Setelah Al-Habib Abdulloh Al-Haddad menyuruh untuk bersifat tawadhu’ dan menjelaskan bahwa itu adalah akhlak orang-orang yang baik, dan menyuruh untuk meneladani mereka, beliau lalu memperingatkan kita agar kita tidak mengikuti akhlak orang-orang yang jahil, sombong, tertipu, dungu, dan berbangga diri, beliau berkata:
وَاحْذَرْ وَإِيَّاكَ مِنْ قَوْلِ الْجَهُوْلِ أَنَا *
وَأَنْتَ دُوْنِيْ فِي فَضْلٍ وَفِيْ حَسَبِ
Dan hati-hatilah terhadap perkataan orang-orang dungu / bodoh: “Saya adalah yang paling hebat dan engkau di bawah saya dalam hal keutamaan dan derajat.”
فَقَدْ تَأَخَّرَ أَقْوَامٌ وَمَا قَصَدُوْا * نَيْلَ الْمَكَارِمِ وَاسْتَغْنَوْا بِكَانَ أَبِيْ
Sebab terkadang suatu kaum mundur sedangkan mereka tidak bermaksud untuk memperoleh kemuliaan-kemuliaan dan mereka merasa cukup dengan (mengatakan): “Dahulu ayah saya begini dan begitu.”
Yakni jagalah dirimu daripada mengikuti orang-orang yang jahil, yakni dengan berkata: “Saya adalah seorang yang pandai Al-Qur’an, saya adalah orang alim, saya orang yang waro’ (hati-hati dalam masalah agama), saya ahli ibadah” dan semacamnya atau berkata: Siapakah yang lebih alim dariku? Siapa yang lebih pandai membaca Al-Qur’an dariku? Siapa yang lebih waro’? Siapa yang lebih rajin ibadahnyaa dariku? Saya Adalah fulan puteranya si Fulan sedangkan engkau hai Fulan dibawahku dalam hal ilmu atau kemuliaan atau kedermawanan atau dalam hal harta atau nasab / keturunan atau agama. Sebab banyak pula yang tertipu dengan hal ini yakni sebagian daripada orang-orang yang dungu. Dengan sebab itu merek terlambat atau tertinggal dari memperoleh kebaikan dan derajat yang tinggi, serta akhlak yang luhur. Mereka merasa cukup dengan kata-kata mereka: “Ayahku adalah Fulan bin Fulan.” Namun mereka tidak mengikuti orang-orang yang bak lagi salih dari para ayah dan kakeknya itu. Orang-orang itu tidak mengikuti pendahulunya dalam hal amal, akhlak, dan perilaku yang baik. Itu semua termasuk kebodohan yang sangat buruk, dan kedunguan yang keterlaluan, serta kesalahan yang amat jelas, kesombongan yang kuat serta sifat bangga diri dan tertipu oleh nafsunya. Oleh karenanya, menganggap diri suci adalah sebuah perbuatan tercela walaupun benar. Seandainya pun seseorang adalah orang yang paling bertaqwa, paling banyak beramal, paling banyak ibadahnya, kemudian dia sombong kepada manusia dan berbangga diri maka Allah akan menghapuskan ketaqwaannya dan membatalkan (pahala) ibadahnya. Lalu bagaimanakah dengan nasib orang jahil yang mencampur-adukkan antara kemaksiatan dengan ketaatan lalu dia menyombongkan diri dengan taqwa orang lain (yang bukan ketaqwaannya), yakni taqwa para ayah dan kakeknya. Dalam hadits Rasululloh SAW tersebut:
يَظْهَرُ
قَوْمٌ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ يَقُوْلُوْنَ: مَنْ أَقْرَأُ مِنَّا مَنْ أَعْلَمُ
مِنَّا مَنْ أَفْقَهُ مِنَّا ثُمَّ قَالَ ِلأَصْحَابِهِ هَلْ فِيْ أُولَئِكَ مِنْ
خَيْرٍ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: أُولَئِكَ مِنْكُمْ مِنْ
هَذِهِ الأُمَّةِ أُولَئِكَ هُمْ وَقُوْدُ النَّارِ
Artinya: “Akan muncul sekelompok kaum yang membaca Al-Qur’an yang mana mereka berkata: “Siapakah yang lebih pandai membaca Al-Qur’an dari saya” “Siapakah yang lebih alim dari saya?” “Siapakan yang lebih pandai dari saya?” Kemudian Rasululloh bersabda kepada para sahabatnya: “Apakah ada kebaikan pada diri mereka itu?” Mereka berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau berkata: “Mereka itu dari golongan kalian, yakni dari ummat ini, mereka itulah bahan bakar api neraka.”
Rasululloh SAW bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ يَفْتَخِرُوْنَ بِآبَآئِهِمُ الَّذِيْنَ مَاتُوْا. هُمْ فَحْمُ
جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُوْنُنَّ أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنَ الْجُعَلِ الَّذِيْ
يُدَهْدِهُ الْخَرْءَ بِأَنْفِهِ. إِنَّ اللهَ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّـيَّةَ
الْجَاهِلِيَّةَ وَفَخْرَهَا بِاْلآبَاءِ. إِنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ
وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ. اَلنَّاسُ بَنُوْ آدَمَ. وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ
Artinya: “Sungguh hendaknya berhenti sekelompok kaum yang berbangga dengan ayah-kakek mereka yang telah mati. Mereka (yakni kelompok kaum itu) adalah bahan bakar neraka jahannam atau sungguh dia lebih hina di sisi Allah daripada kepik (sejenis serangga) yang menjilat kotoran dengan hidungnya. Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan jahiliyah dan kebanggaannya terhadap ayah-kakek mereka. Hanya saja seorang itu adalah seorang mu’min yang bertaqwa atau seorang ahli maksiat yang celaka. Manusia adalah anak-cucu Adam. Sedangkan Adam tercipta dari tanah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar