Berkatalah penggubah qashidah tersebut, Al-Habib Abdulloh bin ‘Alawiy Al-Haddad, semoga Allah merahmatinya dan memberi kita manfaat dengan berkahnya:
وَصِيَّتِيْ لَكَ يَا ذَا الْفَضْلِ وَاْلأَدَبِ * إِنْ
شِئْتَ أَنْ تَسْكُنَ السَّامِيْ مِنَ الرُّتَبِ
Wasiatku kepadamu wahai yang memiliki keutamaan dan adab * jika engkau
ingin menetapi derajat yang tinggi
وَتُدْرِكَ السَّبْقَ وَالْغَايَاتِ تَبْلُغُهَا *
مُهَنَّأً بِمَنَالِ الْقَصْدِ وَالأَرَبِ
Dan engkau ingin mencapai peringkat juara dan memperoleh segala tujuan
/cita-cita * dalam keadaan senang dan serta tercapai segala maksud dan hajat
تَقْوَى اْلإِلَهِ الَّذِيْ تُرْجَى مَرَاحِمُهُ *
اَلْوَاحِدُ اْلأَحَدُ الْكَشَّافُ لِلْكُرَبِ
Maka
hendaklah ia melazimi (memegang teguh) ketaqwaan kepada Tuhan yang diharapkan
kasih saying-Nya * Yang Maha Tunggal lagi Maha Esa, Yang Maha Menyingkap segala
kesulitan.
Beliau mendahulukan wasiat ketaqwaan sebab hal itu memang menjadi hal yang paling berhak didahulukan. Sebab taqwa adalah wasiat Allah Tuhan Penguasa seluruh alam bagi orang-orang generasi awal dan kemudian, dan perantara yang dapat menghantarkan kepada seluruh kebaikan di dunia dan di hari pembalasan. Taqwa juga merupakan dasar yang kokoh bagi kaum mukminin, dan harta yang paling berharga lagi mulia bagi orang yang sungguh-sungguh. Sebab tiada satu kebaikan pun baik duniawi atau ukhrawi, lahir maupun batin kecuali taqwa merupakan sebab yang menghantarkan kepadanya dan dasar yang kuat untuk kelanggengan dan keabsahannya. Taqwa merupakanhijab Allah yang paling agung yang melindungi dari siksa dan juga perantara yang agung kepada kabar gembira dan kemuliaan di negeri tempat ganjaran (yakni surga). Barangsiapaa berdiri di pintu ketqwaan dan berpegang padanya maka pastilah ia akan selamat, serta beruntung. Al-Imam Al-Ghozzaliy mengatakan: “Ketahuilah bahwa taqwa merupakan harta terpendam yang amat berharga. Jika engkau beruntung mendapatinya maka betapa banyak yang akan keu peroleh dari pada hal-hal yang indah, lagi agung serta ilmu yang banyak dan kerajaan yang besar. Seakan-akan seluruh kebaikan dunia dan akirat terkumpul padanya yakni ketaqwaan. Perhatikanlah betapa banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mengaitkan ketaqwaan dengan banyak kebaikan dan betapa banyak Allah menjanjikan pahala yang besar atasnya dan betapa banyka kebahagiaan yang Allah karuniakan dengan ketaqwaan itu.” Sebagian ulama berkata: “Seandainya tidak ada ayat lain yang menjelaskan tentang keuntungan taqwa tersebut kecuali firman Allah Yang Maha Tinggi:
اَلَّذِيْنَ
ءَامَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ. لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا
وَفِي اْلآخِرَةِ لاَ تَبْدِيْلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ ذلِكَ هُوَ الْفَوْزُ
الْعَظِيْمُ. (يونس: 63 – 64)
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.S Yunus: 63 – 64)
pastilah cukup.
Al-Imam Al-Ghozzaliy – semoga Allah Yang Maha Tinggi merahmatinya – berkata: “Aku katakan: “Bukankah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi lebih mengetahui tentang apa yang baik bagi hamba, dan Dia adalah paling murni / tulus kepada hamba, dan paling kasih dari setiap pengasih. Seandainya di ala mini ada suatu perkara yang lebih baik bagi hamba dan lebih banyak mengumpulkan kebaikan serta lebih banyak pahalanya dan lebih indah dalam peribadatan melebihi perkara ini yakni taqwa maka Allah pasti akan mewasiatkannya kepada para hamba-Nya karena kesempurnaan kebijaksaan-Nya dan keluasan rahmat-Nya. Oleh karenanya, ketika Allah mengumpulkan dan menyeru dalam taqwa ini semua orang baik generasi awal maupun akhir dan membatasinya pada ketaqwaan saja, dari sini kitah mengetahui bahwa itulah puncak (dari segala kebaikan) yang tak dapat dilampaui, dan bahwasanya Allah telah mengumpulkan segala nasihat, petunjuk, pendidikan, dan pengajaran dalam wasiat yang satu ini (yakni taqwa) sebagaimana hal itu dipandang layak dari kebijaksaan-Nya.senadainya kita mencoba untuk meneliti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang menjelaskan masalah ini patilah akan meluas pembahasan ini dan akan panjanglah pembicaraan kita ini. Hanya kepada Allah Yang Maha Tinggi kita memohon tawfiq agar kita dapat bertaqwa dalam setiap keadaan.
As-Sayyid Abdulloh – semoga Allah merahmati beliau – berkata (dalam sebuah karyanya): “Taqwa adalah ungkapan untuk menyatakan tentang pelaksanaan perintah-perintah Allah dan usaha untk menjauhi segala yang diharamkan oleh-Nya baik yang bersifat zahir maupun batin, yang diiringi dengan perasaan pengagungan terhadap Allah serta merasakan kewibawaan-Nya dan takut serta gentar di hadapan-Nya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa taqwa itu terdiri dari empat perkara: melaskanakan dengan sungguh-sungguh segala kewajiban, menjauhi hal-hal yang diharamkan, mengikuti As-Sunnah dan memgang teguh adab (kepada Allah, kepada Rasul-Nya dan kepada seluruh makhluk yang lain).”
Taqwa adalah dasar dari segala dasar Ahli thoriqoh yang mana mereka membangun perkara mereka (hubungan mereka dengan Allah) diatas ketaqwaan tersebut. Sedangkan keutamaan adalah suatu tambahan dan lawannya adalah kekurangan. Yakni taqwa merupakan sejenis keutamaan yang mana orang yang bersifat dengan ketaqwaan mengungguli orang lain dengan sifat mulia itu. Adapun adab menurut kaum sufi adalah sesuatu yang agung, dan manusia dalam hal adab ini terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: Ahli dunia, Ahli agama, dan ahli khusus. Adapun Ahli dunia adab mereka hanya terbatas pada tutur kata yang fasih dan baik, menghafal ilmu-ilmu, nama-nama para raja, sya’ir-sya’ir arab dan berbagai macam keahlian. Sedangkan Ahli agama, kebanyakan adab mereka adalah olah jiwa, mendidik anggota badan, membersihkan hati, menjaga batasan-batasan syari’at, menjauhi kesenangan syahwat, memurnikaan diri untuk beribadah, dan bersegera kepada kebaikan. Adapun adab ahli khususiyyah (orang-orang khusus di sisi Allah) adalah mensucikan hati, menjaga hati, dan menjaga perjanjian (dengan Allah), menjaga waktu, sedikitnya perhatian terhadap lintasan-lintasan hati yang muncul, dan persamaan antara zahirnya dan batin (isi hati)nya, dan menjaga adab dengan baik ketika berdekatan dengan Allah.”
Adapun yang dimaksud oleh Al-Habib Abdulloh Al-Haddad dalam bait di atas pada kata-kata: menetapi derajat yang tinggi, yakni menetapi peringkat yang tinggi dari peringkat-peringkat orang-orang mukmin dan bersifat dengan sifat-sifat orang-orang yang telah wushul (sampai) kepada Allah Yang Maha Tinggi dari kalangan para wali yang mengenal Allah. Kata-kata dengan senang maksudnya ialah tanpa kesulitan atau bersusah payah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar