu tidak dicegah dari sebagian hal-hal yang mubah maka (lama-kelamaan) dia akan berkeinginan untuk terjun kepada hal-hal yang dilarang. Adapun condong kepada kelalaian, permainan, bersenang-senang dengan kesenangan duniawi dan mengahbiskan umur dengan senda gurau dan hal-hal yang menyebabkan tertawa, adalah sebuah racun yang sangat berbahaya yang dapat menjalar di urat-urat, sehingga dapat mengusir rasa takut dan sedih dari hati seseorang, bahkan dapat mengusir ingat mati, ingat akan hal-hal yang dahsyat pada hari kiamat. Maka barangsiapa yang begitu sifatnya (yakni tenggelam dalam kelalaian yang tersebut), maka orang itu mati hatinya, dibenci di sisi Allah SWT, jauh dari segala kebaikan. Allah SWT berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُوْنَ قَالُوْا سَلاَمًا (الفرقان: 63)
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Q.S Al-Furqon: 63)
Rasululloh SAW bersabda:
 إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَ يُحِبُّ الْفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ الصَّيَّاحَ فِي اْلأَسْوَاقِ 
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT tidak suka orang yang keji dan menyebarkan kekejian, serta suka berteriak-teriak di pasar-pasar.”
Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW:
إِذَا رَأَيْتُمُ الْمُؤْمِنَ صَمُوْتًا وَقُوْرًا فَادْنُوْا مِنْهُ فَإِنَّهُ يُلْقِي الْحِكْمَةَ 
Artinya: “Jika kalian melihat seorang mu’min diam (tak suka banyak bicara), dan tenang (atau terhormat dalam sikapnya), maka mendekatlah kepadanya sebab dia akan melontarkan kata-kata yang bijak.”
Dan diriwayatkan pula dari Nabi SAW:
إِنَّ الرَّجُلَ يَتَكَلَّمُ بِكَلِمَةٍ يُضْحِكُ بِهَا جَلِيْسَهُ يَهْوِيْ بِهَا أَبْعَدَ مِنَ الثُّرَيَّا 
Artinya: “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kata-kata yang mana dengannya dia membuat tertawa kawan duduknya maka dia jatuh (atau celaka ke dalam api neraka) karena kata-kata itu lebih jauh dari bintang Tsuroyya.”
Diriwayatkan dari Nabi Isa – semoga salam tetap atasnya – bahwa ia berkata: “Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang suka tertawa tanpa ada hal yang aneh, dan orang yang berjalan tanpa ada keperluan.” 
Sebagian ulama terdahulu berkata: “Barangsaiap dia tertwa sekali maka ia telah memuntahkan ilmunya sekali.” 
Umar bin Abdul Aziz – semoga Allah merahmatinya – berkata: “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan hati-hatilah kalian terhadap senda gurau, karena ia dapat menyebabkan permusuhan dan menarik kepada saling memutuskan hubungan. Berbicaralah kalian dengan Al-Qur’an, jika tidak maka dengan pembicaraan yang baik, dari perkataan orang-orang yang besar di mata Allah.” 
Dan telah dikatakan: “Tidaklah seorang hamba diberi pakaian yang lebih baik dari sikap khusyu’ / ketenangan. Sebab itu adalah pakaian para nabi terutama para shiddiqin (orang-orang yang sangat tinggi kualitas keimanannya).” 
Wuhaib bin Al-Ward melihat kepada sekelompok orang-orang yang sedang tertawa di tengah-tengah hari ‘Idul Fithri, maka ia pun berkata: “Jika mereka telah di ampuni oleh Allah maka bukanlah seperti itu tingkah laku orang-orang yang bersyukur, namun jika mereka belum diampuni maka bukanlah seperti itu tingkah laku orang yang takut.” 
Ibnu Abbas – semoga Allah meridhoi mereka berdua – berkata: “Barangsiapa yang berdosa sedang dia tertawa, dia akan masuk ke dalam neraka dalam keadaan menangis.” 
Al-Imam Al-Ghozzaliy berkata: “Bersenda gurau yang dilarang adalah bersenda gurau yang terus menerus dan keterlaluan / melampaui batas. Adapun terus menerus bercanda dilarang karena itu termasuk menyibukkan diri dalam permainan dan hal-hal yang tak berguna. Sedangkan permainan dan hal-hal yang tidak berguan walaupun hukumnya mubah / boleh, akan tetapi terus-menerus melakukananya adalah tercela, dan keterlaluan di dalamnya dapat menyebabkan dendam / permusuhan dalam suatu kondisi, dan dapat pula mengugurkan wibawa. Maka selama tidak mengundang hal-hal yang buruk di atas maka senda gurau tidaklah tercela.” 
Diriwayatkan dari Nabi SAW:
 إِنِّي أَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا 
Artinya: “Sesungguhnya aku juga bersenda gurau namun aku tidak berkata kecuali kebenaran.” 
Adapun tertawanya Rasululloh SAW adalah tersenyum, dan begitulah semua para sahabat Rasululloh SAW dan semiga Allah meridhoi mereka semua, mereka bersenda gurau namun mereka tidak berkata kecuali kebenaran. Mereka mencukupkan senda gurau di beberapa waktu saja dan tanpa menyakiti perasaan hati orang lain, serta tidak berlebihan, begitu juga para ulama’. Akan tetapi termasuk kesalahan, seseorang menjadikan tertawa sebagai kebiasaannya dan berlebihan dalam hal itu, tanpa disertai dengan ilmu dan pengetahuan, lalu ia berkata: “Hal ini telah dilakukan oleh Fulan dan Fulan dan dilakukan oleh Nabi serta para sahabat beliau.” 
Adapun para sahabat, mereka itu seluruh waktunya digunakan untuk ibadah dan taat, dan bersungguh-sungguh, lalu mereka terkadang menghibur diri mereka terkadang dengan senda gurau dan mereka lakukan hal itu untuk mengurai kejemuan hati para sahabat mereka dan tema-teman duduk mereka, serta untuk menghibur hati mereka, namun bersama dengan itu mereka menjaga sikap saling menhormati / kewibawaan dan ketenangan. Tambah lagi, kebanyakan senda gurau yang diriwayatkan dari Rasululloh SAW adalah beliau lakukan terhadap para wanita dan anak-anak kecil. Begitu pula para ulama yang mendalam ilmunya yang menyeru kepada Allah, senda gurau mereka dan tertawa mereka adalah sikap mereka untuk turun dari level mereka kepada level / tingkatan orang awam, dan sebagai bentuk kelunakan akhlak mereka dan hal itu baik untuk mereka, namun buruk bagi para pemula. Dan tak ada yang dapat berdiri dalam sikap ini secara adil kecuali orang yang telah memaksa / menundukkan nafsunya dan mengendalikannya dengan ilmu. Kesimpulannya bahwa mengetahui bagaimanakah senda gurau yang tidak terlalu berlebihan adalah kemampuan orang yang telah kokoh dan mendalam ilmunya. Namun sebagaimana telah diketahui bahwa wajah yang berseri-seri termasuk akhlak orang-orang muslim yang salih, mak hendaklah itu jangan hilang dari dirimu. 
Tersebut dalam hadits: 
إِنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ 
Artinya: “Sesungguhnya termasuk kebaikan adalah engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri-seri / murah senyum.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar