Total Tayangan Halaman

Minggu, 07 Februari 2010

Sekelumit tentang silaturrachim 1

Kata silaturrahmi diserap dari bahasa Arab secara kurang tepat dalam bahasa Indonesia. Yang benar adalah shilaturrachim, berasal dari dua kata yakni shilah yang berarti menyambung, dan kata rachim yang berarti rahim / tempat janin. Jadi shilaturrachim adalah segala upaya yang dilakukan untuk menyambung hubungan kekerabatan / nasab, walaupun hanya dengan ucapan salam. Sebagaimana sabda Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap terlimpah atas beliau: “Basahilah (yakni perkuatlah) hubungan rachim kalian walaupun dengan ucapan salam.”

Jika kita renungkan, pada hakikatnya semua manusia asalnya adalah satu yakni dari Nabi Adam dan Ibu Hawwa’ – semoga salam tetap atas mereka. Hal ini sebagaimana di tegaskan dala firman Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

Allah berfirman dalam surat An-Nisaa' ayat 1: "Wahai manusia bertaqwalah kalian kepada Tuhan kalian (Allah) yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa (Adam) dan Dia ciptakaan dari jiwa itu pasangannya (Hawwa') dan menyebarlah dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. maka bertaqwalah kepada Allah yang mana kalian selalu saling meminta satu sama lain dengan (nama)Nya dan juga jagalah hubungan rahim, sesungguhnya Allah Maha mengawasi atas kalian.”

Di dalam ayat itu Allah memperingatkan tentang ketaqwaan kepada-Nya dengan menunjukkan kekuasaannya yakni Dia mampu menciptakan manusia yng sedemikian banyaknya jumlah dan ragam bahasa, budaya, dsb hanya dari sepasang manusia. Kemudian Allah jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, bukan untuk saling membanggakan atau saling menghinakan satu sama lain namun sebagai identitas diri untuk saling mengenal satu sama lain. Sebab beberapa orang yang terhimpun dari satu suku pada dasarnya adalah satu kerabat. Tidak kah kita perhatikan bahwa seorang batak jika bertemu dengn orang batak yang lainnya mereka pasti merasakan ikatan persaudaraan, apalagi jika berasal dari satu marga. Tidakkah juga kita perhatikan bahwa semua marga-marga itu akan bermuara pada suatu suku, dan suku-suku itu bermuara pada suatu bangsa, dan semua bangsa itu akan bermuara pada satu asal yaitu Adam dan Hawwa’ – semoga salan tetap atas mereka. Ini sebagaimana Allah firmankan dalam surat Al-Hujurot ayat 13: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian salng kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa semua dari kita adalah keluarga besar Adam dan Hawwa’; dan silaturrachim dalam tataran ini adalah silaturrachim secara umum dan dalam makna yang paling luas. Sedangkan silaturrachim yang biasa kita kenal adalah dalam maknanya yang lebih khusus, yakni menyambung hubungan kekerabatan dengan kerabat yang masih memiliki hubungan machrom dengan kita, menyambung hubungan dengan mereka adalah yang lebih utama. Barulah setelah itu, lebih luas lagi adalah menyambung hubungan dengan kerabat kita yang masih ada hubungan nasab dengan kita walaupun tidak memiliki hubungan machrom.

Rasululloh dan seorang pengemis buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya: "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan
dipengaruhinya."

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau -. Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau -, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - yakni Abubakar - semoga Allah meridhoinya - berkunjung ke rumah anaknya Aisyah - semoga Allah meridhoinya - yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - dan beliau bertanya kepada anaknya itu: "Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?"

Aisyah - semoga Allah meridhoinya - menjawab: "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja." "Apakah Itu?" tanya Abubakar - semoga Allah meridhoinya -. "Setiap pagi Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau - selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana", kata Aisyah - semoga Allah meridhoinya -.

Keesokan harinya Abubakar - semoga Allah meridhoinya - pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar - semoga Allah meridhoinya - mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar - semoga Allah meridhoinya - mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu? Abubakar - semoga Allah meridhoinya - menjawab: "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)". pengemis itu berkata: "Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku".

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar - semoga Allah meridhoinya - tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau -.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar - semoga Allah meridhoinya -, dan kemudian berkata, Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar - semoga Allah meridhoinya - saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah - semoga Allah senantiasa melimpahkan sholawat dan salam atas beliau  dan keluarga beliau -? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanun naas akhlaqon, manusia yang paling mulia akhlaqnya.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu...

Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya? MasyaAllah.. ..macam meter taxi....jalan terus.

Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.

1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan
hasanah.

2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda
dapat hasanah.

4. Bantu pendidikan seorang anak.

5. Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, Anda dapat
hasanah.

6. Bagi CD Quran atau Do'a.

7. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.

8. Tempatkan pendingin air di tempat umum.

9. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung
dibawahnya, Anda dapat hasanah.

10. Bagikan email ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah
satu dari hal diatas,
Anda dapat hasanah sampai hari Qiamat.

Aminnnnnn...

Kamis, 04 Februari 2010

Sekilas tentang bulan Shofar

Bulan Shofar adalah bulan ke dua dalam deretan bulan-bulan hijriyyah, setelah bulan Muharram. Yang mana orang-orang jahiliyah sering mempercayai nasib sial dan mengaitkannya dengan bulan shofar. Hal ini dan kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang lain di berantas oleh Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau. Salah satunya seperti tampak pada hadits beliau dibawah ini yang diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy dan Muslim dari sahabat Abu Huroiroh – semoga Allah meridhoinya.
Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau – bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
Artinya: “Tidak ada penularan penyakit, tidak ada kepercayaan akan nasib sial, tidak ada kepercayaan terhadap burung hantu, tidak ada nasib sial pada bulan shofar.”
Maksud dari ‘tidak ada penularan penyakit’ adalah orang-orang jahiliyah mempercayai bahwa seekor hewan atau seorang yang mengidap penyakit menular dapat menularkan penyakitnya begitu saja tanpa campur tangan Allah, dan mereka melupakan bahwa Allah ada di balik semua itu. Keyakinan inilah yang ingin ditepis oleh Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘tidak ada kepercayaan akan nasib sial’ adalah bahwa orang-orang jahiliyah mempercayai berbagaai macam kepercayaan akan nasib sial di antaranya adalah mereka percaya sekali kepada burung. Jika mereka ingin bepergian maka mereka melepaskan seekor burung, jika mereka melihat burung bergerak kearah kanan mereka akan pergi, namun jika mereka melihat burung bergerak ke arah kiri mereka tidak jadi pergi. Maka Rasululloh melarang mempercayai keyakinan itu dan yang semacamnya, seperti percaya ke[ada hari-hari tertentu yang diyakini sebagai hari nahas / sial. [termasuk pula dalam kategori ini kepercayaan terhadap ramalan bintang].
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘tidak ada kepercayaan terhadap burung hantu’ yakni orang-orang jahiliyah percaya bahwa bahwa jika ada burung hantu terbang / berputa-putar diatas suatu rumah, maka di rumah itu ada yang akan meninggal, dan beberapa kepercayaan lain yang dikaitkan dengan burung hantu. Itu semua ditolak oleh Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau.
Adapun yang dimaksud dengan ‘tidak ada nasib sial dalam bulan shofar’ yakni bahwa orang jahiliyah mempercayai atau mengaitkan bulan shofar dengan kesialan. Hal ini ditepis oleh Rasululloh dengan sabda beliau di atas. Yakni bahwa kesialan atau keberuntungan ada di tangan Allah, kapan saja Dia mamapu memberikannya kepada siapa saja yang dia kehendaki. Maka mintalah keberuntungan kepada-Nya dan berlindunglah kepada-Nya dari kesialan / kecelakaan.
Memang telah diriwayatkan dari sebagian para ulama yang salih bahwa dalam hari rabu terakhir bulan Shofar (jawa: rebo wekasan) Allah menurunkan bala’ untuk waktu setahun ke depan, semuanya diturunkan pada hari itu, lalu diletakkannya antara bumi dan langit, lalu akan diturunkan pada masing-masing waktu yang ditentukan. Sehingga atas dasar ini sebagian orang tidak mau beraktifitas pada hari tersebut. Seharusnya dia berkeyakinan bahwa Allah-lah yang menetukan segala-galanya dan hendaknya dia tetap beraktifitas seraya dia mohon keselamatan dari Allah. sebab bukanlah hari yang membuat celaka atau beruntung namun semua itu di dalam kekuasaan Allah. (ada doa yang di susun oleh para ulama dan di anjurkan untuk dibaca pada bulan shofar, silakan lihat pada blog ini).
Keyakinan-keyakinan tersebut – yakni yang mensugestikan kepada keburukan – semua itu ditolak oleh Nabi – semoga salawat dan salam tetap atas beliau – dan hanya satu yang disukai oleh Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau – yaitu Al-Fa-l yakni sugesti atas kebaikan dari perkataan yang baik. Seumpama, salah seorang dari kita bepergian lalu sampai di kota tujuan yang pertama kali kita temui bernama Hasan (yang artinya: baik) sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits riwayat At-Turmudziy yaitu bahwa beliau tidak suka sugesti atas nasib buruk (tasyaa-um / tathoyyur) namun beliau menyukai sugesti yang baik (tafaa-ul) dan jika beliau pergi untuk suatu keperluan beliau suka untuk mendengar ucapan: Yaa Roosyid [artinya: wahai yang memberi petunjuk].

Doa Shofar dan doa ketika terlintas tathoyyur (kepercayaan terhadap nasib sial)

بسم الله الرحمن الرحيم



اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ.
Ya Allah limpahkanlah salawat ke atas junjungan kami Nabi Muhammad hamba-Mu, Nabi-Mu, dan Rasul / utusan-Mu, Nabi Yang ummiy (tak pandai baca-tulis) dan atas keluarga beliau serta limpahka pula berkah dan salam.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذَا الشَّهْرِ وَمِنْ كُلِّ شِدَّةٍ وَبَلاَءٍ وَبَلِيَّةٍ قَدَّرْتَهَا فِيْهِ يَا دَهْرُ يَا مَالِكَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ يَا عَالِمًا بِمَا كَانَ وَمَا يَكُوْنُ وَمَنْ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ. يَا أَزَلِيُّ يَا أَبَدِيُّ يَا مُبْدِئُ ياَ مُعِيْدُ ياَ ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ يَا ذَا الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ أَنْتَ تَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ.
Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yan ada pada bulan ini, dan dari segala kesulitan, bala dan bencana yang telah engkau takdirkan pada bulan ini wahai Yang Maha Kekal, Wahai Yang memiliki dunia dan akhirat, wahai Yang Maha Tahu apa yang telah dan akan terjadi, dan jika Dia menginginkan sesuatu terjadi dia mengatakan: “Jadilah” maka jadi. Wahai Yang Maha Terdahulu wahai Yang Maha Abadi wahai Yang Maha Memulai, wahai Yang Maha Mengembalikan, Wahai Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan, Wahai Yang Memiliki ‘arsy yang mulia, Engkau melakukan apa yang Engkau kehendaki.
اَللَّهُمَّ احْرُسْ بِعَيْنِكَ نَفْسِيْ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ وَوَلَدِيْ وَدِيْنِيْ وَدُنْيَايَ الَّتِيْ ابْتَلَيْتَنِيْ بِصُحْبَتِهَا بِحُرْمَةِ اْلأَبْرَارِ وَاْلأَخْيَارِ بِرَحْمَتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ يَا كَرِيْمُ يَا سَتَّارُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah jagalah dengan pandangan-Mu diriku, keluargaku, hartaku, anakku, agamaku, dan duniaku yang mana Engkau menguji aku dengannya, dengan kehormatan orang-orang yang baik, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Yang Maha Dermawan, wahai Yang Maha Menutup, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
اَللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ، اِكْفِنِيْ عَنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ.
Ya Allah Wahai Yang Maha Kuat kekuatan-Nya wahai Yang sangat rekadaya-Nya, wahai Yang Maha Perkasa yang mana kepada keperkasaan-Mu tunduklah segala makhluk, cukupkanlah aku dari segala makhluk-Mu, wahai Yang Maha Baik, wahai Yang Maha Memperindah, wahai Yang Maha Memberi karunia, wahai Yang Maha Memberi nikmat, wahai Yang Maha Memulyakan, wahai Yang tiada Tuhan selain Engkau, kasihilah aku dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Dan semoga Allah senantiasa melimpahkan salawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad dan atas keluarga serta para sahabat beliau semuanya.

Jika terlintas pada hati kita tathoyyur (kepercayaan kepada nasib sial) maka dinajurkan oleh Rasululloh – semoga salawat dan salam tetap atas beliau – untuk membaca doa ini:
أَنَا عَبْدُ اللهِ، مَا شَاءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. اَللَّهُمَّ لاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ. اَللَّهُمَّ لاَ يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَ يُذْهِبُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ، أَشْهَدُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ.
Artinya: Saya adalah hamba Allah, apa yang dikehendaki oleh Allah (pastilah terjadi) tiada kekeuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah. Ya Allah tiada nasib sial kecuali nasib sial-Mu, tiada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, dan tiada Tuhan kecuali Engkau. Ya Allah tiada yang dapat mendatangkaan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menghilangkan keburukan kecuali Engkau, saya bersaksi bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada upaya (untuk melaksanakan ketaatan) kecuali dengan (pertolongan) Allah.

Al-Habib Husin bin Abubakar Al'aydarus Luar batang

Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus memiliki silsilah yang sampai kepada Baginda Rasulullah SAW, di mana silsilah beliau yaitu: Al-imam Husein Bin Abu Bakar Bin Abdullah Bin Husein Bin Ali Bin Muhammad Bin Ahmad Bin Husein Ibnil Imam Syamsi Syumus Abdullah Alaydrus Akbar. Beliau dilahirkan di sebuah desa yang bernama Ma’ibad, Hadralmaut Yaman Selatan, dan pada usianya yang ke 11 tahun, beliau ditinggal wafat oleh ayahnya.

Selepas mangkatnya ayahnya, Al-Imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus hijrah ke kota Tarim, dan ternyata di pintu kota Tarim telah menunggu seorang wali besar, yaitu Quthbil Irsyad, Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad, yang langsung menyambut kedatangan dari Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus. Setelah tiba di kota Tarim, beliau didampingi oleh Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad langsung berziarah kepada Sayyidina Faqih Muqaddam Al’imam Muhammad Bin Ali Ba’alawy, Sayyidina Abdurrahman Bin Muhammad Assegaf dan Datuk Beliau Sayyidina Abdullah Alaydrus Akbar. Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad mengatakan kepada beliau bahwa semalam kakekmu, Sayyidina Abdullah Alaydrus Akbar datang kepadaku dan mengabarkan tentang kedatanganmu wahai Husein.

Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus menimba ilmu kepada Quthbil Irsyad, Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad, dan menurut nukilan dari Alhabib Ali Bin Husein Alattas dalam kitabnya Taajul A’rasy mengatakan bahwa Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus sebelum hijrah ke Indonesia, beliau telah mendapatkan mandat kepercayaan dari guru beliau Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad untuk melaksanakan da’watul islam.

Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus kemudian hijrah ke Asia Timur dan sampai di Indonesia, lalu setibanya di pulau Jawa, tepatnya di Pelabuhan Sunda Kelapa, beliau diusir kembali oleh penjajah Belanda. Akhirnya dengan bantuan para Muhibbin di malam hari dengan menggunakan sekoci beliau tiba kembali di Pelabuhan Sunda Kelapa. Beliau kemudian berda’wah di tanah Batavia ini dan pada saat itu penjajah Belanda sangat sensitif kepada para ulama karena di Sunda Kelapa ini masih ada bekas-bekas pertempuran Sunda Kelapa yang berada di bawah pimpinan dari Sunan Gunung Jati Al-imam Syarif Hidayatullah dan Fatahillah, sehingga penjagaannya sangat ketat dan berakibat pada dicurigainya Al-Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus sebagai pemberontak, akhirnya beliau dimasukkan ke dalam penjara, yang berada di sekitar Glodok.

Perjuangan da’wah Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus sangatlah luar biasa, dan salah satu karomah beliau adalah di pagi hari beliau berada di dalam penjara sementara anehnya menjelang maghrib beliau sudah tidak ada di dalam penjara, beliau menyampaikan da’wah-da’wahnya di musholla dan masjid-masjid, sehingga membuat takut para sipir penjara dan akhirnya kepala sipir penjara tersebut meminta agar Habib Husein keluar saja dari dalam penjara tapi beliau menolaknya sampai akhirnya beliau keluar dari penjara dengan keinginannya sendiri.

Pada suatu ketika di dalam perjalanan da’wahnya, Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus melihat seorang tentara Belanda yang memang memiliki akhlak yang baik terhadap beliau, di mana tentara Belanda ini selalu menegur dan ramah terhadap Beliau. Akhirnya Habib Husein memanggilnya dan mengatakan bahwa tentara Belanda tersebut kelak akan menjadi Gubernur, di Batavia. tentara Belanda tersebut berkata sambil tertawa “mana mungkin aku menjadi seorang Gubernur”. Selang beberapa bulan kemudian sang tentara Belanda tersebut dipanggil ke negerinya dan kembali ke Batavia untuk dipercaya menjadi Gubernur.

Sang tentara Belanda yang kini telah menjadi Gubernur teringat akan Habib Husein dan menemui beliau seraya ta’jub atas perkataan dari Habib Husein dan sebagai balasannya Tentara ini memberikan hadiah berupa uang, bahkan emas, tetapi semuanya ditolak oleh Habib Husein. Karena Gubernur tersebut memaksa, Akhirnya Al-habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus berkata bahwa jika Engkau ingin memberiku hadiah, maka berikanlah aku tanah yang berada di luar pelabuhan Sunda Kelapa yang saat itu sedang surut. Tentara belanda tersebut kaget dan berkata percuma bila Aku berikan tanah tersebut, sebentar lagi air akan naik dan daratan itu akan terendam air laut. Al-habib Husein berkata “bila Engkau berikan sekarang, maka mulai saat ini air tidak akan pernah pasang bahkan hingga yaumil qiyamah”.. Allahu Akbar.. sehingga akhirnya diberikanlah tanah tersebut.

Al-habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus memiliki tanah ± 10 hektar dan di atas tanah tersebut, kemudian pertama kali yang dibangun oleh Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus adalah Masjid, kemudian rumah beliau yang saat ini menjadi tempat pusaranya beliau. Dan semenjak itu, dipatok tanah-tanah tersebut yang besarnya ± sampai 10 hektar dengan pilar dan batang-batang sehingga daerah ini dikenal dengan sebutan “Luar Batang”, disebabkan diluar pelabuhan Sunda Kelapa muncullah batang-batang. Di sini beliau bersama salah satu muridnya Haji Abdul Qodir yang merupakan penterjemahnya mengajarkan kepada murid-muridnya yang datang dari Banten, Indramayu, Cirebon, Tuban Gresik dan pelosok-pelosok kota lain di Indonesia.

Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus Wafat pada Malam 17 Ramadhan, akan tetapi mengapa acara haul dari beliau diperingati setiap hari Ahad di akhir bulan Syawwal?

Karena ini merupakan ijtima’ dari para ulama dan habaib yang saat itu berada di bawah pimpinan Mufti Betawi yaitu Alhabib Utsman Bin Abdullah Bin Yahya. Di mana para penjajah saat itu masih menguasai dan transportasi yang sangat sulit sekali serta bertepatan dengan keadaan orang-orang yang sedang berpuasa, sehingga diputuskanlah oleh para ulama dan habaib agar pelaksanaan Haul Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus diadakan pada akhir Ahad bulan Syawwal, di mana setelah orang-orang melaksanakan silaturrahim lebaranan barulah kembali berkumpul dan bersilaturrahim di pusara beliau untuk memperingati Haulnya Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus.

Inilah sekelumit tentang perjalanan dan perjuangan dari Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus. Semoga Allah semakin mengangkat derajat beliau dan semoga kita semua mendapatkan curahan keberkahan, rahasia-rahasia dan ilmu serta karomah dari Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus.. Amin Ya Robbal Alamin.

Al-Habib Abdulloh bin Alwi Alhaddad

Beliau adalah Syeikh Al-Islam, atau mahaguru, penganjur dan pemimpin utama dalam jejak dakwah dan pendidikan, dari keturunan Sayyid, yang mulia, Abdullah bin Alwi Al-Haddad Al-Alawi Al-Husaini Al-Hadrami As-Syafa’i, Imam Ahli zamannya, yang sering berdakwah kepada jalan Allah, berjuang untuk mengembangkan agama yang suci dengan lisan dan penanya yang menjadi tumpuan dan rujukan orang ramai dalam ilmu pengetahuan. Beliau telah dilahirkan di salah sebuah kampung di kota Tarim, iaitu salah satu kota negeri Hadhramaut yang terkenal, pada malam 5 haribulan Safar, tahun 1044 Hijrah. Beliau lalu dibesarkan di kota tersebut, yang terkenal sebagai pusat penetapan kaum Ashraf (keturunan Sayyid) dari keturunan Sayyidina Husin bin Ali bin Abi Thalib. Di sanalah beliau mendapat pelajaran Al-Quranul Karim serta menghafalnya. Di masa kecil, beliau kehilangan pandangannya disebabkan tekanan penyakit cacar. Akan tetapi Allah SWT telah menggantikan pandangan lahir itu dengan pandangan batin. Beliau terus menuntut ilmu agama dan mendalaminya, sehingga menjadi pintar dan jaguh dalam segala selok-beloknya. Kemudian beliau mendampingi para ulama yang terkenal di zamannya, sehingga Allah Ta’ala mengurniakan kekuatan menghafal yang sangat menakjubkan serta fahaman yang luar biasa. Beliau terus bersungguh-sungguh dalam menjalankan amal ibadatnya, menyertakan amal di samping ilmu. Demikianlah cara hidup beliau dari sejak umur remaja hingga ke umur dewasa dan ke umur tua. Kemudian beliau mula bergiat untuk mendidik murid-muridnya, dan membimbing peminat-peminat untuk menuju ke jalan Allah Ta’ala. Lantaran itu, ramailah pelajar-pelajar ang datang mengunjunginya dari merata ceruk dan rantau, sehingga dengan itu tersebar luaslah manfaat yang ditabur oleh beliau ke merata tempat. Beliau sering juga merantau dan mengunjungi beberapa negeri untuk tujuan dakwah dan menyebarkan ilmu pengetahuan, sehingga tersebar luaslah pula pengajaran ilmu agama itu kepada orang ramai. Beliau juga seorang penyair yang berbakat; apabila mengungkapkan syairnya, nescaya mempersonakan. Juga seorang penuls yang puitis. Tulisannya sungguh mengharu dan memikat hati. Apabila berpidato, sering menimbulkan minat untuk mendengar, dan apabila berhuja, sering melumpuhkan. Beliau terkenal seorang pengarang yang jelas segala ibaratnya, kukuh dalam pengolahannya, mendalam segala perbahasannya, meneliti dalam pengambilannya, hujahnya terang, penerangannya mengkagumkan, amat luas interpretasinya. Beliau sering mengukuhkan pembicaraannya dengan ayat-ayat Al-Quranul Karim, dengan hadis-hadis Nabi SAW dan kata bicara dari para tokoh dan imam, untuk mencabut dari gangguan-ganguan dalam diri dan was-was dalam dada setiap yang syubhat dan memperbetulkan setiap buruk sangka, sehingga tiada ditinggalkan sesuatu mushkilah pun melainkan dicelanya, atau sesuatu persoalan pun melainkan dijawabnya. Yang demikian itu dapat diikuti dalam semua karangan-karangannya, umpamanya “An-Nasha’ah Ad-Dinniyah” dan sebuah risalah yang berjudul “Ad-Da’wah At-Tamah”, dan risalah yang lain lagi berjudul “Al-Muzakkarah Ma’a Al-Ikhwan Wal-Muhibbin”, yang lain lagi “Al-Fawassal Al-’Ilmiyyah” dan “Ithaf As-Sa’al Ba’jawabah Al-Masa’al” dan sebuah dewan (kumpulan syairnya) yang terkenal itu. Beliau r.a. telah diwafatkan pada petang hari Selasa, 7 haribulan Dzulkaedah tahun 1132 Hijrah, dan dikebumikan di perkuburan Zanbal, kota Tarim. Moga-moga Alah menggandakannya dengan balasan pahala yang banyak.

Al-Habib Abdulqodir bin Alwi Assegaf Tuban

Auliya’ ini dikenal banyak membawa angin segar bagi umat, terutama di kota Tuban dan sekitarnya. Para auliya’ di jamannya banyak memuji dan mengagungkan beliau

Sosok Habib Abdul Qadir dalam kesehariannya dikenal sebagai pribadi yang ramah tamah, murah senyum dan dermawan. Semua orang yang mengenalnya, pasti akan mencintainya. Tidak heran bila para auliya’ di jamannya banyak memuji dan mengagungkan beliau. Salah satunya, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, beliau selalu mengunjungi semasa hidup mau pun sesudah wafatnya. Wali Kramat dari Empang, Bogor itu bersyair dengan pujian,”Telah bertiup angin segar dari Kota Tuban….” Auliya lain yang sering mengunjunginya adalah Habib Ahmad bin Abdullah Alattas, Pekalongan dan Habib Abdul Qadir bin Quthban.
Habib Abdul Qadir bin Alwy As-Segaf dilahirkan di Seiwun pada tahun 1241 H. Sejak kecil ia telah dididik secara khusus oleh paman beliau, Habib Abdurrahman bin Ali Assegaf. Oleh sang paman, Habib Abdul Qadir selalu diajak berziarah ke tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggalnya di Seiwun. Dalam berziarah ke tempat para auliya’, ia pun pernah menyaksikan kejadian yang menakjubkan hatinya, yakni saat berziarah ke makam Syaikh Umar Ba Makhramah. Dimana, Habib Abdurrahman ketika di dalam kubah makam Syaikh Umar Ba Makhramah, tiba-tiba Syaikh Umar bangun dari kuburnya dan bercakap-cakap dengan Habib Umar. Habib Abdul Qadir menyaksikan kejadian itu secara yaqadzah (terjaga, bukan melalui mimpi).
Habib Abdul Qadir dikenal sejak usia remaja berteman akrab dengan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Sahibul Maulid Simthud Durar) dan Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad. Bahkan di akhir umur Habib Abdullah Al-Hadad pernah berkirim surat kepada Habib Abdul Qadir yang diantaranya berisi,”Sesungguhnya jiwa-jiwa itu saling terpaut.” Tidak lama setelah itu Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad wafat, 27 hari kemudian Habib Abdul Qadir juga wafat. Beliau juga mempunyai hubungan yang istimewa dengan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya) dan Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar (Bondowoso).
Kedekatan hubungan Habib Abdul Qadir dengan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi tidak lepas dari kejadian menimpa Habib Muhammad yang sering kali tidak bisa menguasai diri ketika kedatangan hal (keadaan luar biasa yang meliputi seseorang yang datang dari Allah SWT). Dalam keadaan seperti itu Habib Muhammad tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya.
Suatu saat Habib Muhammad kedatangan hal ketika sedang berjalan, kebetulan saat itu Habib Abdul Qadir sedang berada di dekatnya. Melihat keadaan Habib Muhammad yang hampir tidak sadarkan diri, Habib Abdul Qadir segera menyadarkannya, sehingga Habib Muhammad pun sadar dan melihat Habib Abdul Qadir telah berada di depannya. Mereka berdua akhirnya berpelukan,”Ini adalah sebaik-baik obat,”kata Habib Muhammad dengan raut wajah yang gembira. Sejak itulah, hubungan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi dan Habib Abdul Qadir semakin erat dan saking dekatnya, Habib Muhammad menyatakan bahwa menceritakan tentang keadaaan Habib Abdul Qadir lebih manis dari madu. Kecintaan itu juga oleh Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi diungkapkan dalam syair:
Wahai malam yang penuh cahaya/
Semua permintaan telah terkabul/
Hari ini aku datang ke Tuban di awal bulan/
Putra Alwi yang kucintai/
Kelezatannya tiada bandingan/
Dia lah pintu masuk dan pintu keluar kita/
Obat bagi yang kena segala penyakit/
Dari hatinya memancar rahasia sempurna/
Semoga dengan berkahnya, dosa dan salah kita diampuni//

Pernah suatu ketika Habib Abdul Qadir dalam perjalanan pulang dari haji bersama rombongan dengan mempergunakan perahu. Ternyata perahu yang dinaikinya berlubang, air pun masuk menerobos dengan deras ke dalam perahu. Orang-orang panik dan segera mengurasnya. Tapi, air yang masuk bukan semakin habis, malah semakin banyak dan memenuhi seluruh perahu hingga hampir tenggelam. Keringat dan air laut berpadu membasahi pakaian yang dikenakan mereka yang tengah berusaha dengan keras menguras air dalam perahu. Para penumpang menangis karena putus asa.
Melihat hal itu Habib Abdul Qadir segera masuk ke dalam bagasi kapal beserta dua isterinya. Setelah menutup pintu beliau berdoa sambil mengangkat tangannya memohon kepada Allah. Tiba-tiba datanglah empat orang lelaki yang telah berdiri di hadapannya, kemudian salah satunya menepuk punggungnya.”Hai Abdul Qadir! Aku Umar Muhadar,”katanya sambil memperkenalkan tiga orang yang ada disebelahnya,”Ini kakekmu, Alwi bin Ali bin Al-Faqih Al-Muqaddam. Itu kakekmu, Abdurrahman Assegaf dan yang itu Syaikh Abu Bakar bin Salim.”
Setelah itu lelaki tersebut menyuruh Habib Abdul Qadir menguras air dan keempat lelaki asing itu pun lalu menghilang.
“Apakah kalian melihat empat orang tadi?” tanya Habib Abdul Qadir kepada kedua isterinya.
“Tidak,” jawab mereka.
Habib Abdul Qadir segera keluar dan menyuruh para penumpang untuk menguras kembali air laut yang masuk ke dalam perahu. Tak berapa lama kemudian, perahu besar itu sudah tidak berisi air lagi. Ternyata lubang tadi telah lenyap, papan-papannya tertutup rapat seakan tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Dikisahkan pula, suatu malam Habib Abdul Qadir bermimpi, dalam mimpinya ia bertemu Nabi SAW tengah menuntun Habib Hasan bin Soleh Al-Bahr. Lalu Nabi SAW menyuruhnya membaca Doa Khidir AS sebanyak 50 kali setiap pagi dan sore. Habib Abdul Qadir merasa bilangan itu terlalu banyak. Ia ingin agar Habib Hasan memintakan keringanan untuknya, belum sempat diutarakan, Nabi SAW bersabda,”Bacalah sebanyak lima kali saja, tetapi pahalanya tetap 50.” Gambaran ini persis seperti lafadz barjanji ketika mengisahkan Isra’ Mi’raj. Seketika itu, Habib Abdul Qadir terjaga dari tidurnya dan membaca doa Nabi Khidir dari awal sampai akhir, padahal dia belum pernah tahu doa tersebut sebelumnya.
Ia lalu mencari teks doa itu dan menemukannya di kitab Maslakul Qarib, tetapi di sana ada tambahan dan pengurangan. Sampai akhirnya ia menemukan teks yang sama persis di kitab Ihya’ juz 4 dalam bab Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Imam Ghozali menyebutkan faedah dan pahala yang sangat banyak dalam doa ini. Jelaslah bahwa itu termasuk salah satu karamah Habib Abdul Qadir, sebab ia hafal doa yang cukup panjang hanya dengan dituntun Nabi Muhammad SAW. Dalam khasanah dunia pesantren, cara menghafal demikian disebut ilmu paled! atau apal pisan langsung wuled (sekali dengar langsung hafal).
Ketika ia sakit di akhir umurnya, salah seorang putranya yang bernama Umar mengusahakan kesembuhan dengan cara bersedekah atau yang lainnya. Ketika Habib Abdul Qadir tahu, ia langsung berkata,”Jangan merepotkan diri, karena Malaikat Maut sudah dua atau tiga kali mendatangiku.”
Dalam sakit itu pula ia sering menyambut kedatangan ahlil ghaib di tengah malam dan berbincang-bincang dengan mereka. Kejadian tersebut berlangsung hampir setiap malam, sampai suatu saat ditemukan secarik kertas di dekatnya yang bertuliskan syair,”Telah datang pada kami, Shohibul Waqt, Khidir dan Ilyas. Mereka memberiku kabar gembira seraya berkata,’Kau dapatkan hadiah serta pakaian. Jangan takut! Jangan khawatir dengan kejahatan orang yang dengki, serta syaitan’.”
Tidak lama setelah itu, ia meninggalkan alam yang fana ini tepatnya pada tanggal 13 Rabiul Awal 1331 H (1912 M). Jasadnya yang suci kemudian dimakamkan di pemakaman Bejagung, Tuban. Haul Habib Abdul Qadir biasanya diperingati pada bulan Sya’ban di Jl Pemuda, Tuban.

Perngatan Nabi akan datangnya fitnah wahhabiy

A. HADITS-HADITS PERINGATAN RASULULLAH AKAN MUNCULNYA WAHHABY

1. Banyak dusta dan tidak tepat dalam menyampaikan berita
“ Pada akhir zaman akan muncul pembohong-pembohong besar yang datang kepadamu dengan membawa berita-berita yang belum pernah kamu dengar dan belum pernah didengar oleh bapa-bapa kamu sebelumnya, kerana itu jauhkanlah dirimu dari mereka agar mereka tidak menyesatkanmu dan memfitnahmu” – Sahih Muslim ”

2. PENDUSTA DAN PENYEMBAH/PENGIKUT DAJJAL (PEMUDA BERAMBUT KERITING)

Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur’an namun tidak sampai membersihkan mereka. Ketika putus dalam satu kurun, maka muncul lagi dalam kurun yang lain, hingga adalah mereka yang terakhir bersama-sama dengan dajjal.

Catatan : golongan mujasimmah berawal dari Ibnu taymiyah dan kemudian dibangkitakan lagi oleh muhammad ibnu abdul wahhab (pendiri wahhaby) dari pegunungan najd.

Terjemahannya : “Sebahagian dari hadis fitnah juga ialah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi bahawa Baginda SAW bersabda : “Ya Allah berkatilah negeri Syams kami, Ya Allah berkatilah negeri Yaman kami. Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah : (Bagaimana) dengan negeri Najd kami? Baginda SAW lalu bersabda : Ya Allah berkatilah negeri Syams kami, Ya Allah berkatilah negeri Yaman kami. Dan baginda bersabda pada kali yang ketiga : “Disana (Najad) berlakunya gempa bumi (kegoncangan) timbulnya pelbagai fitnah, dan disana juga munculnya tanduk syaitan.”

Sebahagian ulamak mengatakan : “ Apa yang dimaksudkan dengan tanduk syaitan ialah kemunculan Musailamah al-Kazzab dan Muhammad bin Abd Wahhab…”

3. Fitnah itu datangnya dari sini, fitnah itu datangnya dari arah sini, sambil menunjuk ke arah timur (Najed-pen ).

4. Akan muncul segolongan manusia dari arah timur, mereka membaca Al Qur’an tetapi tidak bisa membersihkannya, mereka keluar dari agamanya seperti anak panah yang keluar dari busurnya dan mereka tidak akan kembali ke agama hingga anak panah itu bisa kembali ketempatnya (busurnya), tanda-tanda mereka bercukur kepala (plontos – pen).

5. Akan ada dalam ummatku perselisihan dan perpecahan kaum yang indah perkataannya namun jelek perbuatannya. Mereka membaca Al Qur’an, tetapi keimanan mereka tidak sampai mengobatinya, mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya, yang tidak akan kembali seperti tidak kembalinya anak panah ketempatnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk, maka berbahagialah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka menyeru kepada kitab Allah, tetapi sedikitpun ajaran Allah tidak terdapat pada diri mereka. Orang yang membunuh mereka adalah lebih utama menurut Allah. Tanda-tanda mereka adalah bercukur kepala (plontos – pen).

6. Di Akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang pandai bicara tetapi bodoh tingkah lakunya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah dan membaca Al Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka, meraka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, maka apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka adalah mendapat pahala disisi Allah pada hari kiamat.

7. Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur’an namun tidak sampai mengobati mereka, mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur kepala (plontos – pen).

8. Kepala kafir itu seperti (orang yang datang dari) arah timur, sedang kemegahan dan kesombongan (nya) adalah (seperti kemegahan dan kesombongan orang-orang yang) ahli dalam (menunggang) kuda dan onta.

9. Dari arah sini inilah datangnya fitnah, sambil mengisyaratkan ke arah timur (Najed – pen).

10. Hati menjadi kasar, air bah akan muncul disebelah timur dan keimanan di lingkungan penduduk Hijaz (pada saat itu penduduk Hijaz terutama kaum muslimin Makkah dan Madinah adalah orang-orang yang paling gigih melawan Wahabi dari sebelah timur / Najed – pen).

B. Hadis Kemunculan Dajjal yang dituhankan oleh kaum mujasimmah

“Orang tua Dajjal tidak pernah mendapatkan anak selama 30 tahun, kemudian lahirlah dari keduanya seorang anak lelaki yang hanya bermata satu, ….”
(Riwayat oleh At-Tarmizi)
“….sesungguhnya al-Masikh Dajjal adalah pemuda pendek, hujung tapak kakinya berdekatan sedangkan tumitnya berjauhan, berambut kerinting, bermata sebelah dengan mata yang terhapus.”
(Riwayat Abu Daud dalam Kitab Takrijul Misykat)
“…sesungguhnya kepala Dajjal dari belakangnya tebal berkelok-kelok.”
(Hadith riwayat Imam Ahmad dari Hisyam bin ‘Amir)

Dari Anas bin Malik, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Menjelang turunnya Dajjal ada tahun-tahun tipu daya, iaitu tahun orang-orang pendusta dipercayai orang dan orang jujur tidak dipercayai. Orang yang tidak amanah dipercayai dan orang amanah tidak dipercayai.”

C. Tuhan Wahhaby/Salafy Palsu adalah DAJJAL (PEMUDA BERAMBUT KERITING)

Kaum mujasimmah wahhaby/salafi palsu menganggap Tuhan mereka adalah berbentuk seperti manusia, punya tangan, kaki, wajah, mata, jari, punya tempat, naik turun langit seperti manusia yang naik turun mimbar dsb.

Na’udzubillah padahal Allah swt suci dari semua itu. Allah tidak serupa apaun dengan makhluqnya baik sifat maupun dzatNYA!

Mereka mentafsir hadis dan ayat mutsayabihat tidak mengikut pendapat salafushalih bahkan mereka mengambil makna dhahir dari ayat dan hadis tersebut!. Padahal ayat /hadis mutasyabihat tidak boleh diambil makna dhahirnya dan tidak boleh ditafsir dgn sesama ayat/hadis mutsyabihat. Tapi ianya harus ditafsir dengan ayat dan hadis yang syarih/muhkamat/jelas maknanya!.

Kaum mujasimmah wahhaby, menshahihkan hadis-hadis palsu (maudhu) dan munkar untuk perkara aqidah!

ini adalah kesesatan yang nyata!!

Al-Habib Abdulloh bin Umar Asy-Syathiriy

AL-HABIB ABDULLAH ASY-SYATHIRY

Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry berguru kepada Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur (mufti Dhiyar Hadramaut). Setelah itu, beliau pergi ke Seiwun untuk belajar kepada Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi selama 4 bulan. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke kota Makkah dan belajar dari para ulama di kota tersebut selama 4 tahun.

Dalam sehari, tidak kurang dari 12 mata pelajaran yang dipelajari oleh beliau, diantaranya Nahwu, Tafsir, Figih, Tauhid dll. Seusai belajar, beliau pergi ke Multazam dan berdoa disana, “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar ilmuku dapat bermanfaat bagi seluruh penjuru dunia dari timur hingga ke barat”. Dan Allah akhirnya mengabulkan doa beliau. Setelah beliau menamatkan pelajarannya, beliau kembali pulang ke kota Tarim dan mengajar di Rubath Tarim selama 50 tahun.

RUBATH TARIM

Rubath Tarim adalah rubath yang tertua di Hadramaut dan terletak di kota Tarim. Rubath ini usianya mencapai 118 tahun. Asy-Syeikh Abubakar Bin Salim yang hidup jauh sebelum masa Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry setiap kali pergi ke kota Tarim, beliau selalu berhenti di suatu tanah sambil berkata, “Tanah ini nantinya akan menjadi sebuah Rubath…”.

Benarlah apa dikatakan oleh beliau, diatas tanah itu akhirnya terbangunlah Rubath Tarim. Dikatakan di sebagian riwayat bahwa 2 wali min Auliyaillah Al-Fagih Al-Muqoddam dan Asy-Syeikh Abubakar Bin Salim selalu menjaga Rubath Tarim. Juga dikatakan bahwa setiap harinya arwah para auliya turut menghadiri majlis-majlis taklim di Rubath.

MURID-MURID BELIAU

Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry memiliki banyak murid yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Tidak kurang dari 13.000 ulama tercatat sebagai alumni Rubath (ma’had/ponpes) Tarim yang diasuh oleh beliau. Bahkan riwayat lain menyebutkan lebih dari 500.000 ulama pernah belajar dari beliau. Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Alhaddad sempat berkata, “Tidak pernah aku masuk ke suatu desa, kota atau tempat lainnya, kecuali aku dapatkan bahwa ulama-ulama di tempat tersebut adalah murid dari Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry atau murid dari murid beliau”.

Sebagian ulama alumni Rubath pimpinan Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry diantaranya adalah :

Di Hadramaut

Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Bin Syeikh Abubakar
Beliau adalah pimpinan Rubath Syihir. Setelah beliau wafat, dilanjutkan oleh Al-Habib Kadhim bin Ja’far bin Muhammad Assegaf. Semasa belajar di Rubath Tarim, beliau Al-Habib Ahmad belum pernah tidur. Tempat tidur beliau selalu kosong dan rapi dan hal ini berlangsung selama 10 tahun.

Al-Habib Muhammad bin Abdullah Alhaddar
Beliau belajar kepada Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry selama 4 tahun. Semasa belajar, beliau selalu menghafal pelajaran di pinggiran atap (balkon) Rubath Tarim. Beliau pernah berkata, “Kalau saya masih mau hidup, saya harus menghafalkan pelajaran dan tidak boleh tidur”. Kalau hendak tidur, beliau selalu mengikat kakinya dengan tali dan diikatkan ke jendela kecil. Beliau hanya tidur selama beberapa jam. Sisanya dipergunakan untuk mendalami ilmu agama. Jika waktunya bangun, Al-Habib Alwi bin Abdullah Bin Syahab menarik tali yang terikat di kaki Al-Habib Muhammad sambil berseru, “Wahai Muhammad, bangunlah…!”, lalu terbangunlah beliau. Itulah sebagian mujahadah beliau sewaktu belajar di Rubath Tarim.

Al-Habib Hasan bin Ismail Alhamid
Beliau adalah pimpinan Rubath Inat. Di Rubath Tarim beliau belajar selama beberapa tahun, lalu beliau diperintahkan oleh Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry untuk membuka Rubath di kota Inat. Sampai sekarang Rubath Inat terus berkembang dan berkembang.

Di Indonesia

Al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih.
Beliau adalah seorang wali Qutub dan pimpinan Ma’had Darul Hadits Malang. Dari sebagian murid beliau diantaranya putera beliau sendiri Al-Habib Abdullah, Al-Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan dll.

Al-Habib Abdullah bin Husin Al-’Attas As-Syami
Beliau seorang wali min auliyaillah dan tinggal di Jakarta.

Al-Habib Abdullah bin Ahmad Alkaf
Beliau tinggal di kota Tegal. Beliau adalah ayah dari Ustadz Thohir Alkaf, seorang dai yang melanjutkan tongkat estafet dakwah ayahnya.

Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Alkaf
Beliau adalah pengarang kitab Sullamut Taysir.

dan masih banyak lagi anak didik beliau Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry yang tak dapat ditulis satu persatu. Putera beliau Al-Habib Salim pernah ditanya oleh seseorang, “Kenapa Al-Habib Abdullah Asy-Syathiry tidak mengarang kitab sebagaimana umumnya para ulama ?”. Beliau Al-Habib Salim menjawab, “Beliau tidak mengarang kitab, tapi mencetak ulama-ulama”.

Beliau RA dilahirkan pada bulan Romadhon tahun 1290 H di kota Tarim Al-Ghonna, tepatnya di sebelah Rubath Tarim. Beliau hidup dan tumbuh di lingkungan kalangan kaum Sholihin.

NASAB BELIAU

Abdulloh bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Ali bin Husin bin Muhammad bin Ahmad bin Umar bin Alwi Asy-Syathiry bin Al-Fagih Ali bin Al-Qodhi Ahmad bin Muhammad Asaadulloh bin Hasan At-Turobi bin Ali bin Al-Fagih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali dan terus bersambung hingga sampai dengan datuk beliau yang termulia Rasululloh SAW.

Garis nasab beliau adalah pohon nasab yang penuh petunjuk dan hidayah. Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam perkataan Al-Habib Abdulloh bin Alwi Alhaddad :

“Mereka mengikuti jejak Rasululloh dan para sahabatnya

serta para tabi’in maka berjalanlah kamu dan ikutilah mereka

Mereka berjalan menuju suatu jalan kemuliaan

generasi demi generasi dengan begitu kokohnya”

NASAB IBU DAN AYAH BELIAU

Adapun nasab ibu beliau yang sholihah afifah adalah Nur binti Umar bin Abdulloh bin Husin bin Syihabuddin.

Ayah beliau adalah Al-Habib Umar bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiry. Beliau Al-Habib Umar meninggal di kota Tarim pada tanggal 2 atau 4 Syawal 1350 H. Beliau adalah merupakan salah seorang pembesar kota Tarim yang terpandang, kaya raya, jenius dan pendapat-pendapatnya jitu dan diikuti.

Al-Habib Umar mempunyai andil yang cukup besar didalam mendidik anak-anaknya, memerintahkan mereka untuk menuntut ilmu dan menyebarluaskannya dalam dakwah fisabilillah. Kemuliaan dan keutamaan beliau yang terbesar adalah didalam mendidik dan mendorong putra-putranya agar menjadi orang besar serta kemampuan keuangannya didalam mencukupi putra-putranya.

MASA BELAJAR BELIAU

Ketika Al-Habib Abdulloh bin Umar Asy-Syathiry mencapai usia tamyiz (mampu makan, minum dan istinja’ tanpa dibantu orang lain), beliau diperintahkan oleh ayah dan kakeknya untuk mempelajari ilmu agama, yaitu belajar kitab Syeikh Barosyid. Beliau kemudian belajar membaca dan menulis serta membaca Al-Qur’an kepada 2 orang ulama yang paling terkemuka di jaman itu. Mereka adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Bahalmi dan putranya Syeikh Abdurrahman. Setelah tamat belajar pada Syeikh Muhammad dan putranya, beliau yang masih kecil pada saat itu mengatur waktu belajarnya sendiri di qubah Al-Habib Abdulloh bin Syeikh Alaydrus.

Teman akrab beliau saat belajar di qubah Al-Habib Abdulloh bin Syeikh Alaydrus adalah Al-Habib Abdul Bari’ bin Syeikh Alaydrus. Begitu dekat hubungan antara keduanya hingga Habib Abdul Bari Alaydrus berkata, “Al-Habib Abdulloh Asy-Syathiry benar-benar belajar denganku di qubah Al-Habib Abdulloh bin Syeikh Alaydrus”.

Guru beliau yang mengajar disana waktu itu adalah Syihabuddin (lentera agama) Habib Ahmad bin Muhammad bin Abdulloh Alkaf. Habib Ahmad adalah orang yang sangat takwa. Selain Habib Ahmad Alkaf, guru beliau yang lain waktu itu adalah Al-Habib Syeikh bin Idrus bin Muhammad Alaydrus yang terkenal dengan selalu memakai pakaian yang terbaik. Beliau belajar dari kedua guru tersebut dalam bidang figih dan tasawuf, hingga beliau hafal beberapa juz Al-Qur’an. Beliau memiliki semangat belajar yang tinggi dan selalu mencurahkan waktunya untuk mendalami ilmu agama.

Setelah belajar dari kedua guru beliau tersebut, Al-Habib Abdulloh Asy-Syathiry melanjutkan belajar kepada Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur Mufti Dhiyar (pengarang kitab Bughyatul Murtarsyidin) dan juga belajar kepada Al-Habib Al-’Allamah penyebar bendera dakwah Al-Habib Alwi bin Abdurrahman bin Abubakar Almasyhur. Selain itu beliau juga mempelajari dari para ulama yang tinggal di kota Tarim ilmu-ilmu agama seperti figih, tafsir, hadits, tasawuf, mantiq (kalam) dan lain-lain.

Antusias beliau seakan tak pernah surut untuk semakin memperdalam ilmu agama. Untuk itu beliau pergi ke kota Seiwun. Disana beliau belajar kepada Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Alhabsyi (pengarang maulud Simthud Duror) selama 4 bulan. Meskipun tak seberapa lama, beliau benar-benar memanfaatkan waktu dan mengaturnya dengan baik, sehingga dengan waktu yang sedikit tersebut dapat menghasilkan ilmu yang lebih banyak dari yang beliau dapatkan sebelumnya. Selain itu beliau juga belajar kepada saudara Al-Habib Ali, yaitu Al-Habib Alwi bin Ali Muhammad bin Husin Alhabsyi.

Setelah menamatkan pelajarannya, beliau kembali ke kota Tarim. Beliau tidak pernah merasa cukup untuk menuntut ilmu. Himmah (keinginan kuat) beliau untuk belajar tak pernah pudar, bahkan semakin bertambah, sehingga beliau dapat menghafalkan banyak matan terutama dalam ilmu figih seperti matan Al-Irsyad yang beliau hafalkan sampai bab Syuf’ah.

Demikianlah secuil manaqib yang diambil dari lautan kemuliaan beliau. Semoga bermanfaat bagi kita yang senantiasa mengharapkan kesempurnaan dan kemuliaan.

Al-Habib Abdulqodir bin Ahmad bilfaqih

Di Kota Bunga, Malang, Jawa Timur, ada seorang auliya’ yang terkenal karena ketinggian ilmunya. Ia juga hafal ribuan hadits bersama dengan sanad-sanadnya.

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.
Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.”
Demikianlah, kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah (tafa’ul) agar ilmu dan maqam Abdul Qadir seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Sejak kecil, ia sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu. Sebagai murid, ia dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada guru-gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.
Pernah suatu ketika di saat menuntut ilmu pada seorang mahaguru, ia ditegur dan diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada di pihak yang benar, sang guru minta maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata, ”Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini.” Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya.
Guru-guru Habib Abdul Qadir, antara lain, Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiry, Habib Alwy bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Syekh Segaf bin Hasan Alaydrus, Syekh Imam Muhammad bin Abdul Qadir Al-Kattany, Syekh Umar bin Hamdan Al-Magroby, Habib Ali bin Zain Al-Hadi, Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, Syekh Abubakar bin Ahmad Al-Khatib, Syekh Abdurrahman Bahurmuz.
Dalam usia yang masih anak-anak, ia telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, ia telah mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada hamba pilihan-Nya.
Maka tidak berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, menyatakan, ”Ilmu fiqih Marga Bilfagih setara dengan ilmu fiqih Imam Adzro’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf serta kesusastraan bagai lautan tak bertepi.”
Sebelum meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya ia sempat mendirikan organisasi pendidikan sosial Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fadho’il tahun 1919 M.
Sebelum berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa kota dan negara, seperti Aden, Pakistan, India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, ia selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.
Tiba di Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah. Selanjutnya, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M.
Selepas bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia tanggal 12 Februari 1945 ia mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota Malang. Ia pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H/1960 M.
Keistimewaan Habib Abdul Qadir adalah, ia ahli ilmu alat, nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan, dan badi (tiga yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra). Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, ia banyak mendapat hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits yang tersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abas Al-Maliky saat berkunjung ke Makkah.
Sebagai seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, ia juga giat mendirikan taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.
Banyak santrinya yang di kemudian hari juga meneruskan jejaknya sebagai muballigh dan ulama, seperti Habib Ahmad Al-Habsy (Ponpes Ar-Riyadh Palembang), Habib Muhammad Ba’abud (Ponpes Darul Nasyi’in Malang), Habib Syekh bin Ali Al Jufri (Ponpes Al-Khairat Jakarta Timur), K.H. Alawy Muhammad (Ponpes At-Taroqy Sampang, Madura). Perlu disebutkan, Prof. Dr. Quraisy Shihab dan Prof. Dr. Alwi Shihab pun alumnus pesantren ini.
Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Kala saat-saat terakhirnya, ia berkata kepada putra tunggalnya, Habib Abdullah, ”… Lihatlah, wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatunal Fatimah, datang….” Ribuan umat berdatangan untuk meyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni itu. Setelah disemayamkan di Masjid Jami’ Malang, ia dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.

di antara penyebab chusnul khotimah

Di antara yang menyebabkan husnul khotimah adalah pendek angan-angan, karena orang yang tidak banyak berangan-angan, akan giat beramal. Sebagian dari salaf berkata, “Siapa yang panjang angan-angannya, maka akan buruk amalannya.”

Bersabda Rasulullah saw, “Kematian adalah sesuatu yang jauh, tapi cepat kedatangannya”. Beliau juga bersabda, “Generasi pertama umat ini selamat karena zuhud dan keyakinan yang kuat kepada Allah. Sedangkan generasi akhir umat ini akan celaka karena rakus dalam mencari kemewahan dunia dan panjang angan-angan.”

Berkata Al-Imam Ali karomallahu wajhah, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.”

Adapun mengikuti hawa nafsu akan menjauhkan kita dari yang haq (kebenaran), sedangkan panjang angan-angan akan melupakan kita tentang akhirat. Barang siapa yang lupa akan akhiratnya, dia tidak akan beramal untuk akhiratnya. Dan barang siapa yang tidak beramal untuk akhirat, maka dia akan sampai di akhirat dalam keadaan rugi dan sengsara. Diterangkan dalam sebuah hadits,

“Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang yang gharib atau orang yang numpang lewat.”

Ketika Rasulallah saw ditanya, “Siapakah, ya Rasul, orang yang beruntung?.” Beliau bersabda, “Orang yang beruntung adalah orang yang paling banyak mengingat mati dan mempersiapkannya dengan baik. Mereka itulah orang-orang yang beruntung meninggalkan dunia dengan membawa kemuliaan dan kenikmatan akhirat.”

Oleh karena itu, janganlah kalian tidur kecuali telah menulis wasiat jika kita memiliki sesuatu yang perlu kita wasiatkan, karena dikhawatirkan mati mendadak. Mati mendadak (mautul faj’ah) adalah rahmat bagi orang mukmin yang telah memiliki persiapan dan kesengsaraan bagi orang yang fajir. Hendaknya kita berusaha agar yang paling akhir kita ucapkan sebelum tidur) adalah dzikrullah dan yang pertama kita ucapkan (ketika bangun tidur) adalah dzikrullah. Insyaallah kita akan bahagia dan mati dalam keadaan husnul khotimah.

[Dikutip dari kitab Al-Qirthos, karya Al-Habib Ali bin Hasan Al-Atthas, juz II, hal 290]

beberapa nasihat Syekh Abubakar bin Salim

• Barangsiapa diam, ia akan selamat dan barangsiapa berbicara ia akan menyesal.
• Orang yang bahagia adalah orang yang disenangkan oleh Allah tanpa alasan tertentu dan orang yang sengsara adalah orang yang disengsarakan Allah tanpa sebab tertentu. Demikianlah menurut ilmu hakikat. Sedangkan menurut ilmu syariat; orang yang bahagia adalah orang yang oleh Allah diberi kesenangan dengan melakukan berbagai amal saleh, dan orang yang disengsarakan oleh Allah dengan meninggalkan amal-amal saleh dan melanggar syariat agama.
• Orang yang sengsara adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya Barangsiapa mengenal dirinya, ia tidak akan melihat selain Allah swt. Barangsiapa tidak mengenal dirinya, ia tidak akan melihat Allah swt.
• Setiap wadah memercikan apa yang ditampungnya.
• Barangsiapa tidak bermujahadah pada masa bidayahnya, ia tidak akan mencapai puncak. Dan barangsiapa tidak bermujahadah, ia tidak akan bermusyahadah; {“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (bermujahadah) di jalan kami, niscaya akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. : Al-Ankabut,29 : 69”}
• Barangsiapa tidak memelihara waktunya, ia tidak akan selamat dari bencana.
• Barangsiapa bergaul dengan orang baik, ia akan memperoleh berbagai pengetahuan dan asrar, dan barangsiapa bergaul dengan orang-orang jahat, ia akan memperoleh aib dan siksa neraka.
• Berbagai hakikat tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan berbagai penghalang.
• Dalam Qanaah terdapat ketenteraman dan keselamatan; dalam tamak terdapat kehinaan dan penyesalan.
• Orang yang arif melihat aib-aib dirinya; sedang orang yang lalai melihat aib-aib orang lain.
• Dan orang yang bahagia adalah orang yang melawan hawa nafsunya, berpaling dari alam untuk menghadap kepada penciptanya, dan melewatkan waktu pagi dan sore dengan meneladani sunah nabinya.
• Hendaklah kamu bertawadhu dan tidak menonjolkan diri. Jauhilah sikap takabur dan cinta kedudukan.
• Kesuksesanmu adalah ketika kamu membenci nafsumu dan kehancuranmu adalah saat kamu meridhainya. Karena itu, bencilah nafsumu dan jangan meridhainya, niscaya kamu akan berhasil meraih segala cita-citamu, Insya Allah.
• Orang yang arif adalah yang mengenal dirinya, sedangkan orang jahil adalah yang tidak mengenal dirinya.
• Alangkah mudah bagi seorang Arifbillah untuk membimbing orang jahil, kadangkala kebahagiaan abadi dapat diraih hanya lewat sekilas pandangannya.
• Ridhalah atas maqam apapun yang Allah berikan kepadamu. Seorang Sufi berkata, “selama lebih 40 tahun aku tidak pernah merasa benci pada maqam yang Allah berikan kepadaku.”
• Berprasangka baiklah kepada sesama hamba Allah, sebab buruk sangka timbul karena tiadanya taufiq. Ridhalah selalu pada qodho, bersikap sabarlah, walaupun musibah yang kamu alami teramat besar. Firman Allah : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan dibalas dengan pahala tanpa batas. ( Az Zumar, 39 :10 )
• Dan tinggalkanlah hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagimu, dan benahilah dirimu lebih dahulu.
• Dunia adalah anak perempuan Akhirat, barangsiapa telah menikahi seorang perempuan, haram memperistri ibunya.
• Berbagai hakikat terhijab dari hati, karena perhatian kepada selain Allah.
• Waktumu yang paling bermanfaat adalah disaat kamu fana’ dan waktumu yang paling sia-sia adalah disaat kamu menyadari dirimu.
• Ketahuilah oleh kalian sesungguhnya Allah swt bertajalli ( mengagungkan dirinya ) di hati para kekasihnya; para kaum Arifin, karena mereka menghapus selainnya di hati mereka dan mereka menghilangkan selain Allah swt dalam pandangan mereka terhadap semesta dan pada setiap kejadiannya bahwa semuanya adalah semata-mata ciptaan Allah swt, dan mereka melalui siang, pagi serta sore hari selalu dalam keadaan taat kepadanya; mereka selalu beribadat serta berharap dan takut kepadanya; serta selalu ruku’ dan bersujud kepadanya, mereka selalu dalam keadaan bahagia dan gembira serta ridho dengan segala ketentuan Qadha dan Qadar yang telah ditentukan Allah swt atas mereka; berkata Nabi Ayyub as :”Bila mana aku hendak memilih di antara dua perkara, maka aku akan memilih perkara yang ada Ridho Allah swt didalamnya karena hanya hal itulah yang mendatangkan kemaslahatan bagiku” Berkata kaum ‘Arifin : “Kalau sekiranya kedua mataku melihat selain Allah, maka akan ku butakan, kalau sekiranya ke dua telingaku mendengar selain Allah, maka akan ku tulikan, dan bilamana lidahku berkata yang tidak diperintahkan Allah, maka akan ku potong”
• Sedikit amal dari hati menyamai amal seluruh manusia dan jin.
• Sesungguhnya Bala’ yang menimpamu pada saat lupamu, bila engkau menyadarinya adalah merupakan jalanmu untuk kembali mengenal Allah swt dan kembali mendekatkan dirimu kepadanya pada saat engkau meminta bala tersebut dihilangkannya, dan bala’ sesungguhnya adalah bilamana engkau melupakan Allah swt dan engkau lupa bahwa dirimu selalu faqir kepadanya.
• Beristiqamahlah kalian dalam setiap amal, karena para Ahli kasyaf sekalipun semua bermohon kepada Allah swt agar mereka diberikan kekuatan dalam beristiqamah agar mereka tidak jatuh dalam keadaan terhijab darinya.
• Ketahuilah oleh kalian; Ma’rifat kepada Allah swt adalah dengan kejelasan dan bukan dengan tersamar, dan bilamana seorang hamba diberinya ma’rifat kepadanya, maka ia pasti akan melihat semua amal yang dicintai oleh Rasulullah saw.
• Sesungguhnya derajat yang tertinggi dalam maqom sabar adalah menahan diri dari pada mengadu kepada selain Allah swt.
• Derajat paling tinggi disisi para Auliya Allah swt yang utama, adalah Tawadhu dan Khumul (menutupi keistimewaan diri).

Mencerca dan mencela

Mencerca dan mencela adalah jelas perbuatan tak terpuji, tapi mengapa orang masih suka melakukannya?. Padahal Al-Qur’an dalam surat-surat 9:74,79; 12:31,92; 49:11 dan 68:11,30 berbicara soal cela dan cerca. Salah satunya Allah berfirman,

“Celaka berat bagi para pencerca dan pengumpat” (QS. 104:1)

Kebiasaan buruk tersebut agaknya meningkat belakangan ini baik dalam pertemuan umum maupun melalui media massa dan menjadi semacam pekerjaan rutin insan yang tipis iman. Simaklah omongan sebagian orang bila lepas kesibukannya, selalu mengumpat dan mencerca orang lain. Bak kata pepatah “kuman di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sendiri tak ketahuan“.

Allah berfirman dalam kitab suci-Nya yang melukiskan dalam bentuk metafor,

“Orang yang suka mencerca itu ibarat memakan daging saudaranya sendiri sesama muslim”

Dalam suatu riwayat, Nabi SAW bersabda,

“Seorang dikatakan muslim ialah apabila saudaranya sesama muslim selamat dari lidah dan tangannya” (HR. An-Nawawy)

Akhir-akhir ini di media massa banyak orang yang mencerca orang lain, bahkan sudah menjurus pada pelanggaran privasi seseorang dan sudah menjadi kebiasaan. Di tempat-tempat umum seperti di sekolah, kampus, kantor dan lapangan, banyak orang cerca-mencerca, malahan terhadap terhadap sesamanya yang sudah mendahului kita ke alam baka. Karena mudahnya lidah mengucap, hingga cerca dan gosip seperti sesuatu yang lumrah disampaikan. Bahkan sebagian menganggap hal itu sebagai tanda keakraban. Atau ada yang bilang bahwa hal itu menunjukkan sikap yang kritis. Tentu saja itu semua keliru!

Di jaman Nabi SAW, pernah ada orang mencerca sahabat beliau. Baginda Nabi SAW pun lantas bersabda,

“Jangan Anda mencerca para sahabatku!. Seandainya Anda belanjakan harta sebesar gunung Uhud, niscaya amal Anda tak akan dapat mengalahkan jasa para sahabatku” (Muttafaqun alaihi)

Kemudian dalam kesempatan lain, beliau berpesan,

“Jika ada seseorang yang mencerca para sahabatku, katakanlah, ‘Semoga laknat Allah atas kejahatanmu’ “

Pangkal gosip dan cerca adalah lidah. Diriwayatkan bahwa Lukman Al-Hakim, seorang arif yang termasyhur itu pernah disuruh majikannya membeli daging yang baik untuk menjamu tetamu yang bertandang. Kemudian Lukman membeli hati dan lidah. Sang majikan marah dan menanyakan mengapa ia membeli hati dan daging. Ia pun menjawab,

“Tidakkah ini daging yang baik seperti yang tuan pesan. Sebab hati merupakan sumber amal perbuatan yang baik, sedangkan lidah dapat menjalin tali persaudaraan. Dari keduanya, seseorang dapat membangun kebajikan”

Pada saat yang lain majikan itu memerintahkan Lukman membeli daging yang busuk, untuk diketahui, kiranya jenis daging apa yang akan dibeli olehnya. Kemudian ia pun pulang dari pasar membawa hati dan lidah. Tersentaklah majikan tersebut dan bertanya kenapa gerangan ia membeli barang yang sama, padahal ia disuruh membeli daging yang paling busuk. Ia menjawab,

“Benar tuanku, ini daging terbusuk. Hati adalah daging yang paling baik dan sekaligus juga yang paling busuk. Ia sumber kedengkian dan rasa congkak. Sedangkan lidah merupakan alat untuk melaknat, mencerca dan mencaci orang lain”

Oleh karena itu jagalah lidah kita dari perbuatan mencerca dan mencela yang dapat merusak segala amal kebajikan, seperti api yang melahap kayu bakar. Bersihkanlah hati dari rasa dendam dan dengki, sebab lidah merupakan cerminan gejolak hati. Bila hati bersih, lidah niscaya tidak akan bertutur kecuali yang baik. Sebaliknya bila hati tercemar, maka lidah akan mudah berkata-kata yang buruk.

[Dikutip dari Sorotan Cahaya Ilahi, M. Baharun]

Missionaris kristen di Hadramaut

Pada suatu jaman, terdapat seorang yang beragama Nasrani dari Mesir yang ditugaskan melakukan perjalanan ke Hadramaut untuk operasi inteligen dengan menyamar sebagai seorang muslim. Di dalam perjalanannya, ia memakai atribut sebagaimana layaknya seorang penuntut ilmu. Si Nasrani itu mempunyai kemampuan di dalam ilmu pengobatan dan ia memberikan pelayanan pengobatan secara gratis.

Dalam perjalanannya, ia keluar dari kota Dau’an menuju ke kota Khoreibeh dan menetap disana selama 4 bulan. Di kota tersebut, ia senantiasa rutin dalam menghadiri majlis-majlis Asy-Syaikh Abdullah bin Ahmad Basaudan, seorang tokoh ulama besar di Hadramaut waktu itu. Si Nasrani tersebut menampakkan dirinya sebagai seorang ahli ibadah dan mencintai para sholihin. Ia juga seringkali membantu orang-orang yang butuh bantuan, sehingga diantara sebagian orang-orang tersebut mengira dirinya sebagai seorang wali. Si Nasrani itu terus senantiasa mengamati dengan seksama semua majlis-majlis yang terkenal saat itu dan senantiasa hadir di dalamnya.

Ketika datang waktu ziarah yang terkenal ke kota Geidun yang diadakan pada bulan Rajab setiap tahunnya, si Nasrani itu memohon kepada Asy-Syaikh Abdullah Basaudan untuk memberinya seorang teman yang dapat menemaninya berziarah ke kota tersebut, disamping untuk tujuan agar memperkenalkan dirinya kepada orang-orang lain. Tak tanggung-tanggung, Asy-Syaikh Abdullah Basaudan menyuruh langsung putranya Asy-Syaikh Muhammad untuk menemaninya.

Berangkatlah mereka berdua menuju ke kota Geidun. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Al-Habib Abdullah bin Hadun bin Hud Alatas yang pada waktu itu kebetulan habis mengunjungi kota Khoreibeh. Mereka semua lalu meneruskan perjalanannya bersama-sama.

Kemudian sampailah mereka di kota Shoif. Di kota itu, mereka berniat singgah di kediaman seorang imam besar, yaitu Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas. Sampailah mereka di rumah beliau dan masuk ke dalamnya. Disitu juga banyak masyarakat yang telah ada di dalamnya. Begitu rombongan tersebut masuk, tiba-tiba berubahlah wajah Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas. Beliau lalu menggerak-gerakkan hidungnya, seakan-akan hendak mencium sesuatu. Beliau kemudian berkata, “Ada bau kekafiran disini.” Beliau lalu mengulangi perkataannya itu sampai 2-3 kali.

Akhirnya cari-dicari, sampailah pada identitas diri si Nasrani itu. Orang-orang pun menyebutnya sebagai seorang penuntut ilmu dan dokter. Mereka juga mengatakan bahwa tujuan orang itu adalah semata-mata hendak berziarah. Setelah itu, berkatalah Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas kepada orang-orang disitu bahwa sesungguhnya orang tersebut adalah orang kafir gotek (murni), tanpa syak dan tanpa ragu-ragu.

Setelah itu terdengarlah teriakan-teriakan histeris yang demikian keras dari orang-orang yang ada di rumah itu. Mereka pun berbeda-beda dalam mengambil sikap untuk menghakimi si Nasrani itu. Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas pun sangat kuatir dengan sikap yang hendak diambil oleh mereka untuk segera melakukan hukuman dan penyiksaan kepada si Nasrani itu.

Beliau kemudian menyuruh Asy-Syaikh Muhammad Basaudan untuk segera mengambil keputusan hukum yang seharusnya dijatuhkan kepada si Nasrani itu yang sesuai dengan hukum Allah dan Rasul-Nya. Asy-Syaikh Muhammad lalu mengambil keputusan hukum, “Orang ini secara lahir adalah seorang muslim, yang dilarang dibunuh dan dilarang dirampas hartanya.” Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas pun menerima keputusan hukum tersebut dengan menambahkan, “Kecuali buku hasil inteligen-nya boleh dirampas.” Beliau pun lalu memerintahkan orang-orang disitu untuk menggeledah apa-apa yang ada pada si Nasrani tersebut. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan berjilid-jilid kertas putih tebal yang didalamnya terdapat nama-nama kota dan jalur-jalur perjalanan yang dikunjungi oleh si Nasrani. Di kertas itu juga terlihat dengan jelas nama-nama siapa saja yang menjadi mata-mata, khususnya dari kalangan militer/penguasa, dan juga terlihat foto wajah sebagian orang yang bersamanya. Setelah itu, Al-Habib Sholeh bin Abdullah Alatas lalu melarang si Nasrani itu untuk melanjutkan perjalanannya.

Si Nasrani itu akhirnya dipulangkan ke negeri asalnya dengan dititipkan kepada rombongan kafilah yang dapat dipercaya untuk dibawa ke pelabuhan di kota Mukalla dan dikembalikan ke tempat asalnya. Beliau juga menyuruh memberinya perbekalan berupa makanan-makanan dan uang. Setelah itu, beliau lalu berkata kepada orang-orang yang ada di rumahnya itu, “Aku melakukan demikian agar ia tahu bahwa kami berharap atas agama (yang ia peluk secara lahir), dan bukan pada hartanya.” Penguasa Shoif pada waktu itu adalah Asy-Syaikh Badar bin Sa’id Al-’Amudi dan saudara-saudaranya. Merekalah yang melaksanakan sebaik-baiknya apa-apa yang diperintahkan oleh Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas atas si Nasrani tersebut.

Sesampainya si Nasrani itu di tempat asalnya Mesir, ia pun kembali ke tugasnya semula, tetap menjalani kenasraniannya. Suatu kali si Nasrani ini bertemu dengan Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah Baaraas, yang berasal dari Khoreibeh dan saat itu menetap di Mesir untuk berdagang. Si Nasrani itu lalu menceritakan tentang keadaan kota Khoreibeh dan penduduknya dengan cermat seakan-akan ia dilahirkan disana dan ia pun menceritakan sebagian dari pengalaman-pengalaman perjalanannya.

Kemudian Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah Baaraas langsung menulis surat kepada penduduk Khoreibeh yang mengabarkan tentang siapakah sebenarnya si orang tersebut yang tidak lain adalah seorang Nasrani. Setelah kejadian tersebut, semakin yakinlah masyarakat disana tentang bagaimana ketinggian maqam Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas yang telah menyingkap identitas sebenarnya dari si Nasrani itu.

“Adapun orang-orang yang telah beriman, maka bertambah keimanan mereka, dan hanya kepada Tuhannyalah mereka bertawakal.”

Sebelum terjadinya peristiwa ini, Al-Habib Al-Qutub Sholeh bin Abdullah Alatas telah mendapatkan isyarat tentangnya. Beliau berkata :

“Ketika aku berada di kotaku Amed, aku bermimpi pada suatu malam. Ketika itu terdapat serombongan Nasrani berangkat dari tempatnya menuju ke Hadramaut. Pada saat itu seakan-akan aku berada di hadapan makam Sayyidina Habib Abubakar bin Abdullah Al-Adani Alaydrus yang terletak di kota Aden. Dan seakan-akan juga si Nasrani itu juga berada di dekatku. Saat itu Al-Habib Abubakar tiba-tiba mengeluarkan tangannya yang mulia dari makamnya dan di tangan itu ada sebuah tasbih. Si Nasrani itu spontan hendak mengambilnya, akan tetapi aku langsung menggerakkan tanganku mengambilnya dan aku berhasil mendapatkannya dari tangan beliau.”

[Disarikan dari kitab Taaj Al-A'roos, karangan Al-Habib Ali bin Husin Alatas, juz 2]

Keinginan untuk mengamalkan ilmu

Merupakan salah satu kebiasaan Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Almasyhur adalah melakukan kunjungan dakwah ke berbagai daerah baik di Hadramaut maupun di luar Hadramaut. Pada suatu saat sampailah beliau di suatu daerah yang bernama Diis (daerah di sekitar kota Mukalla, Ha...dramaut). Beliau disambut luar biasa oleh penduduk daerah tersebut. Setiap hari beliau tak pernah kosong dari undangan jamuan dari tokoh-tokoh masyarakat. Masyarakat pun berbondong-bondong memenuhi majlis-majlis taklim dan dzikir yang diadakan oleh beliau di daerah itu. Ketika beliau melihat betapa antusiasnya mereka dalam menjamu beliau dan mereka hanya berhasrat untuk hal itu, beliau akhirnya berkata di hadapan mereka, “Saya ini datang kepada kalian bukan bermaksud hanya untuk makan jamuan kalian dan bukan juga untuk semata-mata bertamu ke rumah kalian. Saya datang kemari hanya bertujuan untuk membawa kalian kepada hidayah Allah dan mengentaskan kalian dari kebodohan. Apakah ada diantara kalian wahai para hadirin yang hendak bertanya kepadaku tentang suatu ilmu?” Tak ada seorang pun yang berani menjawab! Tak lama kemudian beliau shalat Maghrib berjamaah di suatu masjid dan setelah itu beliau memberikan mau’idhoh hasanah kepada mereka sampai datanglah waktu shalat Isya’. Sehabis shalat Isya’, beliau pun meluangkan waktunya untuk duduk menunggu-nunggu adanya pertanyaan dari para hadirin di saat itu. Sampai akhirnya beliau mendapatkan tak ada seorang pun yang ingin bertanya, spontan beliau berkata, “Wahai para jamaah., saya ini datang kepada kalian dengan tujuan dakwah dan ingin memberikan ilmu kepada kalian. Akan tetapi sayang!, saya kira semua yang hadir disini adalah para ulama yang tidak seorang pun butuh tambahan ilmu dari saya. Baiklah kalau begitu, saya akan segera pergi dari sini!” Mereka spontan berseru, “Ya Sayyid, bagaimana tuan akan pergi meninggalkan kami sedangkan kami disini bahagia dengan kedatangan tuan!” Beliau pun menjawab, “Habis bagaimana lagi? Kalian ini semuanya ulama yang enggan untuk bertanya kepadaku.” Beliau lalu memancing pertanyaan, “Baiklah, apakah ada di antara kalian yang bisa membaca surat Al-Fatihah dengan baik?.” Mereka menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Hah! Bacaan Al-Fatihah yang merupakan rukun shalat itu kalian tidak bisa membacanya dengan baik?” Sebagian dari mereka menjawab, “Ya, kami bisa membacanya dengan baik.” Beliaupun melanjutkan, “Nah, sekarang lebih baik saya akan belajar kepada kalian bagaimana caranya bisa membaca Al-Fatihah dengan baik. Sekarang saya akan membacanya dan tolong kalian dengarkan. Jika nanti kalian dapati bacaan saya baik, maka katakanlah baik. Jika kalian dapati bacaan saya jelek, maka katakanlah salah dan tolong benarkan.” Mereka menyahut dengan malunya, “Jangan begitu, ya Habib. Kami saja yang membaca Al-Fatihah itu kepadamu.” Beliau menjawab, “Baiklah, tapi saya dulu yang akan membacanya dan kalian dengarkan!” Kemudian beliau pun membaca surat Al-Fatihah tersebut dengan suara keras dan mereka mendengarkannya. Begitu beliau selesai membaca, beliau bertanya, “Apakah ada kesalahan pada bacaan saya?” Mereka menjawab, “Tidak ada.” Lalu mulailah mereka satu per satu bangun dari duduknya untuk membaca surat Al-Fatihah di hadapan beliau. Beliau pun akhirnya membetulkan bacaan mereka satu per satu hingga memakan waktu yang sangat lama. Setelah semuanya selesai, beliau berkata kepada mereka, “Insya Allah besok pagi kita akan belajar tata cara berwudhu, belajar tentang macam-macam air untuk bersuci dan saya akan mengajarkan bagaimana caranya shalat.” Besok paginya beliau menunaikan kewajibannya mengajarkan ilmu kepada mereka, bahkan sampai bacaan-bacaan shalat pun termasuk bacaan tasyahud beliau keraskan dengan tujuan agar mereka lebih cepat memahaminya. Masyarakat daerah itu mengambil banyak manfaat dengan keberadaan beliau disana, hingga akhirnya beliau meneruskan perjalanan dakwah beliau ke daerah-daerah lain. [Disarikan dari Lawaami'un Nur, karangan Al-Habib Abubakar Al-Adany bin Ali bin Abubakar Almasyhur, hal. 74-75]

Adab bergaul

Mutiara kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad

Budayakanlah dalam dirimu sifat selalu menahan diri dan suka memberi maaf atas segala kekhilafan teman-temanmu. Jangan sekali-kali menunjukkan sikap kasar dan kaku, sebab yang demikian itu termasuk sifat-sifat manusia-manusia tiran yang sombong. Jangan pula kamu mengecam kepada seseorang diantara mereka yang melanggar hak pribadimu atau kurang memperhatikannya. Kecuali apabila ia memang seorang yang benar-benar tulus dalam persahabatannya denganmu dan telah teruji kesetiaannya.

Akan tetapi apabila pelanggaran tersebut menyangkut hak Alloh atau hak-hak hamba-Nya, maka dalam hal ini jangan begitu saja memaafkan mereka. Hanya saja tetap diperlukan pertimbangan berkaitan dengan keadaan mereka dalam hal kuat atau lemahnya keyakinan keberagamaan mereka. Maka hendaknya kamu bersikap lebih lunak terhadap para pemula diantara mereka yang masih lemah agamanya, dibandingkan dengan sikapmu berhadapan dengan mereka yang sudah kuat. Akan tetapi bagaimanapun juga sikap lemah lembut merupakan hal yang secara mutlak lebih banyak mengandung kebaikan, maka hendaknya kamu selalu lebih mengutamakannya dalam kamu bersikap.

Bergaullah bersama teman-temanmu dengan cara sebaik-baiknya. Lupakan saja kebanyakan diantara kesalahan-kesalahan mereka, khususnya kesalahan tertentu yang tidak akan terlepas darinya kecuali orang-orang khusus diantara hamba-hamba Alloh yang sholeh. Jadikanlah bincang-bincangmu bersama mereka itu selalu tentang hal-hal yang yang mendatangkan manfaat bagi mereka, yang mampu meluruskan agama mereka dan memenuhi hajat mereka dalam kehidupan dunia dan akherat mereka. Jangan berbincang dengan mereka dalam hal-hal selain itu, kecuali pada saat-saat tertentu dengan niat hanya sekedar menghibur hati, sepanjang memang diperlukan.

Dan seandainya ada orang yang menyakiti hatimu, dengan ucapan ataupun perbuatan, memaki-makimu, menyebut tentangmu dengan sesuatu yang buruk di hadapan khalayak, maka janganlah membalasnya dengan perlakuan yang serupa. hendaknya kamu memaafkannya dan melepaskannya dari dosa kesalahannya itu, tanpa menyisakan sedikitpun rasa dendam atau permusuhan terhadapnya. Seperti itulah akhlak yang layak disandang orang-orang shiddiqqin. Atau jika kamu tidak mampu berbuat demikian, maka serahkan saja urusannya kepada Alloh dan cukuplah Alloh sebagai pembelamu terhadapnya.

[Wasiat-Wasiat Habib Abdullah Al-Haddad, Al-Allamah Al-Habib Abdullah Al-Haddad, cetakan I, 2000, penerbit Kharisma, Bandung]

As-Sayyid Muhammad bin Alawiy Al-Malikiy

Al-Habib As-Sayyid Muhammad bin Alwy bin Abbas Al-Maliky Al-Hasany lahir di Makkah pada tahun 1365 H / 1947 H. Nasab beliau masih terkait dengan Imam Hasan, salah seorang cucu Rasulullah saw.
Ayah beliau Sayyid Alwy dikenal sebagai ulama terkenal yang mengajar di Masjidil Haram. Lingkungan telah membuat beliau sejak kecil lekat dengan ajaran-ajaran agama. Ayahnya sendiri yang mendidik dan mengasah beliau hingga menjadi seorang yang cerdas dan piawai dalam masalah-masalah keagamaan.
Tentang ayahnya ini, salah seorang ulama kesohor Mesir Syekh Muhammad Al-Thayyib An-Najjar menulis, "Sayyid Alwy Al-Maliky adalah seorang ulama besar yang mulia yang biasa mendermakan hidup demi ilmu. Ia dengan penuh ketekunan membaca berbagai kitab dan menulis berbagai buku seraya mengamalkan ilmu yang dikuasainya. Rumahnya terletak dekat Ka'bah yang mulia disekitar Makkah Al-Mukaramah. Ia bagaikan lembah indah yang menghimpun para ulama, pilihan diantara ulama islam yang mendengarkan Al-Qur'an dan Sunah Nabi saw, seraya mengkajinya dengan mendalam dan membahasnya secara teliti. Kepada para santri sering didengarkan berbagai sanjungan terhadap Nabi Muhamad saw, berupa syair yang dibacakan oleh Syekh Alwy dengan bahasa arab yang bagus disertai hati yang tulus penuh ketakwaan dan dihiasi keimanan yang jernih."
Kecerdasan Sayyid Muhammad terlihat sejak kecil, Hafal Al-Qur'an pada usia 7 ( tujuh ) tahun, Hafal Al-Muwaththa' (kitab Hadits karya Imam Maliki, kitab tertua, atau yang pertama diterbitkan di dunia islam pada abad ke 2 H / VII M) pada usia 15 tahun. Dan pada usia 25 tahun, Sayyid Muhammad Al-Maliky meraih gelar doktor ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, dengan predikat excellent, dibawah bimbingan ulama besar mesir Prof.Dr. Muhammad Abu Zahrah. Usia 26 tahun beliau dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits pada Universitas Ummul Qura, Makkah, Arab Saudi.
Ini adalah sebuah prestasi luar biasa yang memang layak dicapai oleh seorang putra ulama besar dan termasyhur di Makkah dan Madinah. Sebagai ulama ahli tafsir dan hadits, beliau giat dalam kegiatan dakwah yang digelar Rabithah Alam Al-Islamy (Liga Dunia Islam) dan Mu'tamar Alam Islamy (Organisasi Konferensi Islam).
Pada tahun 1974, setahun setelah ayahnya wafat, Sayyid Muhammad Al-Maliky membuka pesantren yang di Utaibiyyah, Mekah. Uniknya, pesantren yang dibangun bersama Abbas, adik kandungnya itu, hanya menerima santri dari Indonesia. Belakangan pesantren itu pindah ke kawasan yang lebih luas tapi agak jauh dari Masjidil Haram. Di pinggiran selatan kota Makkah di daerah Rushayfah, yang kemudian diberi nama jalan Al-Maliky. Disana beliau banyak membina murid dari Indonesia. Sebagian dari ratusan alumnus yang pulang ke Indonesia, ada yang membuka pesantren dengan nama Al-Ma'had Al-Maliky (Pesantren Al-Maliky).
Dalam kehidupannya, Sayyid Muhammad Al-Maliky pernah mengalami berbagai cobaan hidup. Pada tahun 1980-an terjadi perselisihan besar antara beliau dan beberapa ulama wahabi yang didukung oleh Kerajaan Saudi. Sayyid Muhammad Al-Maliky dituduh menyebarkan bid'ah dan khurafat. Beliau kemudian dikucilkan, hingga pernah mengungsi ke Madinah selama bulan Ramadhan.
Persoalan itu kemudian meruncing, tetapi berhasil dicari jalan tengah dengan melakukan klarifikasi (Dialog). Waktu itu, Sayyid Muhammad Al-Maliky berargumen dengan kuat saat berhadapan dengan ulama yang juga mantan Hakim Agung Arab Saudi, Syekh Sulaiman Al-Mani'. Dialog itu direkomendasikan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz, yang dikenal sebagai Mufti Kerajaan Arab Saudi waktu itu. Syekh Abdul Aziz bin Baz sangat berseberangan dengan Al-Maliky.
Dalam dialog / perdebatan Sayyid Muhammad Al-Maliky dengan Ulama ahabi yang ditayangkan TV setempat dimenangkan oleh Sayyid Muhammad Al-Maliky dan kian mendapat simpati. Konon diam-diam keluarga kerajaan Arab Saudi pun sebenarnya berpihak kepada Sayyid Muhammad Al-Maliky, namun takut diketahui mayoritas pemeluk Wahabi.
Syekh Sulaiman Al-Mani' kemudian menerbitkan dialognya itu dalam bentuk buku yang diberi judul Hiwar Ma'al Maliki Liraddi Munkaratihi wa Dhalalatih ( Dengan dengan Maliki untuk menolak kemunkaran dan kesesatannya ).
Syekh Shalih bin Abdul Aziz Al-Syaikh kemudian juga menerbitkan buku yang berjudul Hadzihi Mafahimuna (Inilah Pemahaman kami), yang menghantam pemikiran Sayyid Muhammad Al-Maliky.
Sayyid Muhammad al-Maliky tak tinggal diam. Beliau juga menerbitkan buku yang tak kalah hebat dan populernya, dengan judul Mafahim Yajibu an Tushahhah ( Paham-paham yang harus diluruskan ). Buku ini kemudian menjadi buku andalannya dalam mempertahankan Pluralitas aliran di Tanah suci Makkah. Sayyid Muhammad Al-Maliky didukung sejumlah Ulama non Wahabi yang mulai terpinggirkan.
Dalam berbagai dalih, Sayyid Muhammad Al-Maliky justru mengusung pemikiran asli Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri aliran Wahabi, yang ternyata banyak disalah artikan oleh ulama-ulama pengikutnya. "Banyak kebohongan yang ditebarkan atas nama saya." Tulis Abdul Wahab.
Sayyid Muhammad Al-Maliky juga seorang pakar yang banyak menyumbangkan karya-karya ilmiah dan aktif mengikuti pertemuan-pertemuan fiqih yang diadakan oleh Rabithah Alam Al- Islamy. Beliau tercatat pernah aktif di Kepanitiaan Musabaqah Tahfidz dan Tilawatil Qur'an di Makkah pada masa-masa awal. Beliau banyak memberikan ceramah, diskusi, seminar, terkait dengan ilmu-ilmu yang dikuasainya, terutama Fiqih dan Hadits.