Mencerca dan mencela adalah jelas perbuatan tak terpuji, tapi mengapa orang masih suka melakukannya?. Padahal Al-Qur’an dalam surat-surat 9:74,79; 12:31,92; 49:11 dan 68:11,30 berbicara soal cela dan cerca. Salah satunya Allah berfirman,
“Celaka berat bagi para pencerca dan pengumpat” (QS. 104:1)
Kebiasaan buruk tersebut agaknya meningkat belakangan ini baik dalam pertemuan umum maupun melalui media massa dan menjadi semacam pekerjaan rutin insan yang tipis iman. Simaklah omongan sebagian orang bila lepas kesibukannya, selalu mengumpat dan mencerca orang lain. Bak kata pepatah “kuman di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sendiri tak ketahuan“.
Allah berfirman dalam kitab suci-Nya yang melukiskan dalam bentuk metafor,
“Orang yang suka mencerca itu ibarat memakan daging saudaranya sendiri sesama muslim”
Dalam suatu riwayat, Nabi SAW bersabda,
“Seorang dikatakan muslim ialah apabila saudaranya sesama muslim selamat dari lidah dan tangannya” (HR. An-Nawawy)
Akhir-akhir ini di media massa banyak orang yang mencerca orang lain, bahkan sudah menjurus pada pelanggaran privasi seseorang dan sudah menjadi kebiasaan. Di tempat-tempat umum seperti di sekolah, kampus, kantor dan lapangan, banyak orang cerca-mencerca, malahan terhadap terhadap sesamanya yang sudah mendahului kita ke alam baka. Karena mudahnya lidah mengucap, hingga cerca dan gosip seperti sesuatu yang lumrah disampaikan. Bahkan sebagian menganggap hal itu sebagai tanda keakraban. Atau ada yang bilang bahwa hal itu menunjukkan sikap yang kritis. Tentu saja itu semua keliru!
Di jaman Nabi SAW, pernah ada orang mencerca sahabat beliau. Baginda Nabi SAW pun lantas bersabda,
“Jangan Anda mencerca para sahabatku!. Seandainya Anda belanjakan harta sebesar gunung Uhud, niscaya amal Anda tak akan dapat mengalahkan jasa para sahabatku” (Muttafaqun alaihi)
Kemudian dalam kesempatan lain, beliau berpesan,
“Jika ada seseorang yang mencerca para sahabatku, katakanlah, ‘Semoga laknat Allah atas kejahatanmu’ “
Pangkal gosip dan cerca adalah lidah. Diriwayatkan bahwa Lukman Al-Hakim, seorang arif yang termasyhur itu pernah disuruh majikannya membeli daging yang baik untuk menjamu tetamu yang bertandang. Kemudian Lukman membeli hati dan lidah. Sang majikan marah dan menanyakan mengapa ia membeli hati dan daging. Ia pun menjawab,
“Tidakkah ini daging yang baik seperti yang tuan pesan. Sebab hati merupakan sumber amal perbuatan yang baik, sedangkan lidah dapat menjalin tali persaudaraan. Dari keduanya, seseorang dapat membangun kebajikan”
Pada saat yang lain majikan itu memerintahkan Lukman membeli daging yang busuk, untuk diketahui, kiranya jenis daging apa yang akan dibeli olehnya. Kemudian ia pun pulang dari pasar membawa hati dan lidah. Tersentaklah majikan tersebut dan bertanya kenapa gerangan ia membeli barang yang sama, padahal ia disuruh membeli daging yang paling busuk. Ia menjawab,
“Benar tuanku, ini daging terbusuk. Hati adalah daging yang paling baik dan sekaligus juga yang paling busuk. Ia sumber kedengkian dan rasa congkak. Sedangkan lidah merupakan alat untuk melaknat, mencerca dan mencaci orang lain”
Oleh karena itu jagalah lidah kita dari perbuatan mencerca dan mencela yang dapat merusak segala amal kebajikan, seperti api yang melahap kayu bakar. Bersihkanlah hati dari rasa dendam dan dengki, sebab lidah merupakan cerminan gejolak hati. Bila hati bersih, lidah niscaya tidak akan bertutur kecuali yang baik. Sebaliknya bila hati tercemar, maka lidah akan mudah berkata-kata yang buruk.
[Dikutip dari Sorotan Cahaya Ilahi, M. Baharun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar