Total Tayangan Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

penjelasan wasiat Al-Habib Abdulloh Alhaddad: tentang menghindari sifat hasud / iri hati, 'ujub (bangga diri) dan sombong

Kemudian sang penggubah nazhom ini berkata:
وَنَزِّهِ الصَّدْرَ مِنْ غِشٍّ وَمِنْ حَسَدٍ * وَجَانِبِ الْكِبْرِ يَا مِسْكِيْنُ وَالْعُجُبِ
Dan bersihkanlah dadamu (yakni hatimu) dari dengki, dan dari iri hati, dan jauhilah sifat sombong wahai miskin (orang yang patut dikasihani) dan juga jahilah sifat ‘ujub (berbangga dengan amal baik). 

Yakni jagalah hatimu dari tidak adanya sikap murni kepada sesama muslim, dan dari berangan-angan agar nikmat hilang dari saudaramu sesama mu’min, jagalah dirimu dari itu semua dan daripada menampakkan sikap yang berlainan dari isi hatimu, dan menjauhlah dari sikap sewenang-wenang dan bangga terhadap diri sendiri dan tehadap amal perbuatan, sebab engkau adalah hamba yang lemah, hina lagi miskin, tidaklah pantas semua hal itu untukmu. Sebab kesombongan dan keagungan adalah termasuk sifat-sifat ketuhanan. Sedangkan engkau adalah salah satu dari para hamba Allah, tidaklah layak engkau bersifat dengan sifat tersebut. Adapun tipu menipu, dan iri adalah sifat-sifat setan, maka bersihkanlah dirimu dari hal-hal semacam itu. 
Al-Habib Abdulloh Al-Haddad dalam bait ini telah mengumpulkan perintah untuk menjauhkan diri dan memberishkannya dari penipuan, iri, sombong, dan bangga diri. Keempat akhlak ini termasuk dosa besar dan perbuatan keji yang dapat membinasakan. 
Diriwayatkan bahwa Rasululloh SAW ditanya tentang sebaik-baik manusia, maka beliau menjawab: yaitu orang yang bertaqwa hatinya, lagi bersih, yang tak ada pengkhianatan, maksud-maksud buruk, dengki, dan tidak pula iri.” 
Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW, beliau bersabda:
لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ 
Artinya: “Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian hingga dia senang bagi saudaranya apa yang dia senangi untuk dirinya sendiri.” 
Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW, beliau bersabda:
إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ  إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ  إِنَّ الدِّيْنَ النَّصِيْحَةُ 
Artinya: “Sesungguhnya agama adalah kemurnian sikap, sesungguhnya agama adalah kemurnian sikap, sesungguhnya agama adalah kemurnian sikap.” 
Diriwayatkan pula dari Nabi SAW:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا وَالْمَكْرُ وَالْخَدِيْعَةُ وَالْخِيَانَةُ فِي النَّارِ  
Artinya: “Barangsiapa yang menipu kami (kaum mu’minin) maka dia bukanlah golongan kami, sedangkan maker, rekadaya, dan khianat adalah di dalam neraka tempatnya.” 
Adapun sifat hasud / iri maka itu merupakana musibah besar bagi agama seseorang. Bagaimana tidak? Sedangkan orang yang hasud membenci / tidak suka terhadap apa yang telah diputuskan oleh Allah SWT dan telah ditentukan-Nya dengan kebijaksanaan-Nya. Sedang Allah Maha Mengetahui. 
Al-Imam Al-Ghozzaliy berkata: “Iri adalah salah satu pintu menuju hati yang mana setan masuk melaluinyakepada hati orang yang iri. Orang yang iri pada hakikatnya adalah menentang Allah SWT dalam keputusan-Nya dan ketentuan-Nya. Sebab dia menginginkan hilangnya nikmat yang telah Allah berikan kepada hambanya dan membenci pemebrian nikmat itu. Maka musibah apa yang lebih berasa daripada ketidak-senangan atas ketenangan orang muslim lain, padahal itu tidak membawa mudarat apapun pada dirinya. Itulah yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT:
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّفْرَحُوْا بِهَا... (آل عمران: 120)
Artinya: “Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat benccana, mereka bergembira karenanya…” (Q.S Aalu ‘Imroon: 120) 
Dan Allah pun berfirman dalam sebuah pernyataan pengingkaran terhadap orang yang hasud itu:
أَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلَى مَا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ... (النساء: 54)
Artinya: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (yakni Nabi Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?” (Q.S An-Nisaa’: 54) Allah SWT juga memuji kepada suatu kaum karena mereka tidak memiliki sifat iri / hasud, firman-Nya:
...وَلاَ يَجِدوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوْا... (الحشر: 9) 
Artinya: “…Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin)...” (Q.S Al-Chasyr: 9) yakni tidak menjadi sempit dadanya dan tidak mengeluh karena itu. 
Rasululloh SAW bersabda:
اَلْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Artinya: “Sifat hasud / iri dapat memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan / membakar kayu bakar.” 
Rasululloh SAW juga bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَقَاطَعُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا 
Artinya: “Janganlah kalian saling iri, janganlah kalian saling memutuskan hubungan, janganlah kalian saling membelakangi, janganlah kalian saling benci, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” 
Rasululloh SAW bersabda:
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الأُمَمِ مِنْ قَبْلِكُمْ اَلْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ وَالْبَغْضَةُ هِيَ الْحَالِقَةُ لاَ أَقُوْلُ حَالِقَةُ الشَّعْرِ وَلَكِنْ حَالِقَةُ الدِّيْنِ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لاَتَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلَنْ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا أَفَلاَ أُنَبِّئُكَمْ بِمَا يُثْبِتُ ذَلِكَ لَكُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Artinya: “Telah merayap pada diri kalian penyakit ummat-ummat sebelum kalian yaitu: iri dan saling membenci. Adapun kebencian adalah seuatu yang dapat mencukur, aku tidak berkata: “Dia mencukur rambut,” akan tetapi mencukur / mengikis agama. Demi Dzat (Allah) Yang mana jiwaku berada dalam ‘tangan’-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akab beriman hingga kalian saling mencintai, Tidakkah kalian mau aku beritahu sesuatu yang dapat menetapkan hal itu (saling cinta) antara kalian. Tebarkanlah salam antara kalian.” 
Rasululloh SAW bersabda:
لاَ تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ ِلأَخِيْكَ فَيُعَافِيْهِ اللهُ وَيَبْتَلِيْكَ 
Artinya: “Janganlah engkau menampakkan kesenangan akan penderitaan saudaramu, sehingga Allah menyelamatkannya dan lalu Dia mengujimu.” 
Sebagian ulama berkata: “Orang yang iri tidak mendapat tempat di majlis-majlis kecuali cela dan kehinaan, dan tidak mendapat apa-apa dari malaikat kecuali laknat dan kebencian, dan tidak mendapat apa-apa dari makhluk kecuali keluh kesah dan kesumpekan, dan tidak mendapat apa-apa ketika sekarat kecuali kepedihan, dan dia tak mendapat apapun ketika berdiri di mahsyar kecuali rasa malu dan siksa.” 
Rasululloh SAW bersabda:
ثَلاَثٌ لاَ يَنْجُوْ مَنْهُنَّ أَحَدٌ اَلظَّنُّ وَالطِّيَرَةُ وَالْحَسَدُ وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنِ الْمَخْرَجِ مِنْ ذَلِكَ إِذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقْ وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ وإِذَا حَدَّثْتَ فَلاَ تَبْغِ 
Artinya: “Ada 3 hal yang mana tidak seorang pun selamat darinya, yaitu: sangka buruk, (percaya kepada) nasib sial, dan sifat hasud / iri. Dan aku akan beritahukan kepada kalian jalan keluar dari 3 hal itu: jika engkau berprasangka janganlah engkau ikuti, jka engkau mempercayai akan nasib sial maka teruslah jalan, dan jika engkau berbicara maka janganlah engkau iri.” Al-Imam Al-Ghozzaliy berkata: “Kemungkinan yang dimaksud jalan keluar dari sifat hasud adalah tidak mengerjakan sifat hasudnya [yakni tidak dia keluarkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan kepada orang yang dihasudinya], dan bahwasanya apa yang terjadi dalam tabiat manusia berupa rasa senang akan hilangnya nikmat dari orang yang dihasudi adalah ssesuatu yang dimaafkan selama dia tidak senang terhadap sikap / tabiatnya itu dengan akalnya dan agamanya.” Bagaimanapun keadaannya, sifat hasud adalah sesuatu yang amat sangat diharamkan, dan tidak terjadi kecuali karena keburuka jiwa / hati seseorang dan kebakhilan atau karena permusuhan atau saling benci atau sifat sombong atau merasa diri mulia atau karena sifat bangga diri atau cinta kedudukan, atau karena ketakutan akan hilangnya tujuan-tujuan yang dia sukai. Itulah sebab-sebab timbulnya sifat hasud, dan dasar-dasar yang menyebabkannya. Dan hasud ini merupakan salah satu hal yang dapat membinasakan seseorang dan mencelakakannya dan termasuk salah satu penyakit hati yang besar. Sebab sifat itu merupakan suatu pengingkaran akan pembagian Allah SWT dan keadilan-Nya yang Dia dirikan dalam kerajaan-Nya, serta menunjukkan ketidaksenangan terhadap keputusan Allah SWT. Ini merupakan tindakan pidana dalam kacamata tauhid, serta kotoran dalam pandangan keimanan. Lebih dari itu (jika engkau iri) engkau telah dengki kepada sesama muslim, dan engkau meninggalkan sifat kemurnian kepada mereka, engkau juga ikut serta iblis dalam menyukai kejelekan dan bencana untuk kaum mu’minin, dan engkau telah menyalahi para nabi Allah dan wali-Nya dalam hal cinta mereka kepada kebaikan untuk kaum muslimin. Adapun sifat ghibthoh (iri yang positif) adalah seseorang suka agar dirinya juga mendapat nikmat yang sama dengan orang yang dihasudinya [tanpa menginginkan hilangnya nimat tersebut dari orang itu], maka ini tidaklah haram. Bahkan dengan sifat ini dapat diambil hikmah-hikmah dari nikmat yang dihasudinya itu. Jika nikmat yang dihasudinya itu wajib maka hukum ghibthoh-nya menjadi wajib, jika sunnah, maka sunnah; jika makruh maka makruh; jika mubah maka mubah; jika haram maka haram. Adapun sifat takabbur, maka itu seperti yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Ghozzaliy yaitu: merasa dirinya besar dan melihat bahwa kedudukannya di atas orang lain. Itu merupakan akhlak batin, sedangkan buahnya adalah sifat takabbur yang nampak dalam tingkah lakunya. Sedangkan akhlak batinnya adalah kibr yakni kecenderungan untuk melihat dirinya diatas orang yang disombonginya. Adapun asal dari sifat kibr / sombong adalah sifat ‘ujub (bangga diri), sedangkan kibr adalah hasilnya, sedangkan takabbur (tingkah laku yang menunjukkan kesombongan) adalah buah dari sifat kibr. Maka kibr jika nampak pada anggota tubuh maka dinamakan takabbur, yakni seperti suka akan kemuliaan tempat di majlis-majlis, tidak mau menerima kebenaran, berapi-api jika memberi wejangan, tidak ada kelemah lembutan terhadap orang lain, dan mengungkit-ungkit kebaikannya serta suka memperbudak orang lain, dan menganggap orang lain seperti keledai karena memandang remeh. 
Allah berfirman tentang celaan terhadap orang yang sombong:
...إِنَّ  فِيْ صُدُوْرِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَّا هُمْ بِبَالِغِيْهِ... (المؤمن: 56) 
Artinya: “…tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya. (Q.S Al-Mu’min: 56)” Dan Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ (المؤمن: 60)
Artinya: “…Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diridari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (Q.S Al-Mu’min: 60) 
Allah juga berfirman:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ... (الأعراف: 146) 
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku…” (Q.S Al-A’rof: 146) 
Dikatakan dalam tafsir makna dari ayat tersebut adalah “Aku akan menghalangi hati-hati mereka dari alam malakut (alam ghaib).” Ada pula yang mengatakan maknanya: “Aku akan angkat pemahaman Al-Qur’an dari hati mereka.” Ada pula yang mengatakan maknanya adalah: “Aku akan palingkan merekka dari memikirkan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran-Ku.” 
Allah berfirman:
اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُوْنَ (الأنعام: 93)
Artinya: “…Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Q.S Al-An’am: 93) 
Bahaya sifat sombong adalah besar sekali dan menakutkan. Dan karenanya banyak dari para ulama dan orang-orang zuhud dan ahli ibadah lebih-lebih lagi orang awam. Penyakit sombong ini juga merupakan penghalang yang besar dari Allah SWT dan dari masuk surga-Nya. Bagaimana tidak, sedangkan orang yang memiliki penyakit sombong ini tidak dapat tawadhu’ / rendah hati yang mana itu merupakan pokok akhlak dari orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana akan datang keterangannya. Orang yang sombong itu pun tak dapat meninggalkan rasa amarah dan dengki serta iri. Orang yang mengidap penyakit sombong juga tidak dapat menerima nasihat, menahann amarah, da terus menerus berada dalam kesungguhan terhadap Allah dan kemurnian sesama orang mu’min. sedang itu semua adalah akhlak orang-orang mu’min dan pintu surga, dan semua akhlak itu di tinggalkan oleh orang-orang yang sombong. 
Oleh karena itu Rasululloh SAW bersabda:

 لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلاَ يَدْخُلُ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِن إِيْمَانٍ 
Artinya: “Tidak masuk surga orang yang ada di hatinya sebesar zarrah (sesuatu yang terkecil) dari pada kibr / sifat sombong, dan tidak masuk neraka seorang yang di hatinya ada sebesar biji sawi dari keimanan.” 
Allah SWT berfirman:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلاَ يَدْخُلُ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِن إِيْمَانٍ
Artinya: “Dikatakan (kepada mereka): “Masukilah pintu-pintu neraka jahannam itu sedang kalian kekal di dalamnya.” Maka neraka jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S Az-Zumar: 72) 
Allah SWT juga berfirman:
...كذَلكَ يَطْبَعُ اللهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ (المؤمن: 35) 
Artinya: “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Q.S Al-Mu’min: 35)
Rasululloh SAW bersabda:
يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ذَرًّا فِيْ مِثْلِ صُوَرِ الرِّجَالِ يَعْلُوْهُمْ كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الصِّغَارِ ثُمَّ يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ فِيْ وَادِيْ جَهَنَّمَ يُقَالُ لَهُ بُولَسُ تَعْلُوْهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقُوْنَ مِنْ طِيْنَةِ الْخَبَالِ وَعَصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ 
Artinya: “Orang-orang yang menyombongkan diri akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam seperti semut yang amat kecil dengan rupa semisal manusia yang mana segala sesuatu lebih tinggi darinya kemudian mereka digiring ke penjara di salah satu lembah di jahannam yang disebut ‘Buulas’ yang dipenuhi dengan api yang sangat bergejolak dan mereka diberi minum dengan minuman thiinatul khobal (lumpr yang membinasakan) dan perasan air daripada penduduk neraka.” 
Rasululloh SAW juga bersabda:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَائِيْ وَالْعَظَمَةُ إِزَارِيْ فَمَنْ نَازَعَنِيْ وَاحِدا مِنْهُمَا أَلْقَيْتُهُ فِيْ جَهَنَّمَ
Artinya: “Allah SWT berfirman: “Kesombongan adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku, maka barangsiapa yang merebut keduanya dari-Ku maka Aku akan lemparkan dia ke Jahannam.” 
Rasululloh SAW bersabda:
مَنْ تَعَظَّمَ فِيْ نَفْسِهِ وَاخْتَالَ فِيْ مَشْيِهِ لَقِيَ اللهُ تَعَالَى وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ 
Artinya: “Barangsiapa yang menganggap besar / agung dirinya dan sombong dalam gaya berjalannya maka dia akan bertemu dengan Allah SWt sedang Dia murka kepadanya.” 
Rasululloh SAW bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ يَتَبَخْتَرُ فِيْ بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ إِلاَّ خَسَفَ اللهُ تَعَالَى بِهِ الأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Sementara seorang laki-laki sedang melenggang (dengan sombong) dalam pakaiannya dan dia merasa bangga terhadap dirinya kecuali Allah akan menenggelamkannya di bumi, maka dia akan terbenam di dalam bumi hingga hari kiamat.” 
Termasuk penyakit orang yang sombong, dia suka jika orang-orang berdiri untuknya, dan suka berdirinya orang dihadapnnya. Termasuk penyakit sombong ini adalah dia tak suka mengunjungi orang (namun ingin dikunjungi), dan dia tidak mau orang lain duduk dekat-dekat dengannya. Termasuk penyakit sombong adalah dia tidak mau membawa barangnya ke rumahnya. Diantaranya juga ialah dia merasa berat / tidak senang jika kawannya dipuji, dan dia merasa berat untuk ke pasar untuk menunaikan hajat orang-orang miskin. Adapun ‘ujub / penyakit bangga diri maka ini termasuk hal-hal yang membinasakan dan merusak amal kebaikan. Maksud membanggakan diri adalah merasa banyak amalnya dan besarnya nikmat yang dia terima bersama itu dia lupa bahwa Allah-lah Yang mengaruniakan smua itu kepadanya tanpa ada usaha dan rekadaya dari dirinya serta tanpa dia pantas menerimanya. Orang yang membanggakan diri adalah dibenci di sisi Allah SWT, jauh dari segala kebaikan, seandainya bukan karena terputusnya dia dalam perbuatan baik maka pastilah ia menyangka bahwa dirinya telah cukup dari amal. Bagaimana tidak? Sedangkan ‘ujub adalah asal dari penyakit sombong serta mengundang penyakit itu dan dapat menyebabkan seseorang lupa akan dosanya dan menganggap kecil , dan dia tak berusaha memperbaiki diri dari dosa itu. Orang yang bersifat ‘ujub selalu mengungkit-ungkit amalnya terhadap Allah SWT dan kepada makhluk-Nya, dan dia menyangka bahwa dia berada di suatu posisi yang dekat dengan Allah serta dia merasa aman dari rekadaya / azab Allah.
...فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسْرُوْنَ (الأعراف: 99) 
Artinya: “Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Q.S Al-A’roof: 99) 
Dikatakan pula bahwa sifat membanggakan diri adalah merasa banyak ketaatannya, dan mengaku sebagai orang yang kuat untuk melaksanakan ketaatan. Atau sifat ‘ujub adalah selalu mengingat-ingat amal baik dan melupakan dosa-dosa. Atau ‘ujub adalah buta dari melihat pertolongan Allah terhadap dirinya dan meninggalkan tuntutannya kepada jiwanya untuk bersungguh-sungguh. Atau ‘ujub adalah penghalang yang ada di hati yang menghalangi dari ‘melihat’ Tuhan / Allah. 
Allah berfirman:
....فَلاَ تُزَكُّوْا أَنْفُسَهُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى (النجم: 32) 
Artinya: “…;maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” (Q.S An-Najm: 32) 
Rasululloh SAW bersabda:
ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Artinya: “Ada 3 hal yang dapat membinasakan: sifat kikir keterlaluan yang ditaati,hawa nafsu yang diikuti, dan seorang yang membanggakan dirinya.” 
Rasululloh SAW juga bersabda:
لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَخَشِيْتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ اَلْعُجْبُ
Artinya: “Seandainya kalian tidak berdosa sungguh aku khawatir atas kalian dengan sesuatu yang lebih besar daripada dosa itu yaitu sifat ‘ujub / bangga diri.” Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW:
لَوْ كَانَ رَجُلاً يُجَرُّ عَلَى وَجْهِهِ مِنْ يَوْمِ وُلِدَ إِلَى يَوْمِ يَمُوْتُ هَرَمًا فِيْ مَرْضَاتِ اللهِ تَعَالَى لَحَقَرَهُ الْعُجْبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Seandainya seseorang ditarik di atas wajahnya mulai dari hari dia dilahirkan hingga hari dimana dia mati dalam keadaan tua renta dalam ridho Allah SWT, pastilah dia akan dihinakan oleh sifat ‘ujub (yang pernah dia lakukan) pada hari kiamat.” 
Dalam riwayat lain:
وَلَوَدَّ أَنَّهُ رُدَّ إِلََى الدُّنِيَا كَيْمَا يَزْدَادُ مِنَ اْلأَجْرِ وَالثَّوَابِ 
Artinya: “dan pastilah dia sangat ingin untuk dikembalikan ke dunia supaya dia dapat menambah pahala dan ganjarannya.” Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِعَمَلٍ لَوْ وُضِعَ عَلَى جَبَلٍ َلأَثْقَلَهُ فَتُقَوَّمُ النِّعْمَةُ مِنْ نِعَمِ اللهِ تَعَالَى فَتَكَادُ تَسْتَنْفِدُ ذَلِكَ كُلَّهُ لَوْلاَ مَا يَتَفَضَّلُ بِهِ مِنْ رَحْمَتِهِ
Artinya: “Demi Dzat Yang mana jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya seseorang pasti akan datang pada hari kiamat dengan membawa sebuah amalan yang mana seandainya amalan itu diletakkan di atas sebuah gunung pasti akan memberatkan gunung itu, lalu diukurlah dengan salah satu nikmat dari sekian banyak nikmat Allah, maka hampir-hampir nikmat itu menghabiskan seluruh amalannya, seandainya tidak karena rahmat / kasih sayang yang dikaruniakan Allah kepadanya.” 
Pernah ditanyakan kepada ‘Aisyah – semoga Allah meridhoinya - : “Kapakankah seorang menjadi seorang yang buruk (di ‘mata’ Allah)?” ‘Aisyah menjawab: “Jika dia telah menyangka bahwa dirinya adalah orang baik.” 
Rasululloh SAW bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يُنْجِيْهِ عَمَلُهُ قَالُوْا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحِمَتِهِ 
Artinya: “Tidak ada seorangpun dari kalian yang dapat diselamatkan oleh amalnya.” Para sahabat bertanya: “Termasuk anda Ya Rasululloh?” Beliau bersabda: “Termasuk saya. Hanya saja Allah telah meliputi saya dengan rahmatnya.” Kita mohon kepada Allah agar Dia meliputi kita dengan rahmat / kasih sayang-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar