Total Tayangan Halaman

Selasa, 26 Januari 2010

Kemuliaan tempat kelahiran Rasululloh – semoga Allah melimpahkan atas beliau salawat dan salam

Allah bukan hanya memuliakan Rasul dengan memilihkan ayah dan ibu yang terbaik bagi beliau. Bahkan Allah memilihkan tempat kelahiran dan wafatnya, yakni kota Makkahh dan Madinah dua tempat yang paling mulia dari seluruh tempat yang ada di bumi ini. hal itu menurut kesepakatan para ulama’. Namun mereka berbeda pendapat dalam masalah manakah di antara kedua kota tersebut yang paling utama / mulia. Adapun ulama Makkah dan ulama’ Kufah berpendapat bahwa Makkah lebih utama dari Madinah, dan inilah juga pendapat Imam Asy-Syafi’iy dan sebagian kelompok dari ulama Mazhab Maliki. Sedangkan Al-Imam Malik sendiri, dan kebanyakan ulama Madinah berpendapat bahwa Madinah lebih utama daripada Makkah, dan ini adalah pendapat Umar bin Al-Khoththob. Dan tak ragu lagi bahwa tempat kubur Rasul adalah tanah yang paling utama. Sebab dikatakan bahwa setipa bani Adam dikuburkan ditanah / ditempat yang darinya dia tercipta, sedangkan makhluk yang paling utama adalah Rasululloh – semoga Allah melimpahkan atas beliau salawat dan salam – maka tanah yang pali utama adalah tanah makam beliau.
Adapun di antara ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyatakan tentang keutamaan kota Makkah antara lain:
Firman Allah Yang Maha Tinggi:
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَّاتَّخِذُوْا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّى وَّعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَإِسْمَاعِيْلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ. وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هذَا بَلَدًا آمِنًا وَّارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيْلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ.
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitulloh) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan dijadikanlah maqom Ibrohim (tempat berdiri Nabi Ibrohim waktu membangun Ka’bah) sebagai tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrohim dan Isma’il: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang I’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.
Dan (ingatlah), ketika Ibrohim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Q.S Al-Baqoroh: 125 – 126)
Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
فِيْهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيْمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا (آل عمران: 97)
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda nyata (di antaranya) maqom Ibrohim, barangsiapa memasukinya (Baitulloh itu) menjadi amanlah dia…” (Q.S Aalu ‘Imron: 97)
Allah berfirman:
وَقَالُوْا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا ءَامِنًا يُّجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِّزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ (القصص: 57)
Artinya: “Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu (yakni Rasul), niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam derah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezqi (bagi kalian) dari sisi Kami?” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Q.S Al-Qoshosh: 57)
Allah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا ءَامِنًا وَّيَتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَةِ اللهِ يَكْفُرُوْنَ (العنكبوت: 67)
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikamt-nikmat Allah?” (Q.S Al-‘Ankabuut: 67)
Sedangkan hadits-hadits tentang hal itu, antara lain:
Diriwayatkan dalam sahih Al-Bukhoriy dari Abdulloh bin Abbas – semoga Allah merodhoi keduanya – ia berkata: Rasululloh SAW bersabda pada hari fatchu Makkah (pembukaan / penaklukan kota Makkah): “Sesungguhnya negeri ini adalah negeri yang diharamkan (dijaga kehormatannya) oleh Allah tidak boleh dipotong tumbuhan / tanamannya yang dan tidak boleh pula dibuat lari / diusir hewan buruan yang ada di dalamnya, dan tidak boleh diambil barang temuan yang ditemukan didalamnya kecuali oleh pemiliknya.” Abbas menjawab: “Ya Rasululloh kecuali tanaman Idzkhir, sebab mereka (pera penduduk) membutuhkannya untuk atap mereka dan rumah mereka.” Rasulu bersabda: “Kecuali idzkhir.”
Diriwayatkan oleh Al-Imam At-Turmudziy dari Abdulloh bin ‘Adiy bahwasanya dia mendengar Rasul – semoga Allah melimpahkan atas beliau salawat dan salam – bersabda, sedang beliau menunggang kendaraannya di Hazuroh di (perbatasan) kota Makkah: “Demi Allah engkau hai Makkah adalah sebaik-baik tanah Allah dan tanah Allah yang paling aku cintai. Dan seandainya aku tidak diusir maka aku tidak akan meninggalkanmu,”
Diriwayatkan dari Abu Syuroich Al-Adawiy bahwasanya dia berkata kepada Amr bin Sa’id sedang dia (yakni Amr ini ialah seorang panglima pasukan) yang mana dia memimpin utusan pasukan ke kota Makkah (untuk menyerang Abdulloh bin Zubair yang dituduh memberontak kepada kholifah, yakni Yazid bin Mu’awiyah): “Izinkanlah aku wahai panglima untuk memberitahumu suatu hadits yang mana Rasul menyampaikannya pada pagi hari penaklukan kota Makkah yang mana dua telingaku mendengarnya dan hatiku meresapinya serta kedua mataku melihatnya ketika beliau mengucapkannya yakni beliau memuji Allah kemudian berkata: “Sesungguhnya Makkah ini diharamkan oleh Allah dan bukan diharamkan oleh manusia. Maka tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di dalamnya, atau memotong timbuhan di dalamnya, kalaupun ada orang yang ingin memerangi Rasul Allah semoga Allah melimpahkan atas beliau salawat dan salam – (lalu Rasululloh membunuhnya) maka katakanlah: “Sesungguhnya Allah telah menginzinkan itu kepada Rasululloh dan tidak mengizinkan kalian.” Hanya saja diizinkan hal itu untukku hanya pada beberapa jam dari siang hari (yakni hingga waktu ashar) dan sungguh telah kembali lagi keharamannya pada hari ini sebagaimana keharamannya kemarin. Maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Diriwayatkan dalam musnad Ath-Thoyaalisiy dari riwayat Abdulloh bin Zubair bahwasanya satu kali salat saja di Masjidil Haram lebih utama dari 100.000 kali salat di tempat lain. Jika dihitung adalah sama dengan salat yang dikerjakan selama 55 tahun 6 bulan dan 20 hari (dengan menganggap 1 tahun = 360 hari).
Adapun nama kota Makkah yang tersebut dalam Al-Qur’an ada 8 nama, yaitu:
Makkah firman Allah Yang Maha Tinggi:
وَهُوَ الَّذِيْ كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرًا (الفتح 24)
Artinya: “Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kalian dan (menahan) tangan kalian dari (membinasakan) mereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kalian atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Q.S Al-Fatch: 24) Makkah berarti dari asal kata “Makka – Yamukku” bermakna: penghapusan, disebut demikian karena dia menghapuskan dosa-dosa. Atau karena dia menghapuskan / membinasakan raja-raja zalim yang ingin menguasainya.
Bakkah, firman Allah Yang Maha Tinggi:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَّهُدًى لِّلْعَالَمِيْنَ (آل عمران: 96)
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempaat beribadat) manusia, ialah baitulloh yang ada di Bakkah (yakni Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi manusia.” (Q.S Aalu-‘Imroon: 96) disebut bakkah karena orang banyak berkumpul padanya.
Ummul Quroo, firman Allah Yang Maha Tinggi:
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ (الأنعام: 92)
Artinya: “Dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu (Hai Muhammad) memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Quroo (Makkah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara salatnya.” (Q.S Al-An’am: 92)
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لِّتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لاَ رَيْبَ فِيْهِ فَرِيْقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيْقٌ فِي السَّعِيْرِ (الشورى: 7)
Artinya: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu (hai Muhammad) Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Quroo (yakni Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Seegolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.” (Q.S Asy-Syuuroo: 7)
Disebut Ummul Quroo (induknya desa-desa) sebab dia adalah desa yang pertama kali diciptakan.
Al-Qoryah (Desa / negeri), Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
وَمَا لَكُمْ لاَ تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيْرًا (النساء: 75)
Artinya: “Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” (Q.S An-Nisaa': 75)
Al-Balad (negeri), Allah berfirman:
لاَ أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ (البلد: 1 - 2)
Artinya: “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (yakni Makkah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Makkah ini.” (Q.S Al-Balad: 1 – 2)
Al-Baladul Amiin, firman Allah:
وَهَذَا الْبَلَدِ اْلأَمِيْنِ (التين: 3)
Artinya: “dan demi kota (Makkah) ini yang aman.” (Q.S At-Tiin: 3)
Baldah (negeri), firman Allah:
إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِيْ حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُوْنَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (النمل: 91)
Artinya: “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Makkah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Q.S An-Naml: 91)
dan Ma’ad, firmman Allah:
إِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَآدُّكَ إِلَى مَعَادٍ قَلَ رَبِّيْ أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِيْ ضَلاَلٍ مُّبِيْنٍ (القصص: 85)
Artinya: “Sesungguhnya Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali (yakni Makkah). Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al-Qoshosh: 85)
Sedangkan nama-nama kota Makkah yang selain yang tersebut dalam Al-Qur’aan adalah: Ar-Ro’s (kepala) dinamakan demikian karena dia adalah kota yang paling utama, Al-Qodisiyyah (kota suci), Al-Masjidil Haroom, Al-Makkataan (dua Makkah), Ummu Rouch (induk ketenangan) sebab ia adalah tempat untuk menenangkan / melepaskan diri dari dosa, Ummu Rochim (induk kasih sayang) sebab manusia saling berkasih sayang di dalamnya, Ummu Kuutsaa (nama salah satu tempat dipinggiran kota Makkah, yang mana kota Makkah juga terkenal dengan nama itu), nama-nama kota Makkah yang lain: Shilaach, Al-Binaa;, Al-Baasah, An-Naasah, Al-‘Urusy, Al-Muqoddasah, Al-Chaathimah, Al-Baniah, Naadiroh, Naadir.
Di antara tanda-tanda yang nyata (seperti yang tersebut dalam Surat Aalu-‘Imroon: 97) adalah: Al-Chajar Al-Aswad (batu hitam) yang menurut riwayat berasal dari surga dan asalnya sanagt putih lalu menjadi hitam karena dosa-dosa bani Adam; terdapat Al-Chathiim (tempat antara Sumur Zamzam dengan Maqom Ibrohim, dikatakan bahwa di situ terdapar makam sekita 70 nabi), bekas telapak kaki Nabi Ibrohim (Maqom Ibrohim), sumur zamzam, tempat kelahiran Rasululloh semoga Allah melimpahkan atas beliau salawat dan salam, tempta awal munculnya Islam, tempat awal turunnya Al-Qur’an, Qiblat orang-orang yang salat, dan disana terdapat 15 tempat yang mustajab (dikabulkan doa di sana) yaitu: ketika thowaf (yakni di tempat thowaf), di Multazam (antara hajar aswad dengan pintu ka’bah), di bawah Mizaab (pancuran), di dalam Ka’bah, di sumur Zamzam, di bukit Shofa, di bukit Marwah, di tempat Saa’iy, di belakang Maqom Ibrohim, di Arofah, di Muzdalifah, di Mina, di 3 tempat pelemparan jumroh (Ulaa, Wusthoo, dan ‘Aqobah).
Walloohu a’lam bish showaab.

Sabtu, 16 Januari 2010

Wasiat2 Alhabib Abdulloh Alhaddad: Membina Kedekatan Hubungan dengan Allah

إِلْزَمْ فَرَائِضَهُ وَاتْرُكْ مَحَارِمَهُ * وَاقْطَعْ لَيَالِيْكَ وَاْلأَيَّامَ فِيْ القُرَبِ
Pegang teguhlah fardhu-fardhu, dan tinggalkanlah segala yang diharamkan-Nya * dan isilah malam-malammu dan hari-hari dengan kedekatan kepada Allah.
Yang dimaksud dengan fardhu-fardhu adalah segala yang diwajibkan oleh Allah Yang Maha Tinggi, sedangkan segala yang diharamkan-Nya yakni segala yang dilarang oleh Allah Yang Maha Tinggi. Adapun yang dimaksud dengan kedekatan kepada Allah adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh hamba untuk mecari kedekatan di sisi Allah Yang Maha Tinggi baik itu berupa amal-amal sunnah ataupun ketaatan-ketaatan yang semuanya itu mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya.
Kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya pertama kali dengan keimanan dan kepercayaannya kepada Tuhannya, dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Lalu kedekatan dengan cara menyempurnakan ketaatan tersebut dan bersifat betul-betul dan bersifat dengan sifat-sifat kehambaan.
Sedangkan kejauhan hamba dari Tuhannya adalah karena dosa yang dilakukan hamba tersebut serta ia menyalahi perintah-Nya serta jauh dari ketaatan kepada-Nya. Dan kejauhan yang pertama kali – kita mohon perlindungan dari kejauhan dari Allah – adalah jauhnya seorang hamba dari taufiq (pertolongan untuk taat). Adapun kedekatan Allah Yang Maha Benar adalah dengan ilmu (ke-Maha Tahu-an-Nya) dan kekuasaan-Nya, ini kedekatan yag bersifat umum untuk semua makhluk. Dan kedekatan dengan sifat kelembutan-Nya dan pertolongan-Nya adalah khusus untuk orang-orang yang beriman. Kemudian kedekatan dengan penghiburan yang khusus adalah khusus bagi para wali-Nya / kekasih-Nya. Dan barangsiapa yang menganggap / merasa bahwa dirinya dekat dengan Allah maka hakikatnya ia adalah orang yang terhalang dari kedekatan-Nya. Adapaun kedekatan Allah dengan Dzat-Nya maka Maha Suci Allah dari hal itu. Sebab Dia Yang Maha Tinggi lagi Maha Suci, sama sekali Maha Suci dari segala batasan, tempat, penghabisan / ujung dan ukuran . Adapun sifat kedekatan Allah Yang Maha Suci memiliki tiga makna:
- kedekatan yang mustahil yaitu kedekatan Dzat (seperti dekatnya kita dengan kawan kita ketika duduk bersama / berdekatan, dan ini adalah sifat makhluk, bukan sifat Khalik / Sang Pencipta)
- kedekatan wajib dalah sifat Allah Yang Maha Tinggi yaitu kedekatan ilmu-Nya dan ‘penglihatan’-Nya.
- Kedekatan yang boleh / mungkin yaitu kedekatan kelembutan-Nya yang dikhususkan kepada hamba-hamba tertentu yang Dia kehendaki.
Rasululloh SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Tuhan beliau SWT, Dia berfirman:
مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضَهُ عَلَيْهِ وَلاَيَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ َلأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَ بِيْ َلأُعِيْذَنَّهُ.
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari mengerjakan apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka Akulah yang menjadi pendengarannya yang mana ia mendengar dengannya, dan Akulah penglihatannya yang mana ia melihat dengannya, dan tangannya yang mana ia bertindak dengannya, dan kakinya yang mana ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku pastilah Aku akan memberikannya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.”
Al-Habib Abdulloh Al-Haddad berkata: “Ini adalah pakaian kewalian dan cinta dari Allah bahkan ini adalah pakaian kekhilafahan (pengganti / penerus Rasululloh). Seorang hamba dapat mencapainya dengan menunaikan segala yang difardhukan / diwajibkan oleh Allah dan memperbanyak amalan sunnah dengan niat memperoleh kedekatan dengan-Nya. Hendaklah bersegera untuk melaksanakannya / mencapainya jika engkau memang orang yang memiliki semangat untuk sampai kepada derajat orang-orang yang sempurna dan memiliki kesenangan untuk menggapai derajat orang-orang yang dikasihi Allah.”

Wasiat2 Alhabib Abdulloh Alhaddad 1: wasiat Utama: Taqwa kepada Allah

Berkatalah penggubah qashidah tersebut, Al-Habib Abdulloh bin ‘Alawiy Al-Haddad, semoga Allah merahmatinya dan memberi kita manfaat dengan berkahnya:
وَصِيَّتِيْ لَكَ يَا ذَا الْفَضْلِ وَاْلأَدَبِ * إِنْ شِئْتَ أَنْ تَسْكُنَ السَّامِيْ مِنَ الرُّتَبِ
Wasiatku kepadamu wahai yang memiliki keutamaan dan adab * jika engkau ingin menetapi derajat yang tinggi
وَتُدْرِكَ السَّبْقَ وَالْغَايَاتِ تَبْلُغُهَا * مُهَنَّأً بِمَنَالِ الْقَصْدِ وَالأَرَبِ
Dan engkau ingin mencapai peringkat juara dan memperoleh segala tujuan /cita-cita * dalam keadaan senang dan serta tercapai segala maksud dan hajat
تَقْوَى اْلإِلَهِ الَّذِيْ تُرْجَى مَرَاحِمُهُ * اَلْوَاحِدُ اْلأَحَدُ الْكَشَّافُ لِلْكُرَبِ
Maka hendaklah ia melazimi (memegang teguh) ketaqwaan kepada Tuhan yang diharapkan kasih saying-Nya * Yang Maha Tunggal lagi Maha Esa, Yang Maha Menyingkap segala kesulitan.
Beliau mendahulukan wasiat ketaqwaan sebab hal itu memang menjadi hal yang paling berhak didahulukan. Sebab taqwa adalah wasiat Allah Tuhan Penguasa seluruh alam bagi orang-orang generasi awal dan kemudian, dan perantara yang dapat menghantarkan kepada seluruh kebaikan di dunia dan di hari pembalasan. Taqwa juga merupakan dasar yang kokoh bagi kaum mukminin, dan harta yang paling berharga lagi mulia bagi orang yang sungguh-sungguh. Sebab tiada satu kebaikan pun baik duniawi atau ukhrawi, lahir maupun batin kecuali taqwa merupakan sebab yang menghantarkan kepadanya dan dasar yang kuat untuk kelanggengan dan keabsahannya. Taqwa merupakanhijab Allah yang paling agung yang melindungi dari siksa dan juga perantara yang agung kepada kabar gembira dan kemuliaan di negeri tempat ganjaran (yakni surga). Barangsiapaa berdiri di pintu ketqwaan dan berpegang padanya maka pastilah ia akan selamat, serta beruntung. Al-Imam Al-Ghozzaliy mengatakan: “Ketahuilah bahwa taqwa merupakan harta terpendam yang amat berharga. Jika engkau beruntung mendapatinya maka betapa banyak yang akan keu peroleh dari pada hal-hal yang indah, lagi agung serta ilmu yang banyak dan kerajaan yang besar. Seakan-akan seluruh kebaikan dunia dan akirat terkumpul padanya yakni ketaqwaan. Perhatikanlah betapa banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mengaitkan ketaqwaan dengan banyak kebaikan dan betapa banyak Allah menjanjikan pahala yang besar atasnya dan betapa banyka kebahagiaan yang Allah karuniakan dengan ketaqwaan itu.” Sebagian ulama berkata: “Seandainya tidak ada ayat lain yang menjelaskan tentang keuntungan taqwa tersebut kecuali firman Allah Yang Maha Tinggi:
اَلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ. لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ لاَ تَبْدِيْلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ ذلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ. (يونس: 63 – 64)
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.S Yunus: 63 – 64)
pastilah cukup.
Al-Imam Al-Ghozzaliy – semoga Allah Yang Maha Tinggi merahmatinya – berkata: “Aku katakan: “Bukankah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi lebih mengetahui tentang apa yang baik bagi hamba, dan Dia adalah paling murni / tulus kepada hamba, dan paling kasih dari setiap pengasih. Seandainya di ala mini ada suatu perkara yang lebih baik bagi hamba dan lebih banyak mengumpulkan kebaikan serta lebih banyak pahalanya dan lebih indah dalam peribadatan melebihi perkara ini yakni taqwa maka Allah pasti akan mewasiatkannya kepada para hamba-Nya karena kesempurnaan kebijaksaan-Nya dan keluasan rahmat-Nya. Oleh karenanya, ketika Allah mengumpulkan dan menyeru dalam taqwa ini semua orang baik generasi awal maupun akhir dan membatasinya pada ketaqwaan saja, dari sini kitah mengetahui bahwa itulah puncak (dari segala kebaikan) yang tak dapat dilampaui, dan bahwasanya Allah telah mengumpulkan segala nasihat, petunjuk, pendidikan, dan pengajaran dalam wasiat yang satu ini (yakni taqwa) sebagaimana hal itu dipandang layak dari kebijaksaan-Nya.senadainya kita mencoba untuk meneliti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang menjelaskan masalah ini patilah akan meluas pembahasan ini dan akan panjanglah pembicaraan kita ini. Hanya kepada Allah Yang Maha Tinggi kita memohon tawfiq agar kita dapat bertaqwa dalam setiap keadaan.
As-Sayyid Abdulloh – semoga Allah merahmati beliau – berkata (dalam sebuah karyanya): “Taqwa adalah ungkapan untuk menyatakan tentang pelaksanaan perintah-perintah Allah dan usaha untk menjauhi segala yang diharamkan oleh-Nya baik yang bersifat zahir maupun batin, yang diiringi dengan perasaan pengagungan terhadap Allah serta merasakan kewibawaan-Nya dan takut serta gentar di hadapan-Nya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa taqwa itu terdiri dari empat perkara: melaskanakan dengan sungguh-sungguh segala kewajiban, menjauhi hal-hal yang diharamkan, mengikuti As-Sunnah dan memgang teguh adab (kepada Allah, kepada Rasul-Nya dan kepada seluruh makhluk yang lain).”
Taqwa adalah dasar dari segala dasar Ahli thoriqoh yang mana mereka membangun perkara mereka (hubungan mereka dengan Allah) diatas ketaqwaan tersebut. Sedangkan keutamaan adalah suatu tambahan dan lawannya adalah kekurangan. Yakni taqwa merupakan sejenis keutamaan yang mana orang yang bersifat dengan ketaqwaan mengungguli orang lain dengan sifat mulia itu. Adapun adab menurut kaum sufi adalah sesuatu yang agung, dan manusia dalam hal adab ini terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: Ahli dunia, Ahli agama, dan ahli khusus. Adapun Ahli dunia adab mereka hanya terbatas pada tutur kata yang fasih dan baik, menghafal ilmu-ilmu, nama-nama para raja, sya’ir-sya’ir arab dan berbagai macam keahlian. Sedangkan Ahli agama, kebanyakan adab mereka adalah olah jiwa, mendidik anggota badan, membersihkan hati, menjaga batasan-batasan syari’at, menjauhi kesenangan syahwat, memurnikaan diri untuk beribadah, dan bersegera kepada kebaikan. Adapun adab ahli khususiyyah (orang-orang khusus di sisi Allah) adalah mensucikan hati, menjaga hati, dan menjaga perjanjian (dengan Allah), menjaga waktu, sedikitnya perhatian terhadap lintasan-lintasan hati yang muncul, dan persamaan antara zahirnya dan batin (isi hati)nya, dan menjaga adab dengan baik ketika berdekatan dengan Allah.”
Adapun yang dimaksud oleh Al-Habib Abdulloh Al-Haddad dalam bait di atas pada kata-kata: menetapi derajat yang tinggi, yakni menetapi peringkat yang tinggi dari peringkat-peringkat orang-orang mukmin dan bersifat dengan sifat-sifat orang-orang yang telah wushul (sampai) kepada Allah Yang Maha Tinggi dari kalangan para wali yang mengenal Allah. Kata-kata dengan senang maksudnya ialah tanpa kesulitan atau bersusah payah.

Manusia Termulia: Nabi Muhammad, bersalawatlah dan bersalamlah kalian atas beliau

Diriwayatkan oleh Aisyah – ummul mu’miniin semoga Allah meridhoinya – berkata: “Rasululloh – semoga salawat dan salam Allah tetap atas beliau – bersabda: “Jibril datang kepadaku dan berkata: “Aku telah membolak-balik timur bumi dan baratnya lalu aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih utama dari Muhammad, dan aku tidak pernah melihat sebuah kabilah yang terbaik kecuali Bani Hasyim.”
Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهَ وَلَتَنْصُرُنَّهُ… (آل عمران: 81)
Artinya: “Dan )ingatlah( ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah. Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.”…(Q.S Alu ‘Imroon: 81)
Sedangkan Al-Imam Ali bin Abi Tholib menafsirkan ayat tersebut, beliau berkata: “Tidaklah Allah Yang Maha Agung mengutus seorang nabi pun dari mulai Adam hingga hari kiamat kecuali Dia mengambil perjanjian darinya tentang Rasululloh, yakni jika beliau diutus sedang nabi zaman itu masih hidup maka nabi itu harus mengikuti Rasululloh yakni beriman kepada beliau dan menolong dakwah beliau, dan begitu pula Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mengambil perjanjian tersebut dari para kaum masing-masing nabi itu.”
Diriwayatkan dari Qotadah RA: “Aku adalah nabi yang pertama dalam penciptaan dan yang terakhir dalam masa pengutusan.” Oleh karena itu beliau disebut oleh Allah diawal sebelum Allah menyebut Nuh dalam ayat akan disebut setelah ini.
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khoth-thob – semoga Allah meridhoinya – bahawa ia pernah mengatakan suatu perkataan yang mana Rasululloh – semoga salawat dan salam Allah tetap atas beliau – menangis karenanya, yaitu Umar berkata: “Demi ayah dan ibuku wahai Rasululloh, sungguh engkau telah mencapai keutamaan dari sisi Allah yang mana engkau diutus di masa yang paling akhir namun Dia menyebutmu di awal dari para rasul yang lain, yang mana Dia berfirman:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّيْنَ مِيْثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوْحٍ وَ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ... (الأحزاب: 7)
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (wahai Muhammad), dan dari Nuh, Ibrohim, Musa, dan Isa putera Maryam…” (Al-Achzaab: 7)
Ya Rosuulallooh sungguh tinggi kemuliaanmu ketika para ahli neraka berkeinginan seandainya dahulu mereka mengikutimu sedang mereka ketika itu berada di neraka jahannam sedaang menerima siksa, mereka mengatakan:
...يَا لَيْتَنَا أَطًعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُوْلاَ (الأَحزاب: 66)
Artinya: “…Alangkah baiknya, andaikata kami dahulu ta’at kepada Allah dan ta’at (pula) kepada Rasul.” (Q.S Al-Achzaab: 66)
Diriwayatkan oleh Abdurrozzaq dalam musnadnya dengan sanadnya hingga ke sahabat Jabir bin Abdillah Al-Anshooriyyi – semoga Allah meridhoi beliau – (yang mana hadits ini dikutip juga oleh Al-Habib Ali Al-Habsyi dalam karya kisah maulidnya yang berjudul Simthud Duror) sahabat Jabir berkata kepada Rasululloh – semoga salawat dan salam Allah tetap atas beliau: “Ya Rasulalloh beritakan kepadaku tentang sesuatu yang paling pertama diciptakan oleh Allah sebelum segala sesuatu yang lain.” Rasululloh SAW berkata: “Wahai Jabir sesungguhnya Allah mencciptakan nur (cahaya) Nabimu dari nur-Nya sebelum segala sesuatu. Lalu Allah jadikan nur itu berkeliling dengan berkat kekuasaan Allah ke mana saja dia kehendaki, dan pada wakktu itu belum ada Lawchul Machfuuzh, belum ada Qalam, surga, neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, manusia ataupun jin. Lalu ketika Allah ingin menciptakan makhluk maka Allah bagi nur itu menjadi empat bagian: bagian pertama darinya Allah ciptakan tujuh lapis langit, bagian kedua darinya Allaah ciptakan tujuh lapis bumi, bagian ketiga dari Allah ciptakan surga dan neraka, dan bagian keempat dibagi menjadi 4 bagian: bagian pertama darinya Allah ciptakan cahaya pandangan mata kaum mu’minin, dan dari bagian kedua Allah ciptakan cahaya hati mereka yakni pengenalaan terhadap Allah Yang Maha Tinggi, dan dari yang ketiga Allah ciptakan cahaya lisan mereka yaitu kalimat tauhid: laa ilaaha illalloohu Muchammadur Rasuulullooh (Tiada Tuhan Selain Allah, nabi Muhammad utusan Allah), dan bagian keempat Allah bagi menjadi empat bagian, terus demikian hingga terciptalah alam semesta ini.
Maka beliau adalah pokok pangkal dari alam wujud ini.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas – semoga Allah Yang Maha Tinggi meridhoi mereka berdua – bahwa Rasululloh – semoga salawat dan salam Allah tetap atas beliau – bersabda: “Ketika Allah menciptakan Adam (lalu diturunkan ke bumi) maka Allah pun menurunkanku di bumi dalam tulang sulbi Adam, lalu Allah menjadikanku di sulbi Nuh ketika dia berada di perahu, dan akupun dijadikan di sulbi Ibrohim ketika dia dilempar ke dalam api, kemudian senantiasa Allah memindahkan aku dari sulbi-sulbi orang yang mulia ke rahim-rahim yang suci sehingga Allah mengeluarkanku dari kedua orang tuaku, yang mana mereka tidak pernah bertemu dalam pernikahan yang tidak sah satu kalipun.”

Kewajiban paling utama: ilmu 4 (terakhir)

Al-Imam Asy-Syafi’iy berkata: “Barangsiapa yang tidak cinta kepada ilmu maka ia tidak ada kebaikannya, dan janganlah ada hubungan pertemanan atau perkenalan antara engkau dan dia. Sebab orang yang tak mempelajari ilmu tidak mungkin ia tahu hokum ibadah dan menunaikan hak-hak ibadah. Walaupun seandainya seorang beribadah kepada Allah SWT seperti ibadahnya malaikat langit tanpa ilmu, maka ia termasuk orang yang merugi.”
Maka bergegaslah engkau wahai saudaraku untuk menuntut ilmu dengan cara membahas ilmu, menerimanya secara langsung dari ahli ilmu, dan mempelajarinya. Jauhilah olehmu rasa malas, dan bosan. Jika tidak maka engkau berada dalam bahaya kesesatan. Kita mohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dari hal itu.
Jika orang yang jahil / bodoh disibukkan dengan mencari dunia sehingga ia lupa mencari kebenaran dan ilmu agama maka berarti ia telah menyeret dirinya kepada murka Allah, Tuhan Penguasa seluruh alam ini, mereka rela dengan kerugian dan kerendahan derajat. Mereka tergolong dalam golongan orang yang dijelaskan oleh Allah Yang Maha Benar dalam firman-Nya:

Artinya: “…dan mereka puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempaatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus: 7 – 8)
Oleh karenanya seseorang tidak boleh duduk di pasar untuk berjual-beli hingga ia tahu hokum jula-beli sebelum ia menggelutinya. Itu masalah jual-beli, lalu bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang yang berdiri di hadapan Tuhannya di siang dan malam hari untuk melaksanakan salat sedang dia tidak mengetahui apa yang wajib dalam salat, apa yang diharamkan, apa yang membuat salat itu sah, dan apa yang membatalkaannya, lalu mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat kebaikan. Sebagaimana engkau wajib mempelajari dari ilmu apa yang harus kamu ketahui, wajib pula atasmu untuk mengajarkan isteri dan anakmu, dan orang-orang yang beradaa di bawah kekuasaan / pengawasanmu baik laki ataupun wanita. Jika engkau tak dapat mengajari mereka maka hendaklah engkau menyuruh mereka keluar kepada ahli ilmu agar mereka mempelajari dari para ahli ilmu itu sekadar apa-apa yang wajib mereka ketahui. Jika tidak maka engkau berdosa dan mereka pun yang sudah mukallaf berdosa. Wajib pula bagi wanita mempelajari apa yang mereka butuhkan seperti pengetahuan tentang hukum haidh, dan semacamnya. Jika suaminya ternasuk orang yang mengerti maka wajib mengajarinya, jika tidak maka sang isteri boleh keluar untuk mempelajari hal-hal yang wajib diketahuinya itu, dan tak boleh suaminya itu mencegahnya. Isteri tak boleh keluar ke majlis zikir atau majlis ta’lim yang mempelajari ilmu yang tidak wajib diketahuinya kecuali atas izin suaminya. Rasululloh SAW bersabda:
لاَ يَلْقَى اللهَ أَحَدٌ بِذَنْبٍ أَعْظَمَ مِنْ جَهَالَةِ أَهْلِهِ
Artinya: “Tidaklah seorang menghadap Allah dengan membawa suatu dosa yang lebih besar dari kebodohan keluarganya (akan ilmu agama).”
Al-Imam Al-Ghozzaliy berkata dalam kitab Ichyaa’-nya: “Diriwayatkan bahwa yang pertama kali menahan seseorang diakhirat adalah isteri dan anaknya maka mereka memberhentikannya di hadapan Allah SWT, mereka berkata: “Wahaai Tuhan kami mabillah hak kami darinya sebab dia tidak pernah mengajarkan kepada kami apa yang kami tidak mengetahuinya, dan dia memberi kami makanan yang haram sedangkan akmi tidak mengetahuinya.” Maka Allah pun menghukum orang tersebut.”
Adapun keutamaan ilmu tiddak terbatas dan tidak terhitung, akan tetapi itu semua adalah keutamaan ilmu yang disertai dengan amal. Jika tidak diamalkan maka ilmu itu akan menjadi pembawa malapetaka bagi pemiliknya. Sebab diriwayatkan dari Rasululloh SAW, beliau bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ مِمَّا يَبْتَغِيْ بِهِ وَجْهَ اللهِ تَعَالَى لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ غَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Barangsiapa yang mencari ilmu yang seharusnya ia mencari keridhoan Allah dengannya namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta benda duniawi maka ia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari kiamat.”
Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang bernama Watsilah bin Al-Asqo’ R.A bahwa Rasululloh SAW bersabda:
كُلُّ عِلْمٍ وَبَالٌ لِصَاحِبِهِ إِلاَّ مَنْ عَمِلَ بِهِ
Artinya: “Setiap ilmu akan menjadi petaka bagi pemiliknya kecuali ilmu yang diamalkan.”

Kewajiban paling utama: ilmu 3

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal R.A ia berkata: Rasululloh SAW bersabda:
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ، فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ للهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ، وَمُذَاكَرَتَهُ تَسْبِيْحٌ، وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ، وَتَعْلِيْمَهُ لِمَنْ لاَ يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ، وَبَذْلَهُ ِلأَهْلِهِ قُرْبَةٌ، ِلأَنَّهُ مَعَالِمُ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ، وَمَنَارَ سَبِيْلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ. وَهُوَ اْلأَنِيْسُ فِي الْوَحْشَةِ، وَالصَّاحِبُ فِي الْغُرْبَةِ، وَالْمُحَدِّثُ فِي الْخَلْوَةِ، وَالدَّلِيْلُ عَلىَ السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ، وَالسِّلاَحُ عَلَى اْلأَعْدَاءِ، وَالزَّيْنُ عِنْدَ اْلأَخِلاَّءِ، يَرْفَعُ اللهُ بِهِ أَقْوَامًا فَيَجْعَلُهُمْ لِلْخَيْرِ قَادَةً وَأَئِمَّةً، تُقْتَصُّ آثَارُهُمْ، وَيُقْتَدَى بِأَفْعَالِهِمْ، وَيُنْتَهَى إِلَى رَأْيِهِمْ، تَرْغَبُ الْمَلاَئِكَةُ فِي خُلَّتِهِمْ، وَبِأَجْنِحَتِهَا تَمْسَحُهُمْ، وَيَسْتَغْفِرْ لَهُمْ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ، وَحِيْتَانُ الْبَحْرِ وَهَوَامُّهُ، وَسِبَاعُ الْبَرِّ وَأَنْعَامُهُ، ِلأَنَّ الْعِلْمَ حَيَاةٌ لِلْقُلُوْبِ مِنَ الْجَهْلِ، وَمَصَابِيْحُ اْلأَنْوَارِ مِنَ الظُّلْمِ، يَبْلُغُ الْعَبْدُ بِالْعِلْمِ مَنَازِلَ اْلأَخْيَارِ وَالدَّرَجَاتِ الْعُلَى فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَالتَّفْكِيْرُ فِيْهِ يَعْدِلُ الصِّيَامَ، وَمُدَارَسَتُهُ تَعْدِلُ الْقِيَامَ، بِهِ تُوْصَلُ اْلأَرْحَامُ، وَبِهِ يُعْرَفُ الْحَلاَلُ مِنَ الْحَرَامِ، وَهُوَ إِمَامُ الْعَمَلِ، وَالْعَمَلُ تَابِعُهُ، يُلْهِمُهُ السُّعَدَاءَ، وَيُحْرِمُهُ اْلأَشْقِيَاءَ. (رواه ابن عبد البر)
Artinya: “Pelajarilah ilmu sebab mempelajari ilmu karena takut kepada Allah sama dengan takut kepada-Nya, menuntut ilmu bernilai ibadah, mengingat-ingat kembali ilmu yang telah dipelajari adalah tasbih, membahsa ilmu bernilai jihad, mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah sedekah, dan memberikannya kepada orang yang pantas menerimanya adalah kedekatan dengan Allah. Sebab ilmu itu adalah rambu-rambu halal dan haram, dan petunjuk jalan bagi ahli surga. Ilmu itu sebagai penghibur ketika sendirian, dan kawan di saat keterasingan, kawan bicara di saat menyendiri, petunjuk pada saat senang maupun susah, senjata atas para musuh, dan hiasan kita di antara para sahabat. Dengan ilmu Allah mengangkat sekelompok kaum sehingga Dia jadikan mereka itu sebagai panutan dan pemimpin kepada kebaikan, sehingga tingkah laku mereka menjadi tauladan, dan mereka diajdikan sebagai orang yang dimintai pendapat. Para malaikat pun senang untuk berkawan dengan mereka, dan menyentuh mereka dengan sayap-sayapnya. Semua yang basah dan yang kering meminta ampun untuk ahli ilmu, begitu juga ikan-ikan dan hewan laut, juga hewan buas di darat dan hewan ternaknya. Sebab ilmu adalah menghidupkan hati dari kebodohan, dan cahaya dari kegelapan. Dengan ilmu seorrang hamba dapat memperoleh kedudukan orang-orang yang baik dan derajat-derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat. Berpikir tentag ilmu sama dengan puasa, mempelajarinya sama dengan salat malam hari. Dengan ilmu tersambunglah silatur rahim, dan dengannya diketahuilah segala yang halal dari antara yang haram. Ilmu adalah imamnya amal, sedangkan amal adalah pengikutnya. Ilmu diberikan kepada orang-orang yang bahagia dan diharamkan atas orang-orang yang celaka.” (H.R Ibnu Abdilbarr)
Diriwayatkan dari Abu Dzarr dan Abu Huroiroh R.A bahwasanya keduanya berkata: “Sungguh satu bab dari ilmu yang dipelajari oleh seseorang itu lebih kami sukai daripada salat 1000 rakaat salat sunnah.”
Rasululloh SAW bersabda:
إِنَّ قَلِيْلَ الْعَمَلِ يَنْفَعُ مَعَ الْعِلْمِ وَإِنَّ كَثِيْرَ الْعَمَلِ لاَ يَنْفَعُ مَعَ الْجَهْلِ
Artinya: “Sesungguhnya sedikit amal dapat bermanfaat (jika dibarengi) dengan ilmu, dan sesungguhnya banyak amal tidak akan bermanfaat bersama dengan kebodohan.”

kewajiban paling utama: ilmu 2

Oleh karenanya hendaklah engkau memegang teguh ilmu sebab keutamaannya tidak terbatas. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (فاطر: 28)
Artinya: “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama…” (Q.S Faathir: 28)
Allah SWT juga berfirman:
...يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.... (المجادلة: 11)
Artinya: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Q.S Al-Mujaadilah: 11)
Allah SWT juga berfirman:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْم... (آل عمران: 18)
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)…” (Q.S Aalu ‘Imroon: 18) di sini Allah menyandingkan para ahli ilmu dengan para malaikat.
Allah SWT juga berfirman:
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ.... (الزمر: 9)
Artinya: “Katakanlah: “…Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui…” (Q.S Az-Zumar: 9) yakni tidak sama baik di dunia maupun di akhirat.
Sebab hakikat taqwa yang mana ia merupakan sebab kemuliaan, kebanggaan, dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat bergantung pada ilmu. Sebab orang yang bodoh tidak mengerti bagaimana ia bertaqwa, baik dari segi perintah atau pun larangan. Dari sini nampak keutamaan dan keistimewaan ilmu ataas seluruh ibadah, dan keadaan-keadaan jiwa. Sebab semua itu bergantung pada ilmu. Oleh karenanya Rasululloh SAW bersabda:
مَا عُبِدَ اللهُ بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فِي الدِّيْنِ
Artinya: “Tidaklah Allah disembah dengan sesuatu yang lebih afdhol dari pengetahuan tentang agama.”
Rasululloh SAW juga bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَيُلْهِمُهُ رُشْدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang Allah inginkan baginya kebaikan maka ia akan membuatnya mengerti / pandai tentang masalah agamanya dan Allah akan mengilhamkan petunjuk kepadanya.”
Rasululloh SAW juga bersabda:
اُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina.”
Sedangkan Cina adalah tempat yang sangat jauh (dari jazirah arab) dan sedikit sekali dari orang-orang yang sampai padanya karena jauhnya. Jika manusia wajib menuntut ilmu walaupun ditempat yang jauh maka bagaimanakah dia tidak wajib menuntut ilmu sedangkan dia hidup di tengah-tengah para ulama atau dekat dengan mereka dan dalam mencarinya ia tidak butuh kepada banyaknya ongkos / biaya, dan tidak pula menempuh kesulitan yang besar. Rasululloh SAW bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (lelaki ataupun wanita).”
Dan Rasululloh SAW juga bersabda:
مَنْ تَفَقَّهَ فِي دِيْنِ اللهِ كَفَاهُ اللهُ هَمَّهُ وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Artinya: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu agama Allah maka Allah akan mencukupkannya dari keluh-kesah dan Allah beri rezki dari jalan yang tak di duga-duga.”
Rasululloh SAW juga bersabda:
حُضُوْرُ مَجْلِسِ عِلْمٍ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ أَلْفِ رَكْعَةٍ وَعِيَادَةِ أَلْفِ مَرِيْضٍ وَحُضُوْرِ أَلْفِ جَنَازَةٍ
Artinya: “Hadir disuatu majlis ilmu lebih utama dari salat 1000 rakaat, menejenguk 1000 orang sakit, dan menghadiri 1000 jenazah.”
Dalam hadits yang lain disebutkan:
أَشَدُّ النَّاسِ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَمْكَنَهُ طَلَبُ الْعِلْمِ فَلَمْ يَطْلُبْ
Artinya: “Orang yang paling keras azabnya pada hari kiamat ialah seorang yang memungkinkan baginya untuk menuntut ilmu namun ia tidak menuntutnya.”
Rasululloh SAW juga bersabda:
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ
Artinya: “Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu karena mereka senang dengan perbuatan para penuntut ilmu tersebut.”

Jumat, 15 Januari 2010

Kewajiban yang Paling Utama Adalah Ilmu 1

Ketahuilah wahai saudaraku bahwasanya kewajiban yang paling wajib dan paling utama adalah ilmu. Sedang dosa yang paling besar adalah kebodohan dan kebodohan yang paling parah adalah kebodohan tentang Allah SWT (yakni seorang hamba tidak mengenal siapa Allah Tuhannya) yakni kekafiran. Dan kewajiban yang pertama kali di wajibkan oleh Allah SWT atas hamba-Nya adalah ma’rifah (mengenal Allah) sebab Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S Adz-Dzaariyaat: 56)
Ibnu ‘Abbas berkata: “melainkan suapa mereka mengenal-Ku.” Al-Habib Abdulloh Al-Haddad – semoga Allah merahmatinya – berkata: “Adapun makna seorang yang ‘aarif (orang yang mengenal Allah) dalah istilah orang-orang sufi adalah seorang yang beriman secara sungguh-sungguh dan mengetahui apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya berupa ketaatan dan mengetahui apa yang diharamkan atasnya, lalu ia laksanakan segala perintah-Nya itu dan menjauhi segala larangan-Nya, kemudian ia melaksanakan banyak amalan sunnah yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dengan mengharap kedekatan dengan-Nya, sehingga muncullah pada dirinya cahaya kebahagiaan dan jadilah segala yang ghaib seolah nyata dalam pandangannya, ia selalu ditunjukkan oleh Allah dan Dia menjadikan bagi orang itu furqon (pembeda antara yang hak dan yang batil), serta Allah mengajarkannya ilmu dari sisi-Nya.”
Hal-hal yang fardhu dan hal-hal yang haram, serta kedekatan kepada Allah tidak mungkin diketahui kecuali dengan ilmu. Barangsiapa mengetahui ilmu maka ia akan mengetahui apa yang diwajibkan Allah SWT kepadanya dan apa yang diharamkan atasnya dan ia pun akan mengetahui apa-apa yang dapat mendekatkan dirinya dengan Allah SWT. Maka seorang yang ingin mengenal dan mendekat kepada Allah haruslah dengan ilmu dan tak mungkin lepas darinya. Ilmu adalah pusat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, barangsiapa menyembah Allah tanpa ilmu maka bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Maka haruslah bagi setiap muslim laki-laki dan wanita untuk mengetahui ilmu dan tak ada keringanan / alasan untuk meninggalkannya.
Yang dimaksud dengan ilmu di atas adalah ilmu yang mana iman dan islam seseorang tak sah kecuali dengan ilmu tersebut. Yakni ilmu tentang (sifat-sifat) Allah, Rasul-Nya, hari akhir dan ilmu tentang segala yang diwajibkan oleh Allah untuk mengerjakannya dan yang diwajibkan untuk meninggalkannya. Maka ilmu keimanan itu adalah ilmu aqidah (keyakinan) atau disebut pula ilmu usuluddin (dasar agama). Sedangkan ilmu Islam adalah ilmu fikih (hukum Islam). Sedangkan kadar yang wajib diketahui dari ilmu tersebut adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi SAW dalam hadits Jibril AS yang akan datang sebentar lagi insyaa Allahu Ta’aala (jika Allah Yang Maha Tinggi menghendakinya). Selain itu termasuk ilmu yang wajib / fardhu ‘ain adalah ilmu tentang akhlak batin yaitu sifat-sifat hati yang menghabcurkan dan menyelamatkan, juga tentang rahasia amal dan bahaya yang menyertainya, dan segala yang diisyaratkan oleh penggubah wasiat ini (yakni Al-Habib Abdulloh Al-Haddad) dalam wasiatnya seperti sifat takut, harap (kepada Allah), ikhlas, riya’, dengki, iri, ‘ujub (berbangga diri) dan lain-lain yang tersebut dalam wasiat beliau. As-Sarroj berkata dalam kitab Al-Luma’ (fii taarikhit tashowwuf / tentang sejarah tasawuf): “Secara garis besar agama ini kembali kepada ayat Al-Qur’an, hadits dari Rasululloh SAW atau hikmah yang terlintas dalam hati para kekasih Allah. Dan seluruh ilmu sumbernya adalah dari tiga dasar, yaitu: Al-Islam, Al-Iman, dan Al-Ihsan (akan datang penjelasannya).”

Kamis, 14 Januari 2010

Orang-orang gila di Semarang

Ini adalah kisah dari Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-’Atthas ra. Beliau jika mendengar orang-orang awam terlalu membahas dan berdebat dalam urusan-urusan yang tidak ada artinya bagi mereka dan mereka tidak tahu hakekat dari urusan-urusan itu, maka beliau berkata,

“Sesungguhnya mereka itu mirip dengan majanin (orang-orang gila) di kota Semarang.”

Kemudian beliau ditanya,

“Bagaimana kisah majanin Semarang tersebut?”

Beliau pun menjawab (menceritakan).

Kisah ini terjadi di suatu rumah sakit di kota Semarang. Pada suatu hari berkumpullah sekelompok orang gila disana. Kemudian berdirilah salah seorang diantara mereka, lalu naik ke atas kursi dengan atributnya sebagaimana layaknya seorang dai, seraya berkata,

“Wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya agama Islam yang kalian anut sekarang ini bukan apa-apa lagi. Dan inilah saya sekarang orang yang paling banyak mengerti tentang syariat yang baru dan saya akan mengajarkannya sekarang kepada kalian.”

Belum selesai ia bicara, tiba-tiba berdirilah orang yang kedua dari mereka dan menarik orang yang pertama dengan kerasnya sehingga ia terjatuh dari kursi. Lalu orang kedua tadi berkata,

“Wahai umatku, sesungguhnya aku ini adalah nabi kalian dan dia (orang yang pertama) ini adalah seorang pendusta yang tidak mengerti apa-apa tentang syariatku dimana Allah mengutusku untuk menyampaikannya pada kalian.”

Belum selesai ia bicara, berdirilah orang yang ketiga dan menarik orang kedua tadi dengan kerasnya sehingga terjatuh dari kursi, lalu ia menggantikannya naik ke atas kursi itu, dan berkata,

“Wahai hambaku, saya ini adalah tuhanmu dan saya tidak mengutus orang (yang kedua) ini kepada kalian. Sesungguhnya dia ini adalah seorang pembohong besar dan bukanlah seorang nabi.”

Selang tidak seberapa lama kemudian, seorang penjaga di rumah sakit tersebut mendengar teriakan-teriakan itu, lalu ia masuk kesana dan membuat mereka semua menjadi terdiam.

[Disarikan dari kitab Taaj Al-A'roos 'ala Manaaqib Al-Habib Al-Qutb Sholeh bin Abdullah Al-'Atthas, karangan Al-Habib Ali bin Husin bin Muhammad Al-'Atthas, juz 2, hal. 49]

berkata kalimat baik = sedekah

Cuplikan Ceramah Al-Habib Ali bin Abdurrahman Aljufri

Pengantar
-------------
Pada suatu saat ketika Rasulullah SAW sedang bertawaf di Ka’bah, seorang laki-laki bernama Fudholah bin Umair bermaksud hendak membunuh beliau. Ia menyelinap dalam rombongan orang-orang yang bertawaf dan mendekati beliau SAW. Saat ia sudah berada dekat di samping Rasulullah saw dan mempunyai peluang untuk membunuh beliau, tiba-tiba ia terkejut saat Rasulullah SAW memandangnya.

Isi Ceramah
---------------
Kemudian Rasulullah SAW menoleh kepadanya saat ia sedang bertawaf, dan beliau berkata, “Wahai Fudholah, apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?”

Fudholah menjawab, “Wahai Rasulullah, saya bertawaf. Saya mengingat Allah.”

Lalu Rasulullah diam dan melanjutkan tawafnya. Fudholah mengikutinya untuk kedua kalinya dan berjalan dengan tawaf di belakang Rasulullah.

Tak selang berapa lama, Rasulullah menoleh lagi kepadanya dan berkata, “Apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?”

Saya ingin anda merasakan melihat bagaimana wajah Rasulullah memandang kepada laki-laki itu. Termasuk dalam budi pekerti beliau bahwa sesungguhnya Rasulullah tidak pernah menyembunyikan senyumannya kepada siapapun. Seorang laki-laki yang penuh dengan kebencian dan ingin membunuh, Rasulullah menoleh kepadanya dan memandangnya dengan tersenyum. Saat pertama kali, memandangnya dengan tersenyum. Saat kedua, memandangnya dengan tersenyum kepadanya.

Fudholah menjawab, “Wahai Rasulullah, saya mengingat Allah dan bertawaf.”

Rasulullah tersenyum dan melanjutkan tawafnya. Lalu laki-laki itu mengikutinya.

Ketiga kali, Rasulullah menoleh kepadanya dan berkata, “Wahai Fudholah, apa yang engkau bicarakan dengan hatimu?”

Fudholah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku mengingat Allah.”

Kemudian Rasulullah menoleh kepadanya.

Apakah anda tahu arti “menoleh kepadanya”?. Disebutkan di dalam referensi budi pekerti Rasulullah bahwa kalau beliau menoleh artinya beliau menoleh dengan seluruh badannya.

Rasulullah menoleh kepadanya dan lalu meletakkan tangan beliau di dada laki-laki itu. Dada yang penuh dengan kebencian dan kemarahan. Ia menyembunyikan pisau di badannya.

Begitu Rasulullah menaruh tangan di dadanya, Fudholah berkata, “Demi Allah. Saat ia meletakkan tangannya di dadaku, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku benci melebihi dirinya. Namun setelah ia mengangkat tangannya dari dadaku, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang paling aku cintai melebihi dirinya.”

Kita banyak menjumpai orang-orang yang mewarisi karakter Fudholah. Mereka ada di tengah-tengah masyarakat dimana kalian hidup disana. Akan tetapi, dada-dada mereka selalu sangat memerlukan orang-orang yang mewarisi karakter Rasulullah SAW untuk menghilangkan karakter-karakter jelek dari dada-dada mereka yang penuh kemarahan dan kebencian.

Mereka yang mewarisi karakter Fudholah menunggu kalian yang bisa mewarisi karakter Rasulullah SAW.

Betapa banyak yang menyakitiku ketika aku mendengar sebagian dari kaum muslimin berbicara dan berkata, “Saat ini banyak dijumpai para dai yang berkata dengan kelembutan dan kedamaian, berkata dengan budi pekerti dan kasih sayang. Ini fenomena baru telah muncul yang ingin menggantikan jihad.”

Inilah bentuk jihad yang kita perlukan saat ini. Disini di masyarakat kita. Karena sesungguhnya kalian perlu untuk berjihad kepada jiwa kalian. Sampai kalian mampu menundukkannya. Sampai kalian mampu mendidiknya. Sampai kalian bisa meninggikannya ke langit. Supaya kalian mampu untuk memberikan pertolongan kepada siapa saja yang hidup di muka bumi ini.

Inilah yang dimaksud kalam beliau, Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Berkata kalimat yang baik adalah sedekah”

Saat ini dengarkan orang-orang yang berkata, “Berkata kalimat yang baik adalah sia-sia.” Baiklah, kami hormati. Akan tetapi rujukan dan referensi kita Rasulullah SAW yang berkata bahwa berkata kalimat yang baik adalah sedekah. Saya tak mampu meninggalkan perkataan Rasulullah dan mengambil perkataan orang lain.

“Berkata kalimat yang baik adalah sedekah”

Bid'ah hasanah?

Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:

"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".

b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih- nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetu juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang- orang yang berbuat bid'ah dan sesat.

Ada beberapa kebiasan yang dilakukan para sahabat berdasarkan ijtihad mereka sendiri, dan kebiasaan itu mendapat sambutan baik dari Rasulullah SAW. Bahkan pelakunya diberi kabar gembira akan masuk surga, mendapatkan rida Allah, diangkat derajatnya oleh Allah, atau dibukakan pintu-pintu langit untuknya.

Misalnya, sebagaimana digambarkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, perbuatan sahabat Bilal yang selalu melakukan shalat dua rakaat setelah bersuci. Perbuatan ini disetujui oleh Rasulullah SAW dan pelakunya diberi kabar gembira sebagai orang- orang yang lebih dahulu masuk surga.

Contoh lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang sahabat Khubaib yang melakukan shalat dua rakaat sebelum beliau dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy. Kemudian tradisi ini disetujui oleh Rasulullah SAW setahun setelah meninggalnya.

Selain itu, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Rifa'ah ibn Rafi' bahwa seorang sahabat berkata: "Rabbana lakal hamdu" (Wahai Tuhanku, untuk-Mu segala puja-puji), setelah bangkit dari ruku' dan berkata "Sami'allahu liman hamidah" (Semoga Allah mendengar siapapun yang memuji Nya). Maka sahabat tersebut diberi kabar gembira oleh Rasulullah SAW.

Demikian juga, sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Mushannaf Abdur Razaq dan Imam An-Nasa'i dari Ibn Umar bahwa seorang sahabat memasuki masjid di saat ada shalat jamaah. Ketika dia bergabung ke dalam shaf orang yang shalat, sahabat itu berkata: "Allahu Akbar kabira wal hamdulillah katsira wa subhanallahi bukratan wa ashilan" (Allah Mahabesar sebesar-besarnya, dan segala puji hanya bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Mahasuci Allah di waktu pagi dan petang). Maka Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada sahabat tersebut bahwa pintu pintu langit telah dibukakan untuknya.

Hadis lain yang diriwayatkan oleh At- Tirmidzi bahwa Rifa'ah ibn Rafi' bersin saat shalat, kemudian berkata: "Alhamdulillahi katsiran thayyiban mubarakan 'alayhi kama yuhibbu rabbuna wa yardha" (Segala puji bagi Allah, sebagaimana yang disenangi dan diridai-Nya). Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda: "Ada lebih dari tiga puluh malaikat berlomba-lomba, siapa di antara mereka yang beruntung ditu gaskan untuk mengangkat perkataannya itu ke langit."

Demikian juga hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam An-Nasa'i dari beberapa sahabat yang duduk berzikir kepada Allah. Mereka mengungkapkan puji-pujian sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah karena diberi hidayah masuk Islam, sebagaimana mereka dianugerahi nikmat yang sangat besar berupa kebersamaan dengan Rasulullah SAW. Melihat tindakan mereka, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Jibril telah memberitahuku bahwa Allah sekarang sedang berbangga-bangga dengan mereka di hadapan para malaikat."

Dari tindakan Rasulullah SAW yang menerima perbuatan para sahabat tersebut, kita bisa menarik banyak pelajaran sebagai berikut:

1. Rasulullah SAW tidak akan menolak tindakan yang dibenarkan syariat selama para pelakunya berbuat sesuai dengan pranata so sial yang berlaku dan membawa manfaat umum. Dengan demikian, perbuatan tersebut bisa dianggap sebagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Swt yang bisa dilakukan kapan saja, baik di malam maupun siang. Perbuatan ini tidak bisa disebut sebagai perbuatan yang makruh, apalagi bid'ah yang sesat.

2. Orang Islam tidak dipersoalkan karena perbuatan ibadah yang bersifat mutlak, yang tidak ditentukan waktunya dan tempatnya oleh syariat. Terbukti bahwa Rasulu1lah SAW telah membolehkan Bilal untuk melakukan shalat setiap selesai bersuci, sebagaimana menerlma perbuatan Khubaib yang shalat dua rakaat sebelum menjalani hukuman mati di tangan kaum kafir Quraisy.

3. Tindakan Nabi SAW yang membolehkan bacaan doa-doa waktu shalat, dan redaksinya dibuat sendiri oleh para shahabat, atau juga tindakan beliau yang membolehkan dikhususkannya bacaan surat-surat tertentu yang tidak secara rutin dibaca oleh beliau pada waktu shalat, tahajjud, juga doa- doa tambahan lain. Itu menunjukkan bahwa semua perbuatan tersebut bukanlah bid'ah menurut syariat. Juga tidak bisa disebut sebagai bid'ah jika ada yang berdoa pada waktu-waktu yang mustajabah, seperti setelah shalat lima waktu, setelah adzan, setelah merapatkan barisan (dalam perang), saat turunnya hujan, dan waktu-waktu mustajabah lainnya. Begitu juga doa-doa dan puji -pujian yang disusun oleh para ulama dan orang orang shalih tidak. bisa disebut sebagai bid'ah. Begitu juga zikir-zikir yang kemudian dibaca secara rutin selama isinya masih bisa dibenarkan oleh syariat.

4. Dari persetujuan Nabi SAW terhadap tindakan beberapa sahabat yang berkumpul di masjid untuk berzikir dan menyukuri nikmat dan kebaikan Al lah Swt serta untuk membaca Al-Qur'an, dapat disimpulkan bahwa tindakan mereka mendapatkan legitimasi syariat, baik yang dilakukan dengan suara pelan ataupun dengan suara keras tanpa ada perubahan makna dan gangguan. Dan selama tindakan tersebut bersesuaian dengan kebutuhan umum dan tidak ada larangan syariat yang ditegaskan terhadapnya, maka perbuatan tersebut termasuk bentuk mendekatkan diri kepada Allah, dan bukan termasuk bid'ah menurut syariat.

Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah" yang diterjemahkan oleh PP Lakpesdam NU dengan "Kenapa Takut Bid’ah?"

Tambahan keterangan:
Allah Yang Maha Luhur berfirman dalam surat Al-Chasyr:
...وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا...
Artinya: “....apapun yang Rasul bawa kepada kalian (daripada perintah) maka ambillah (laksanakanlah) dan apapun yang beliau larang bagi kalian maka berhentilah (tinggalkanlah)....” (Q.S Al-Chasyr)
Ini diperkuat dengan sabda Rasululloh – semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam atas beliau dan keluarga beliau – dalam sahih Al-Bukhooriy:
مَا أَمَرْتُكُمْ مِنْ شَيْءٍ فَائْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ
Apapun yang aku perintahkan maka laksanakanlah semampu kalian dan apapun yang aku larang terdahap kalian darinya maka jauhilah.
Di sana tidak terdapat kata-kata: “apa yang tidak dikerjakan oleh Rasul tinggalkan”
Oleh karena itu telah terkenal dalam istilah kaidah fiqih di antara para ulama bahwa sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasul (yakni yang tidak beliau kerjakan) tidak otomatis menjadi suatu yang dilarang kecuali disertai dengan larangan.
Adapun hadits yang sering dibawakan oleh orang-orang yang mengecam bid’ah hasanah adalah hadits berikut ini:  
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ فِيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Hadits ini diterjemahkan oleh mereka secara tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti: “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami (amruna) maka amalan itu tertolak.”
Secara jujur kita katakan bahwa kata amr itu memang memiliki beberapa makna, di antaranya: perintah, perkara, urusan, dan yang semacam itu.  Jika kita maknai kata amr dalam hadits itu sebagai perintah maka tentu akan bertentangan dengan makna ayat tersebut dan hadits Al-bukhooriy tersebut di atas.
Dan Jika secara jujur kita dan juga mereka mau menelaah atau membuka kitab-kitab yang mu’tabar (diakui) tentang syarah (penjelasan) hadits maka akan kita dapati bahwa kata amr itu dimaknai dengan syu-uun yakni urusan yang dimaksud urusan kami (yakni para sahabat Nabi) adalah syari’at beliau yang berdasar Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Jadi makna hadits tersebut yang lebih tepat adalah:
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang padanya tidak terdapat urusan kami (yakni tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits) maka amalan itu tertolak."

Pemahaman terbalik (mafhuum mukhoolafah) dari makna hadits tersebut adalah bahwa selama perbuatan / amal itu masih ada dasarnya dalam kaidah umum yang tercakup dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits (yakni tidak ada dalil yang melarangnya atau menetangnya) maka amal tersebut sah.

Nasihat Rasululloh SAW kepada Abu Dzar

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:

“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” (HR. Tirmidzi)

Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.

1- BERTAQWA DIMANA SAJA

Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab RA. Suatu ketika sahabat Umar RA bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”

Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.

Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam Al-Qur'an surat Ali ‘Imran [3]: 102:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”

Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu pengajian atau majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.

2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN

Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita berbuat kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.

Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.

Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain, maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf, yang bagi beberapa orang, sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata: “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. ‘Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian sebaiknya bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut agar dia senang, maka kesalahan tersebut Insya Allah akan lebih cepat dihapuskan.

3- AKHLAQ YANG TERPUJI

Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Syuraih RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut, peringatan Rasul sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.

Nasehat Imam Al-Ghozali kepada murid-muridnya

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya, pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "masa lalu". Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "Nafsu" (Al A"Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Iimam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "meninggalkan Sholat". Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat. 

Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

NASEHAT-NASEHAT ROSUL S.A.W UNTUK IMAM ALI Ra

Berikut adalah kutipan dari berbagai sumber mengenai wasiat - wasiat dari Nabi Muhammad SAW, untuk Ali bin Abi Thalib ra. wasiat itu juga untuk kita semua bila mengaku sebagai umat Nabi SAW dan pecinta Ahlul Bait, Wasiat ini ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq dari ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir, dari ayahnya Imam Ali Zainal Abdidin, dari ayahnya Imam Husein, dari ayahnya Ali bin Abi Thalib (ra).

Dalam wasiatnya kepada Imam Ali bin Abi Thalib (ra) Rasulullah saw bersabda:

“Wahai Ali, aku wasiatkan padamu suatu wasiat, maka jagalah wasiatku ini. Kamu akan selalu berada dalam kebaikan selama kamu menjaga wasiatku ini.”

“Wahai Ali, barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu menunaikannya, Allah akan menjamin baginya keamanan dan keimanan sehingga dengannya ia mendapat kenikmatan pada hari kiamat.”

“Wahai Ali, barangsiapa yang belum memperbaiki wasiatnya saat menjelang kematiannya, ia memiliki kekurangan dalam kehormatan dirinya (marwah) dan ia tak layak mendapat syafa'at.”

“Wahai Ali, perjuangan yang paling utama adalah orang yang tidak berduka karena kezaliman seseorang.”

“Wahai Ali, barangsiapa yang lisannya ditakuti oleh manusia, maka ia adalah penghuni neraka.”

“Wahai Ali, manusia yang paling buruk adalah orang yang dimuliakan oleh manusia karena takut pada keburukannya.”

“Wahai Ali, manusia yang paling buruk adalah orang yang menjual akhiratnya dengan dunianya. Lebih buruk lagi dari itu orang yang menjual akhiratnya dengan dunia orang lain.”

“Wahai Ali, barangsiapa yang tidak menerima alasan orang yang ingin melepaskan diri (dari dosa, pidana; ini penjelasan dlm kitab Al-Bihar), benar atau dusta, maka ia tidak akan mendapat syafaatku.”

“Wahai Ali, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla lebih mencintai dusta untuk kemaslahatan dan lebih membenci kejujuran dalam kerusakan.”

“Wahai Ali, barangsiapa yang meninggalkan khomer karena selain Allah, maka Allah akan memberinya minuman khomer yang murni (Ar-Rahiqil makhtum, lihat QS 83: 25). Kemudian Imam Ali (ra) bertanya: Karena selain Allah?? Rasulullah Saw menjawab: “Ya, untuk menjaga dirinya, Allah bersyukur padanya atas hal itu.”

“Wahai Ali, peminum khomer seperti penyembah berhala. Wahai Ali, orang yang minum khomer, Allah azza wa jalla tidak menerima shalatnya selama empat puluh hari. Dan jika ia mati maka matinya mati kafir”

“Wahai Ali, setiap yang memabukkan hukumnya haram, dan setiap yang memabukkan dalam kapasitas yang banyak maka seteguk pun darinya hukumnya haram.”

“Wahai Ali, semua dosa terjadinya di dalam rumah, dan kuncinya adalah minuman khomer.”

“Wahai Ali, akan datang pada peminum khomer suatu saat ia tidak mengenal Tuhannya azza wa jalla.

“Wahai Ali, memindahkan gunung-gunung yang tak bergerak lebih mudah ketimbang memindahkan kekuasaan yang saatnya berakhir, tidak kurang dari beberapa hari.”

“Wahai Ali, orang yang tidak bermanfaat agama dan dunianya, maka tidak ada kebaikan bagimu dalam majlis-majlisnya. Dan barangsiapa yang tidak menjaga hakmu, maka kamu tidak wajib menjaga haknya dan kehormatannya.” (Biharul Anwar 77: 46-47)

Ali bin Abi Thalib berkata : "Bahwa Rasulullah berwasiat kepadaku dengan sabda beliau :

"Ya Ali! Aku berwasiat kepadamu dengan sesuau wasiat, maka jagalah dia baik-baik, kerana selama engkau
memelihara wasiat ini nescaya engkau akan tetap berada dalam kebaikan.

Ya Ali! Bagi orang mukmin itu ada tiga tanda :Melakukan solat, berpuasa dan berzakat. Dan bagi orang munafik
ada pula tiga tandanya : Pura-pura sayang bila berhadapan, mengumpat di belakang dan gembira bila orang lain mendapat musibah.

Bagi orang zalim ada tiga cirinya : Menggagahi orang bawahannya dengan kekerasan, orang diatasnya dengan kedurhakaan dan melahirkan kezalimannya secara terang-terangan.

Bagi orang riya' ada tiga tandanya : rajin bila di depan orang ramai, malas bila bersendirian dan ingin dipuji untuk semua perkara

Bagi orang munafik ada tiga alamat : Bohong bila berkata, mungkir bila berjanji dan khianat apabila dipercayai.

Ya Ali, bagi orang pemalas ada tiga tanda : menunda-nundakan waktu, mensia-siakan kesempatan dan melalaikannya sampai berdosa.

Dan tidak patut orang berakal menonjolkan dirinya kecuali tiga perkara : berusaha untuk penghidupan atau mencari hiburan dalam sesuatu perkara yang tidak terlarang atau mengenangkan hari akhirat.

Ya Ali! Diantara bukti orang yang percaya kepada Allah ialah tidak mencari keredhaan seseorang dengan kemurkaan Allah, tidak menyanjung seseorang atas nikmat yang diterima, dan tidak mencela sesorang bila tidak mendapat nikmat Allah. Ingatlah bahawa rezeki tidak dapat diraih oleh orang yang sangat tamak mendapatkannya dan tidak pula dapat dielak oleh orang yang tidak menyukainya. Allah telah menjadikan nikmat kurunia dan kelapangan itu dalam yakin dan redha dengan pemberian Allah dan Ia menjadikan kesusahan dan kedukaan itu dalam murka terhadap rezeki yang telah ditentukan oleh Allah

Ya Ali! Tidak ada kefakiran yang lebih hebat daripada kebodohan, tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal, tiada kesepian yang lebih sunyi daripada ujub ( Kagum kepada diri sendiri ), tiada kekuatan yang lebih kuat daripada musyawarah, tiada iman keyakinan, tiada wara' yang lebih baik daripada menahan diri,keindahan seindah budi pekerti dan tidak ada ibadah yang melebihi tafakkur.

Ya Ali! Segala sesuatu itu ada penyakitnya. Penyakit bicara adalah bohong, penyakit ilmu lupa, penyakit ibadah adalah riya', penyakit budi pekerti adalah memuji, penyakit berani adalah agresif, penyakit pemurah adalah menyebut-nyebut pemberian, penyakit cantik adalah sombong, penyakit bangsawan adalah bangga, penyakit malu adalah lemah, penyakit mulia adalah menonjolkan diri, penyakit kaya adalah bakhil, penyakit royal (mewah) adalah berlebih-lebihan dan penyakit agama adalah hawa nafsu.

Ya Ali! Apabila engkau disanjung orang, bacalah kalimat ini : Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada apa yang mereka katakan. Ampunilah dosaku apa yang mereka tidak ketahui, dan janganlah aku disiksa tentang apa-apa yang mereka katakan.

Ya Ali! Apabila engkau puasa sampai petang, maka ucapkanlah dikala engkau berbuka : "Untuk-Mu lah aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu lah aku berbuka." Nescaya dituliskan bagimu pahala orang puasa pada hari itu dengan tidak kurang sedikit pun daripada pahala mereka Ketahuilah, bahawa bagi setiap orang yang berpuasa itu ada doa yang diperkenankan. Maka jika ia pada permulaan suapannya waktu makan mengucapkan : "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, wahai Tuhan Yang Maha Luas pengampunan-Nya, ampunilah aku." nescaya diampuni dosanya. Ketahuilah bahawa puasa itu adalah perisai yang akan menangkis bahaya api neraka.

Ya Ali! perbanyakkanlah membaca surah Yasin kerana didalamnya terdapat sepuluh macam berkat. Tiada orang yang membacanya waktu lapar (puasa) kecuali kenyang, tiada yang haus kecuali lepas hausnya, tiada yang bertelanjang kecuali peroleh pakaian, tiada yang sakit melainkan sembuh, tiada yang takut kecuali aman, tiada yang dipenjarakan melainkan lepas, tiada yang bujang melainkan kahwin, tiada musafir melainkan matanya terang dalam perjalanan, tiada orang yang hilang barangnya melainkan menemukannya, tidak dibacakan keatas orang yang hampir tiba ajalnya melainkan diringankan baginya. Barangsiapa membacanya ketika subuh nescaya ia akan aman sampai petang dan barangsiapa yang membacanya di waktu petang nescaya ia akan aman sehingga ke pagi.

Ya Ali! Bacalah surah ad-Dukhan pada malam Jumaat nescaya Allah memberi keampunan kepadaMu.

Ya Ali! bacalah surah Hasyr nescaya engkau akan berkumpul pada hari kiamat dalam keadaan aman dari sesuatu.

Ya Ali! bacalah surah al-Mulk dan as-sajdah nescaya engkau diselamatkan Tuhan dari marabahaya hari kiamat.

Ya Ali! bacalah surah al-Mulk waktu tidur nescaya engkau selamat dari azab kubur dan dari pertanyaan malikat munkar dan nakir.

Ya Ali bacalah surah al-Ikhlas dalam keadaan berwudhu' nescaya engkau akan diseru pada hari kiamat : Hai pemuji Tuhan, bangkitlah, maka kemudian masuklah ke dalam syurga.

Ya Ali! bacalah surah al-baqarah kerana membacanya itu membawa berkat. Dan tidak mahu membacanya itu membawa penyesalan.

Ya Ali! jangan terlalu lama duduk di bawah cahaya matahari kerana itu akan menimbulkan penyakit lama datang kembali, merusakkan pakaian dan mengubah warna muka.

Ya Ali! Engkau akan aman dari bahaya kebakaran jika engkau mengucapkan : subhana rabbi lailaha illa anta a'laika tawakkaltu wa anta rabbul 'arsyil 'azim.

Ya Ali! Engkau aman dari was-was syaitan bila engkau baca : wa idzaa qoro'tal qur-aanaa ja'alnaa baynaka wabaynal ladziina laa yu'minuuna bbil aakhiroti chijaaban mastuuro...dst(surah al-Isra' : 45-46)

Ya Ali! apabila engkau berdiri di depan cermin maka ucapkanlah : Ya Allah sebagaimana Engkau telah mengindahkan kejadianku maka indahkanlah pula budi pekertiku dan berikanlah aku rezeki.