Semua tulisan di blog ini diwakafkan karena Allah Yang Maha Luhur boleh disebar-luaskan cuma-cuma dengan syarat mencantumkan sumber dan bukan untuk tujuan mengambil keuntungan, bisnis, komersil atau tujuan duniawi yang lainnya.
Total Tayangan Halaman
Sabtu, 15 Februari 2014
penjelasan wasiat Al-Habib Abdulloh Alhaddad: tentang ikhlas dan riya'
Penggubah wasiat ini, Al-Habib Abdulloh bin Alwi Al-Haddad RA berkata:
وَزَيِّنِ الْقَلْبَ بِاْلإِخْلاَصِ مُجْتَهِدًا * وَاعْلَمْ بِأَنَّ الرِّيَا يُلْقِيْكَ فِي الْعَطَبِ
Hiasilah hati dengan sifat ikhlash (kemurnian) secara sungguh-sungguh * dan ketahuilah bahwa sesungguhnya riya’ (pamer kebaikan) akan melemparkanmu dalam kehancuran.
Sang PEnggubah wasiat ini – semoga Allah memberi kita manfaat dengannya – memerintahkan kita agar menghiasi hati dengan keikhlasan semampu kita. Sebab ikhlas itu ruhnya semua amal. Bahkan keikhlasan adalah agama Islam itu sendiri. Allah berfirman:
... (البينة: 5)
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus,…” (Q.S Al-Bayyinah: 5)
Allah juga berfirman:
... (الزمر: 3)
Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Q.S Az-Zumar: 3)
Rasululloh SAW bersabda:
مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى اْلإِخْلاَصِ ِللهِ تَعَالَى وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ فَارَقَهَا وَاللهُ عَنْهُ رَاضٍ
Artinya: “Barangsiapa yang meninggalkan dunia atas ikhlas karena Allah SWT yang Esa, tiada sekutu baginya, dan mendirikan salat dan menunaikan Zakat maka ia meninggalkan dunia dalam keadaan Allah rela kepadanya.”
Rasululloh SAW juga bersabda:
أَخْلِصْ دِيْنَكَ يَكْفِكَ الْعَمَلُ الْقَلِيْلُ
Artinya: “Murnikanlah agamamu maka cukuplah amal yang sedikit bagimu.”
Suatu kali Rasululloh di Tanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلإِيْمَانُ؟ قَالَ: اْلإِخْلاَصُ
Artinya: “Ya Rasululloh, Apakah iman itu?” Beliau bersabda: “Ikhlash”
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW:
طُوْبَى لِلْمُخْلِصِيْنَ أُولَئِكَ مَصَابِيْحُ الْهُدَى تَنْجَلِيْ عَنْهُمْ كُلُّ فِتْنَةٍ ظَلْمَاءَ
Artinya: “Beruntunglah orang-orang yang ikhlash. Mereka itu adalah lentera-lentera petunjuk yang mana mereka bersih dari segala fitnah yang kelam.”
Diriwayatkan pula dari Rasululloh SAW:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَخْلِصُوْا أَعْمَالَكُمْ للهِ تَعَالَى فَإِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ اْلأَعْمَالِ إِلاَّ مَا خَلَصَ لَهُ
Artinya: “Wahai manusia ikhlaskanlah / murnikanlah amal-amal kalian untuk Allah SWT sebab Allah tidak akan menerima amal-amal kecuali amal yang ikhlas / murni untuk-Nya.”
Al-Junaid – semoga Allah merahmatinya – berkata: “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang memiliki akan sehat, ketika mereka berpikir mereka mengetahui, ketika mereka telah mengetahui, mereka beramal, ketika mereka beramal mereka mengikhlaskan amalnya, maka keikhlasan mereka itu menyeru mereka kepada pintu-pintu kebaikan yang lain.” Sahal bin Abdulloh At-Tustariy RA pernah ditanya: “Apakah yang paling sulit atas jiwa?” Dia berkata: “Keikhlasan.” Sebab jiwa tidak memiliki bagian apapun dalam keikhlasan.” [yakni murni dengan pertolongan Allah]. Yusuf bin Al-Hasan berkata: “Sesuatu yang paling berharga di dunia ini adalah keikhlasan.”
Al-Habib Abdulloh Al-Haddad dalam sebagian perkataannya mengatakan: “Sesuatu yang paling dapat menunjukkan atas keikhlasan seseorang adalah ia tidak peduli kepada kebencian orang dalam mempertahankan kebenaran.”
Bahkan dalam kitabnya yang berjudul An-Nashoo-ichud Diiniyyah Al-Habib Abdulloh Al-Haddad berkata: “Makna ikhlas adalah niat seseorang dalam segala ketaatannya dan amalnya hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengharap ridho-Nya bukan karena tujuan lain seperti pamer kepada manusia atau mencari pujian dari mereka atau tamak rakus akan pujian. Sahl bin Abdulloh At-Tustariy – seemoga Allah merahmatinya - berkata: “Orang-orang yang cerdas telah memikirkan tentang tafsir makna ikhlas dan mereka tidak mendapati kecuali ini: yakni hendaknya gerak dan diamnya dalam keadaan sendiri atau di hadapan orang banyak hanya untuk Allah SWT, tidak dicampuri oleh hawa nafsu dan tidak pula keinginan dunia.”
Oleh karenanya barangsiapa yang beramal karena Allah SWT dan karena pamer kepada manusia maka dia adalah orang yang riya’ dan amalnya tidak akan diterima. Adapun orang yang beramal hanya karena manusia saja, seandainya tidak ada manusian yang melihatnya maka dia tiak akan beramal sama sekali, maka urusan orang ini amatlah bahaya, dan riya’nya adalah riya’ orang-orang munafiq. Kita mohon perlindungan kepada Allah SWT dari hal itu. Maka barangsiapa yang ingin memperoleh hakikat ikhlas hendaklah ia memutus ketamakannya akan dunia dan mematahkan keinginan nafsunya dengan bermujahadah (memeranginya) dan riyadhoh (melatihnya), dan dia memurnikan dirinya hanya untuk akhirat maka dengan begitu dia akan memperoleh keikhlasan. Itulah obat keikhlasan.
Adapun riya’ adalah pernyataan tentang mencari kedudukan dan penghormatan di sisi manusia dengan amal akhirat. Riya’ dapat juga diartikan sebagai: memeperhatikan bentuk zahir dalam amal. Atau senang dengan penglihatan orang lain atas amalnya. Atau dapat pula riya’ diartikan sebagai: mudahnya melakukan ketaatan ketika dihadapan orang banyak.
Dalam wasiatnya diatas penggubah nazhom ini – semoga Allah memberi manfaat dengannya - menyuruh kita untuk menghiasi hati dengan keikhlasan dan mengisyaratkan untuk membersihkan hati ini dari riya’. Adapun makna membersihkan hati (takholli) adalah mensucikannya dari segala hal-hal yang menyibukkan dia dari Allah SWT dari alam semesta ini. sedangkan makna menghiasi hati (tachalli) adalah menghiasinya dengan siaft-sifat yang terpuji. Dan makna tajalli adalah bersinarnya cahaya makrifat dalam hati. Dua istilah yang pertama (yakni takholli dan tachalli) sering disebut sebagai suluuk (menempuh perjalanan menuju Allah), sedangkan yang kedua (yakni tajalli) biasa disebut dengan istilah wushuul (samapai kepada kedekatan dengan Allah). Allah SWT berfirman:
(الشورى: 20)
Artinya: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan diakhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya satu bahagianpun di akhirat.” (Q.S Asy-Syuuro: 20)
Rasululloh SAW bersabda:
مَنْ تَزَيَّنَ بِعَمَلِ اْلآخِرَةِ وَهُوَ لاَ يُرِيْدُهَا وَلاَ يَطْلُبُهَا لُعِنَ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Artinya: “Barangsiapa yang memperbagus amal akhirat sedang dia tidak menginginkan pahal akhirat dan tidak mencarinya maka dia akan dilaknat di langit dan di bumi.”
Dan diriwayatkan pula dari Nabi SAW:
مَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا بِعَمَلِ اْلآخِرَةِ طُمِسَ وَجْهُهُ وَمُحِقَ ذِكْرُهُ وَأُثْبِتَ اسْمُهُ فِي النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang mencari dunia dengan amal akhirat maka akan dibutakan matanya dan dihapus sebutannya dan ditetapkan namanya di neraka.”
Dan juga diriwayatkan dari Nabi SAW:
أيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَشِرْكَ السَّرَائِرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا شِرْكُ السَّرَائِرِ؟ قَالَ: يَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ جَاهِدًا لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ النَّاسِ إِلَيْهِ فَذَلِكَ شِرْكُ السَّرَائِرِ
Artinya: “Wahai manusia hati-hatilah kalian terhadap syirik yang halus.” Mereka bertanya: “Ya Rasululloh apa yang dimaksud syirik halus?” Beliau bersabda: “Seorang laki-laki bangun llau salat dan ia memperbagus salatnya dengan sungguh-sungguh karena ia melihat bahwa orang-orang memandangnya, maka itulah syirik yang halus.”
Dan diriwayatkan pula dari Nabi SAW:
تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْ جُبِّ الْحُزْنِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا جُبُّ الْحُزْنِ؟ قَالَ: وَادٍ فِيْ جَهَنَّمَ تَتَعَوَّذُ مِنْهُ جَهَنَّمُ كُلَّ يَوْمٍ أَرْبَعَمِائَةِ مَرَّةٍ قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَنْ يَدْخُلُهُ؟ قَالَ: أُعِدَّ لِلْقُرَّاءِ الْمُرَائِيْنَ بِأَعْمَالِهِمْ وَإِنَّ مِنْ أَبْغَضِ الْقُرَّاءِ إِلَى اللهِ الَّذِيْنَ يَزُوْرُوْنَ اْلأُمَرَاءَ
Artinya: “Mintalah perlindungan kepada Allah dari jubbul chuzn (jurang kesedihan).” Mereka bertanya: “Ya Rasululloh, apa itu jubbul chuzn?” Beliau bersabda: “Sebuah lembah di neraka jahannam, yang mana jahannam sendiri meminta perlindungan darinya setiap hari 400 kali.” Beliau ditanya lagi: “Ya Rasululloh, Siapa yang bakal memasukinya?” Beliau bersabda: “Dipersiapkan bagi pada ulama yang riya’ (pamer) dengan amal mereka. Dan sesungguhnya termasuk ulama’ yang paling buruk adalah para ulama’ yang mengunjungi umaro’ (pemerintah / pejabat).”
Dalam riwayat lain tersebut:
أُعِدَّ ذَلِكَ الْوَادِيْ لِلْمُرَائِيْنَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَامِلِ كِتَابِ اللهِ وَالْمُتَصَدِّقِ فِيْ غَيْرِ ذَاتِ اللهِ وَالْحَاجِّ إِلَى بَيْتِ اللهِ وَالْخَارِجِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
Artinya: “Dipersiapkan lembah itu untuk para ulama dari ummat Muhammad SAW, untuk para penghafal / ahli Al-Qur’an dan orang yang bersedekah, orang yang hajji, dan orang yang keuar berperang di jalan Allah namun niat mereka bukan karena Allah.”
Yakni jika mereka beramal, maka mereka beramal karena pamer bukan karena Allah SWT. Diriwayatkan dari Rasululloh SAW:
لاَ يَقْبَلُ اللهَ عَمَلاً فِيْهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ رِيَاءً
Artinya: “Allah tidak menerima amal yang di dalamnya ada seberat biji sawi daripada riya’.”
Al-Imam Ali bin Abi Tholib RA berkata: “Orang yang riya’ itu memiliki tanda-tanda: “Dia malas ketika sendirian, dan dia rajin jika di hadapan manusia. Dia menambah amalnya jika dipuji dan dia akan berkurang amalnya ketika dicela.”
Termasuk tanda-tanda riya’ menurut Al-Imam Al-Ghozzali adalah dia akan senang ketika amalnya yang dia lakukan tanpa riya’ diketahui oleh orang. Dan termasuk tanda-tanda riya’ adalah ia senang untuk diperlakukan dengan ramah dan dihormati, dan senang jika ia diberi kelonggaran dalam hal jual-beli karena iabadahnya itu, dan senag ketika diperluas tempat baginya. Intinya, selama seseorang dapat merasakan perbedaan antara yang melihat ibdahanya itu manusia atau hewan maka masihlah terdapat dalam hatinya satu cabang dari riya’. Akan tetapi tidak boleh bagi seorang hamba untuk meninggalkan amal karena takut riya’. Sebab, hal itulah yang menjadi tujuan setan, namun hendaknya ia terus beramal dan mohon ampun serta mengakui (akan kekurangannya). Al Fudhoil bin ‘Iyadh berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik, adapun ikhlas adalah Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar